Ini hanyalah fiktif belaka.
Surya selalu saja dihina oleh juragan Karya dengan kemiskinannya, dia juga selalu dihina oleh banyak orang di kampungnya karena memiliki wajah yang cacat dan juga sudah berusia tiga puluh tahun tapi belum menikah.
Ada bekas luka sayatan di wajahnya, karena pria itu pernah menolong orang yang hampir dibunuh. Namun, tak ada yang menghargai pengorbanannya. Orang miskin seperti Surya, selalu saja menjadi bahan hinaan.
"Jika kamu ingin kaya, maka kamu harus bersekutu denganku."
"Ta--- tapi, apa apakah aku akan menjadi pria kaya kalau bersekutu dengan Iblis?"
"Bukan hanya kaya, tetapi juga tampan dan memiliki istri yang kamu inginkan."
"Baiklah, aku mau bersekutu dengan kamu, wahai iblis."
Akan seperti apa kehidupan Surya setelah bersekutu dengan Iblis?
Akankah kehidupan yang lebih baik? Atau malah akan kacau?
Yuk kepoin kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ini sudah waktunya, Sayang.
Heni terlihat begitu pulas dalam tidurnya, tetapi tidak lama kemudian dia merasakan hawa yang begitu panas. Dia bangun dan suasana di dalam kamarnya terasa tidak nyaman.
Wanita itu bahkan turun dengan cepat dari tempat tidur, lalu melangkahkan kakinya menuju dapur. Heni merasa seperti sedang ada di padang pasir dengan sinar mentari yang tepat berada di atas kepalanya.
"Kenapa sangat haus sekali? Kenapa begitu panas? Kenapa keringat di tubuhku begitu banyak?" tanya Heni kepada dirinya sendiri.
Setelah meminum air putih sampai habis satu botol kecil, wanita itu mondar-mandir tidak jelas karena merasakan hawa yang tidak enak di badannya. Semakin dia bergerak, rasanya keringat semakin membasahi tubuhnya.
"Padahal, ac nyala. Kenapa masih panas aja?"
Heni sungguh merasa tidak tahan dengan rasa panas yang diderita, akhirnya wanita itu keluar dari dalam rumahnya. Wanita itu duduk di bangku yang ada di dekat pintu gerbang.
Angin semilir membuat hawa yang begitu nyaman menerpa tubuhnya, tetapi tidak lama kemudian dia kembali merasa gelisah. Dia bahkan tiba-tiba saja merasakan hawa yang aneh, bulu kuduknya seakan berdiri semua.
"Aku ini kenapa sih?" tanya Heni sambil mengusap-usap kedua lengannya.
Gaun tidur tipis yang dia pakai membuat Heni semakin merinding saja, Heni akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya. Dia duduk di depan cermin sambil menatap wajahnya pada pantulan cermin.
"Bang Surya?"
Heni yang sedang asyik menatap dirinya dari pantulan cermin terlihat begitu kaget, karena dia merasa melihat bayangan Surya di dalam cermin yang ada di hadapannya.
Heni bahkan sampai bangun dan mengedarkan pandangannya, dia berpikir kalau di dalam kamarnya itu ada Surya, tetapi setelah berkali-kali mengedarkan pandangannya ternyata di dalam kamarnya tak ada Surya.
"Kenapa aku malah teringat terus sama bang Surya ya?"
Heni menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu dia dengan cepat berlari ke tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
Sayangnya usaha yang dia lakukan seolah sia-sia, dia terus saja teringat akan Surya. Heni bahkan semakin lama merasa kalau Surya itu ada di dekatnya dan sedang menatap dirinya.
"Apa aku harus ke rumah bang Surya? Tapi, masih malam."
Heni yang merasa tak sabar ingin bertemu Surya akhirnya kembali keluar dari rumahnya, dia lalu berdiri di depan gerbang rumah Surya.
Bahkan, wanita itu tak henti-hentinya menolehkan wajahnya ke arah rumah Surya. Wanita itu tiba-tiba saja ingin membayangkan Surya yang sedang berdiri di hadapannya dan menyapa dirinya dengan kata-kata mesra.
"Ya Tuhan, sebenarnya apa yang terjadi dengan diriku? Kenapa aku bisa seperti ini? Kenapa juga tiba-tiba saja aku ingin dekat dengan bang Surya? Apa aku sudah jatuh cinta padanya?"
Entah kenapa, Heni merasa kalau dirinya seperti seorang wanita yang sedang jatuh cinta. Heni bahkan tanpa sadar menekan bel yang ada di tembok dekat pintu gerbang milik Surya.
"Ya ampun, kenapa aku melakukannya?" tanya Heni dengan gelisah.
Heni bahkan sampai berkeringat dingin kala membayangkan Surya yang nantinya datang untuk menghampiri dirinya, dia takut akan disangka sebagai wanita murahan karena sudah menghampiri pria duluan.
"Heni, kenapa datang jam tiga pagi begini? Apa di rumah kamu ada masalah?"
Heni sampai terjingkat kaget, karena saat ini Surya sudah ada di hadapannya dan bahkan pria itu sedang membuka pintu gerbang rumahnya.
"Anu, Bang. Gak apa-apa, hanya saja Heni ingin ketemu Abang." Heni salah tingkah, Surya langsung tersenyum dengan begitu lebar.
Dia merasa kalau pelet yang sudah dia lakukan sudah berhasil, Surya dengan lembut menggenggam tangan Heni dan mengajak wanita itu untuk masuk ke dalam rumahnya.
"Kamu sudah mau jadi pacar Abang?"
"Eh?"
Heni kebingungan sendiri dengan pertanyaan dari Surya, justru dia sendiri merasa bingung dengan apa yang sudah dia lakukan. Di satu sisi dia merasa tidak punya harga diri sebagai seorang perempuan.
Namun, di satu sisi dia juga merasa tidak ingin berjauhan dari pria itu. Kalau bisa, dia ingin terus menempel dengan Surya, dia tak ingin berpisah dari Surya.
"Jangan pura-pura, kalau suka bilang aja. Abang mau banget jadi pacar kamu," ujar Surya yang langsung duduk tepat di samping Heni.
Dia menatap mata wanita itu dengan dalam, Heni langsung terhipnotis dengan tatapan dari Surya. Dia tersenyum dengan sangat manis dan tak lama kemudian duduk di atas pangkuannya.
"Abang ganteng banget, Heni jadi pengen lama-lama deket Abang."
"Abang juga," ujar Surya yang langsung menggendong Heni dan membawanya ke kamar utama.
Surya tentunya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, dia langsung melancarkan aksinya untuk melakukan apa pun yang dia mau.
Heni hanya pasrah saja, Surya benar-benar senang dengan apa yang dia dapatkan pagi ini. Pagi yang dingin ini membuat Surya dan Heni merasakan kepanasan, bukan karena sinar mentari yang begitu menyengat.
Namun, karena olah raga enak yang keduanya lakukan di atas tempat tidur Surya. Keduanya berolah raga dengan penuh gelora, Heni sampai lupa dengan kewarasan.
"Abang, udah ih. Udah tiga kali loh," ujar Heni kala Surya mulai mengecupi pundak wanita itu.
Hari sudah siang, tetapi Surya dan juga Heni masih saja betah di atas tempat tidur. Namun, walaupun seperti itu Heni sudah terlihat sangat lelah sekali.
"Ya udah iya, kita istirahat dulu. Kita makan siang dulu," ujar Surya.
Setelah itu Surya mengajak Heni untuk makan siang bersama, tentunya setelah selesai makan dia kembali mengajak Heni untuk berpeluh.
Walaupun pada awalnya Heni memang merasakan kelelahan, tetapi tidak lama kemudian wanita itu pun berteriak keenakan.
"Tidurlah, Sayang. Karena nanti malam kamu akan menjadi tumbal pertama," ujar Surya kala melihat Heni sudah terlelap di dalam tidurnya.
Di saat Heni lelap dalam tidurnya, Surya langsung masuk ke dalam ruang pemujaan. Dia menyiapkan segala sesuatunya untuk menumbalkan Heni, setelah itu dia terlihat mandi dengan kembang tujuh rupa.
"Ini sudah saatnya," ujar Surya ketika melihat waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam.
Pria itu masuk ke dalam kamar utama, lalu dia menggendong Heni dan tentunya membacakan mantra agar wanita itu tetap terlelap dalam tidurnya.
Bahkan saat Surya memandikan wanita itu dengan air kembang 7 rupa, Heni tetap anteng di dalam tidurnya.
"Bersiaplah, Sayang."
Heni kini sudah dibaringkan di atas ranjang kayu, Surya tersenyum jahat dan mulai melakukan ritualnya. Diawali dengan menyalakan dupa dan membakar kemenyan, tak lama kemudian dia menaburkan bunga 7 rupa di atas tubuh Heni sambil membaca mantra.
"Ini sudah saatnya," ujar Surya sambil mengambil pisau yang sudah diasah dan menempelkannya pada leher Heni.
Surya dengan perlahan-lahan menekan ujung pisau itu pada leher wanita itu, tak lama kemudian darah mulai menetes dari leher wanita itu.
"Argh! Apa yang sedang kamu lakukan, Bang? Kenapa aku tak pakai baju?"
Surya sampai jatuh tersungkur ke atas lantai, karena dia melihat Heni bangun dan saat ini sedang menatap dirinya dengan tatapan penuh pertanyaan.
tapi itu Heni terbangun .. dan dia sadar dngn kondisi nya yang ga pake baju ?? apakah gagal ya penumbalan nya.. Heni masih hidup kah ??