Mencari Daddy Sugar? Oh no!
Vina Rijayani, mahasiswi 21 tahun, diperhadapkan pada ekonomi sulit, serba berkekurangan ini dan itu. Selain dirinya, ia harus menafkahi dua adiknya yang masih sangat tanggung.
Bimo, presdir kaya dan tampan, menawarkan segala kenyamanan hidup, asal bersedia menjadi seorang sugar baby baginya.
Akankah Vina menerima tawaran Bimo? Yuk, ikuti kisahnya di SUGAR DATING!
Kisah ini hanya fantasi author semata😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Gadis Itu Dalam Perlindunganku.
Bimo beralih pada Riska, setelah Vina dibawa pergi oleh pegawai butik untuk mencoba beberapa dress dan gaun.
"Aku sudah memperingatkanmu lewat dekan-mu. Sepertinya itu belum cukup, kamu belum jera-jera juga mengganggunya. Kamu tahu, aku bisa melakukan lebih dari sekedar men-skorsing kamu dari kampus yang kamu bangga-banggakan itu."
"A-ampuni saya pak, t-tolong jangan pecat papa saya. Saya janji, tidak akan mengganggu Vina lagi," gagap Riska, merunduk dalam.
"Saya bukanlah seorang tiran yang menimpakan kesalahan anak pada ayahnya. Tapi saya tidak akan segan-segan mengganjarmu bila setelah ini, kamu masih mengganggu kehidupan Vina, gadis itu ada dalam perlindunganku. Kamu mengerti?"
"M-mengerti Tuan."
"Pergilah, kamu bisa melanjutkan berbelanjamu di butik ini jika saya dan Vina sudah pergi dari sini."
"Iya, b-baik Tuan," Riska gegas beranjak tanpa harus Bimo ulang dua kali. Melawan Bimo sama halnya siap hidup miskin.
"Enak saja! Jangan harap hidupmu aman Vina! Kamu sudah menjadi penyebab aku dan Heru putus!" Vina berdiri diantara kerumunan pengunjung mall yang berlalu lalang.
"Aku tidak rela melihat kamu bahagia, apalagi bersama tuan Bimo!" Dari dinding kaca transparan, Riska dapat melihat dengan jelas pria matang itu sedang memborong beberapa pakaian dalam wanita, ia yakin itu pasti untuk Vina.
...***...
Ting!
Pintu lift terbuka.
"Tinggalkan didepan penthouse saja, biar saya yang memasukannya nanti," perintah tuan Bimo, ketika kami sudah berada dilantai dua puluh, kantor pria itu.
"Baik Tuan," dua security itu mendorong masing-masing troli belanjaanku keluar dari lift mendahului kami.
"Selamat malam Tuan, Nona."
Aku dan tuan Bimo menatap pada sumber suara.
"Tania kamu masih disini?" tuan Bimo melirik arloji tangannya yang sudah menunjukan pukul 22:10 malam. Kaget, saat sekretarisnya itu masih berada disana.
"Maaf Tuan, bukannya Tuan ingin berdiskusi tentang berkas yang Tuan minta saya siapkan tadi pagi?"
Aku mematung, seloyal itu sekretaris cantik itu pada tuannya.
"Maafkan saya Tania, saya benar-benar lupa. Begini saja, kamu pulang saja sekarang, kedua orang tuamu, juga calon suamimu pasti mencemaskanmu. Besok saja kita lanjutkan pekerjaan."
"Maaf tuan, besok saya sudah mulai cuti, karena lusa saya akan menikah."
"Besok? Oh Tuhan, maafkan saya Tania, kok saya bisa selupa ini," ini kali pertama aku melihat tuan Bimo tertawa lepas seperti itu.
"Saya mengerti Tuan, anda sangat sibuk hari ini," ledek sang sekretaris, melirik dengan ekor matanya padaku, tapi aku bisa melihatnya.
"Kamu pulang saja, jangan lupa tiket bulan madunya ambil di meja kerjaku. Jangan fikirkan pekerjaan, aku bisa mengurusnya sendiri selama kamu cuti. Aku harus mengantar Vina, dia sudah mengantuk sejak di mobil tadi."
"Baik Tuan, terima kasih atas tiketnya. Nona, saya pamit," Tania merunduk, padaku juga.
"Tania adalah salah satu pegawaiku yang berdedikasi tinggi, tidak banyak pegawaiku yang seperti dia," puji tuan Bimo, ketika kami berada dalam lift menuju penthouse miliknya.
"Tuan pasti menyayanginya," aku melirik ekspresinya.
"Menurutmu, hadiah pernikahan seperti apa yang pantas untuk Tania?" tanyanya pelan, tanpa melihat kearahku.
"Saya kurang mengerti tentang hadiah pernikahan yang pantas untuk kalangan atas Tuan. Dalam bayangan saya, orang yang menikah butuh rumah, butuh privasi dari segala arah. Sehingga, baik para orang tua, maupun para ipar tidak menambah runyam saat mereka menghadapi masalah."
Aku berkata seperti itu karena ingat salah satu tetanggaku yang selalu saja ribut setiap hari. Masalahnya sepele, rebutan tidak mau cuci piring setelah makan, akhirnya isteri sang kakak dijadikan babu. Giliran isteri sang kakak hamil, semua adik ipar dan ibu mertuanya menyalahkan karena teledor, padahal gaji kakak pertama mereka tidak cukup membeli pil kontrasepsi, habis untuk kebutuhan dapur satu keluarga besar.
Atensi tuan Bimo beralih padaku mendengar apa yang aku ucapkan, entah apa yang difikirkannya. Itu tidak berlangsung lama, ia membawaku keluar begitu lift terbuka dan mengambil posisi didepan pintu penthouse mewahnya.
Daun pintu bergeser secara otomatis, begitu biometric lock mengkonfirmasi wajah pria itu, aku masih saja terkagum-kagum karenanya.
"Tidurlah lebih dulu, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan," sambil mendorong masuk dua troli yang sebelumnya diantar oleh dua security tadi.
"Kamu tidak perlu membereskan semua belanjaan ini, biar orangku yang mengurusnya saat aku kembali nanti."
"Sebentar Tuan," aku menghentikan langkah tuan Bimo yang beranjak keluar.
"Bagaimana kalau saya mau keluar atau masuk kembali, sementara akses keluar pintu ini hanya mengenali wajah tuan?"
"Aku memang sengaja melakukannya, agar kamu tidak melarikan diri," datarnya, lalu pintu menutup otomatis diantara kami berdua, sehingga aku tidak melihatnya lagi.
Dengan lesu aku berbalik, berjalan gontai meninggalkan pintu yang sudah tertutup rapat, serasa aku sedang dikurung dalam sangkar emas disini.
Ting!
Aku kaget, gegas berbalik kebelakang, pintu yang sebelumnya tertutup rapat, kini sudah terbuka lebar lagi, memunculkan tuan Bimo berdiri disana.
"Kamu boleh masuk dan keluar sesuka hatimu. Dalam satu jam kedepan, aku akan mengaktifkan wajahmu juga pada sistem biometric lock penthouse ini.
"Terima kasih Tuan," aku begitu kegirangan hingga merunduk beberapa kali.
"Ingat, jangan coba-coba kabur, aku tidak akan memberi toleransi sedikitpun jika kamu tidak patuh pada kata-kataku."
Setelah berucap demikian pintu secara otomatis kembali menutup.
Bersambung...✍️
🤣