JADI CERAI, GAK?

Siti agak keki melihat asyiknya obrolan Gandhi dan Manisa di meja makan. Ternyata perempuan itu datang dengan 2 box makanan yang Gandhi pesan, Entahlah apa makanan itu, kalau dari baunya sih enak, harum dan cukup membuat Siti lapar. Iya, tadi ia dan Gandhi sarapan bersama pukul 8. Sekarang sudah hampir jam 1 siang, tentu saja, siti sudah lapar lagi. Tapi baik Gandhi atau Manisa, tidak ada tuh memanggilnya untuk makan bersama. Memesan makanan Online kira-kira adalah pilihan terjitu bagi Siti sekarang. Beringsut masuk ke kamarnya, untuk menunggu ojolnya datang, dari pada jadi jadi kambing congek melihat dua orang asing di rumah tersebut.

Makanan Siti datang, dapur sudah bersih. Manisa dan Gandhi pun menghilang, terdengar samar suara kadang tertawa kadang diam dari dalam kamar Gandhi. Rupanya dua orang itu tengah berkurung di dalam sana. Pikiran Siti traveling dong, ngapain saja mereka di dalam kamar berdua-duaan.

Siti menghabiskan makanannya dengan durasi lama, padahal sambil kepo dengan aktivitas Gandhi dan Manisa di dalam kamar. Jarak kamar Gandhi dan dapur itu cukup dekat, sehingga suaranya memang lebih terdengar, ketimbang dari ruang tamu.

Ceklek suara engsel pintu kamar Gandhi terdengar terbuka. Siti belum mau pergi dari dapur, terpaksa ia berdiri dan mencuci piring bekas makannya, untuk memperlama durasinya berada di dapur.

"Hum, basah gak tuh?" kekeh Gandhi melihat Manisa mengikat rambutnya ke atas. Benar saja, baju dalaman Manisa terlihat basah. Lehernya tampak mengkilat karena peluh, ia berjalan mendekati wastafel di mana Siti berdiri sekarang.

"Eh, ada kak Siti. Misi kak, mau cuci tangan dan muka." Pamitnya meminta akses pada Siti. Sehingga Siti pun sedikit bergeser, tapi tetap bisa dengan jelas mencium aroma kecut dari tubuh Manisa.

"Udah Manis?" tanya Gandhi pada Manisa. Di tangannya sudah ada tisue.

"Iya udah kak." Jawab Manisa terdengar manja.

Gandhi menarik tangan Manisa agar dekat dengannya. Kemudian menepuk-nepuk tisue kewajah Manisa yang masih basah. Entahlah Siti tidak suka melihat perlakuan Gandhi semanis itu pada Manisa. Ia berjalan menjauh dari dua orang asing tersebut, lalu ke bagian belakang untuk memastikan pakaian yang di cuci Gandhi tadi, apakah sudah kering. Tetapi ternyata tidak ada satu pun pakaian terjemur di sana.

"Gan, tadi pagi lu nyuci kan?" tanya Siti dengan suara nyaring, membuat Gandhi sedikit tersentak.

"Hah, iya kenapa?"

"Kok udah gak ada?"

"Ya udah ku ambil lah, udah di setrika Manisa juga. Makanya sampe basah gini. Besok gua pasang AC aja di kamar, biar Manisa gak basah gini, panas ya dek." Ujar Gandhi senyum pada Manisa. Di balas anggukan oleh perempuan muda itu.

"Baju gua mana?" tanya Siti yang mengira Gandhi tadi pagi mencuci untuknya.

"Baju loe? emang gua yang harus urus juga?" tanya Gandhi tidak perduli ada Manisa masih di rumah mereka.

"Gua gak ada mindahin baju di kamar mandi yak, jadi pasti loe yang pindahin, elu cuci kan?" tebak Siti.

"Ngarep loe? udah gua bungkus tadi pagi."

"Terus?"

"Gua taroh di depan rumah."

"Maksud loe?" Siti tergopoh-gopoh berjalan keluar, memastikan masih berjejer plastik sampah di luar rumah, Tapi udah raib.

"Loe kira baju kotor gua sampah, Njir?" tanya Siti marah.

"Kan baju kotor, ya gua bungkus n sejajarin sama sampah lah." Jawab Gandhi cuek.

"Kotor aja, bukan sampah juga!" hardik Siti sungguh marah.

"Kemarin gua udah peringatin yak. 10 juta jadi suami doang, kalo sama nyuci. Tarifnya beda." Gandhi cuek saja lalu mengantar Manisa kedepan sebab jemputannya sudah tiba.

"Makasih ya Manis." Ujarnya mengantar Manis dengan ramah.

BERSAMBUNG ...

Ayok ramaikan komennya readers.