KESHI SANCHEZ tidak pernah tahu apa pekerjaan yang ayahnya lakukan. Sejak kecil hidupnya sudah bergelimang harta sampai waktunya di mana ia mendapatkan kehidupan yang buruk. Tiba-tiba saja sang ayah menyuruhnya untuk tinggal di sebuah rumah kecil yang di sekelilingnya di tumbuhi hutan belukar dengan hanya satu orang bodyguard saja yang menjaganya.
Pria yang menjadi bodyguardnya bernama LUCA LUCIANO, dan Keshi seperti merasa familiar dengan pria itu, seperti pernah bertemu tetapi ia tidak ingat apa pun.
Jadi siapakah pria itu?
Apakah Keshi akan bisa bertahan hidup berduaan saja bersama Luca di rumah kecil tersebut?
***
“Kamu menyakitiku, Luca! Pergi! Aku membencimu!” Keshi berteriak nyaring sambil terus berlari memasuki sebuah hutan yang terlihat menyeramkan.
“Maafkan aku. Tolong jangan tinggalkan aku.” Luca terus mengejar gadis itu sampai dapat, tidak akan pernah melepaskan Keshi.
Hai, ini karya pertamaku. Semoga kalian suka dan jangan lupa untuk selalu tinggalkan jejak🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fasyhamor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membicarakan Sesuatu
Keshi baru saja selesai membersihkan dirinya dengan mandi air hangat. Pertemuannya dengan Dante membuat gadis itu menjadi kepikiran. Sepupunya itu jarang sekali datang kemari dan bertemu dengan dirinya, jika sampai Dante datang kemari, itu berarti ada sesuatu yang ingin di sampaikan kepada ayahnya.
Sama seperti tiga tahun lalu saat Dante datang ke rumahnya, pria itu datang kemari hanya untuk bertemu dengan ayahnya dan membicarakan sesuatu yang penting yang di mana Keshi tidak pernah tahu itu apa.
Terlihat jelas di wajah ayahnya yang menunjukkan ekspresi kalut dan takut saat tiga tahun lalu. Ingin rasanya Keshi bertanya, tetapi sepertinya itu hal yang tidak di perbolehkan untuk dirinya tahu.
Makan malam saat ini sama seperti beberapa hari lalu, makan malam itu di laksanakan bersama dengan ke lima para penjaga yang baru beserta dengan anggota baru lainnya yaitu Dante.
Keshi berkacak pinggang melihat kursi makannya sudah di duduki oleh Dante yang kini tersenyum lebar kearahnya.
Dante memundurkan kursi di sebelahnya dan mempersilahkan Keshi untun duduk di sebelahnya. “Silahkan duduk di sini, adik kecil.”
Gadis itu menatap bergantian pada ayahnya yang kali ini hanya diam saja.
Mau tidak mau ia mengembuskan napasnya dan berjalan untuk duduk di sebelah Dante. Sedikit kesal karena Keshi tidak bisa duduk berhadapan lagi dengan Luca. Bodyguardnya itu duduk berhadapan dengan sepupunya yang sudah mengambil alih tempat duduk Keshi.
“Ayahmu memang pria yang baik karena selalu memperlakukan para anak buahnya dengan baik.” celetuk Dante.
Keshi tidak mengindahkan celetukan sepupunya, ia membalik piring di hadapannya dan menuang beberapa lauk ke atas piringnya. Setelahnya ia menyuap beberapa potongan daging ke dalam mulutnya sambil mendengarkan perkataan Dante.
“Oh, kamu yang jadi bodyguardnya Keshi ‘kan?” Dante menunjuk Luca dengan telunjuknya.
Orang-orang yang duduk di ruang makan itu menatap bergantian pada Dante dan Luca, tak terkecuali dengan Keshi yang hanya diam menatap keduanya.
“Ini pertama kalinya Keshi memiliki pengawal yang akan menjaganya dari dekat.“
Gadis yang duduk di sebelah Dante hanya bisa mendengkus, masih berusaha untuk menahan dirinya supaya tidak melayangkan beberapa pukulan karena terkadang perkataan Dante suka menyebalkan.
“Adik kecilku ini adalah gadis yang cengeng, jadi jika kamu melihat dia menangis, coba kamu belikan dia es kr…”
Dante menghentikan ucapannya saat merasakan kakinya diinjak kuat oleh seseorang, kepalanya menunduk melihat kolong meja dan mendapati bahwa Keshi baru saja menginjak kakinya.
Pria itu tertawa sambil menatap Keshi lalu bergulir menatap Luca di hadapannya. “Maaf, maaf. Aku malah menghentikan ucapanku dengan tiba-tiba karena tadi aku merasa sehabis di injak oleh semut.”
Keshi mengeratkan pisau steak di tangannya, menahan untuk benar-benar tidak menghajar sepupunya itu.
“Hentikan, Dante.” Rio mengingatkan. Sedari tadi ia hanya bisa diam, tetapi sekarang ia harus mengingatkan kepada keponakan nakalnya itu.
Dante tersenyum kecut, ia mengangguk singkat dan lanjut untuk makan.
Makan malam itu berlangsung selama beberapa menit dengan damai tanpa suara pembicaraan lagi. Keshi menyuap makanannya dengan cepat untuk segera naik ke dalam kamarnya dan tidak ingin berlama-lama lgi bersama sepupunya yang menyebalkan.
“Aku sudah selesai.” Keshi bangkit berdiri dari kursinya.
Mengakibatkan tujuh pria di sana mendongak dan menatapnya.
“Kenapa terburu-buru sekali, adik kecil?” Dante bertanya.
Keshi memincing kesal melihat Dante. “Mengantuk.”
Hanya satu kata itu yang ia ucapkan, setelahnya Keshi segera berjalan keluar dari ruang makan dan menaiki tangga menuju kamarnya.
Rio menghela napasnya melihat kepergian putrinya, matanya menatap tajam pada Dante yang terlihat acuh tak acuh.
“Sampai kapan kamu akan di sini?” pria paruh baya itu bertanya.
Dante menoleh pada pamannya. “Kenapa? Paman tidak suka aku ada di sini?”
Rio mengedikkan bahunya. “Tidak juga,“
“Aku datang kemari karena ada yang harus kita bicarakan tentang musuh dan penembakan pada mobil Keshi beberapa hari lalu.”
Sekejap setelah mendengar itu Rio menatap lekat pada keponakannya. “Apa?”
“Aku menemukan dalangnya.” Dante meraih gelas air di atas meja dan memainkannya dengan memutar gelas tersebut di tangannya.
Rio menatap bergantian pada wajah para anak buahnya. “Temui aku di ruang kerjaku sehabis ini.” ucap pria paruh baya itu sambil bangkit berdiri dan berjalan keluar dari ruang makan.
Dante menaruh gelas yang sempat ia mainkan ke atas meja, matanya yang berwarna cokelat naik untuk menatap pria di hadapannya.
“Luca. Luca. Luca.” Dante Moretti mengucapkan namanya berulang kali sembari menelisik wajah bodyguard baru itu.
Yang mempunyai namanya mendongak dan membalas tatapan Dante, tidak ada ketakutan yang terlintas di kedua mata Luca, membuat Dante menyeringai senang.
“Darimana kamu bisa menggunakan senjata?” tanya Dante, matanya sekilas melirik pada Bowen di sebelah Luca yang hanya dapat menunduk untuk menghabiskan makanannya. “Aku dengar dari Bowen kamu bisa menembak mereka tepat sasaran.” lanjut Dante.
Luca membuka mulutnya, bersiap akan menjawab pertanyaan Dante. Tetapi Dante menyela dan mengatakan, “aku membaca riwayat kehidupanmu, kamu tidak mempunyai daftar hitam, tetapi mengapa kamu langsung bisa menggunakan senjata?”
“Saya sudah berlatih selama ini.” jawaban Luca malah membuat Dante berdecih, tidak segera mempercayai ucapan bodyguard itu.
“Hanya karena itu? Kamu berlatih di mana? Kamu bahkan baru bekerja di sini selama beberapa hari dan Rio mengizinkan kalian untuk memegang senjata, tetapi belum melatih kalian menembak.” ucap Dante dengan nada datar.
Luca memandang pria di hadapannya dengan kedua alis yang menukik rendah. “Bukan hanya saya saja yang sudah mampu menggunakan senjata, Bowen sama seperti saya.”
Dante mengangkat alisnya, ia mengalihkan tatapannya kearah pria di sebelah Luca yang baru saja terperanjat kaget karena namanya di sebut.
“Kamu juga bisa?” tanya Dante.
“Ya…saya mantan seorang tentara bayaran.” ucap Bowen dengan nada bergetar gugup.
Dante mendengkus, ia menyugar rambutnya ke belakang seraya bangkit berdiri. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada ke lima pria di sana, Dante segera berjalan menaiki tangga menuju ruang kerja pamannya.
Pria itu meninggalkan kelegaan pada keempat penjaga di sana.
“Jadi itu keponakan Tuan Sanchez?” Rick bertanya dengan nada semangat.
Bowen berdecak dan mengedikkan bahunya. “Seperti yang kamu lihat. Aku sudah selesai makan.” pria itu beranjak bangun dan langsung berjalan keluar dari mansion tanpa menunggu rekannya yang lain.
“Aku juga. Terima kasih atas makanannya.” mereka ikut beranjak dan mengucapkan tanda terima kasih pada beberapa pelayan yang datang untuk membersihkan meja makan.
...\~\~\~...
“Paman.” Dante mendorong pintu ruang kerja Rio dan melenggang masuk begitu saja.
Mata pria itu mendapati pamannya sedang menulis sesuatu di atas meja.
“Mari kita bicarakan tentang musuh dan penembak itu.”