Miko seorang Psikiater menangani seorang pasien wanita dengan gangguan mental depresi. Tetapi dibalik itu ternyata ada seorang Psikopat yang membuatnya menjadi depresi.
Ketika pasien tersebut ternyata bunuh diri, sang Psikopat justru mengejar Miko.
Hari-hari Miko menjadi berubah mencekam, karena ternyata psikopat tersebut menyukainya.
Setelah menghadapi si psikopat ternyata ada sisi lain dari pria ini.
Bagaimana Miko menghadapi hari selanjutnya dengan sang Psikopat?
Yuk simak kisahnya di cerita Othor. Ada beberapa plot twist-nya juga loh..yang bikin penasaran...
Jangan lupa dukungannya ya man teman...
Oiya, di cerita ini ada adegan mengerikan, ****** ****** dan kata2 'agak gimana yah'
Jadi buat dek adek yg rada bocil mending skip dulu yah....maap ya dek...
Mohon bijak dalam membaca...
*Salam hangat dari othor*
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yurika23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12 - Helena
“Ya, sayang. Aku sudah tidak sabar ingin bertemu denganmu. Bagaimana? Bisa kan kau menjemput ku sekarang?”
“Sebenarnya aku agak sibuk. Bagaimana jika supirku yang menjemput?”
“Supir? Tidak! Aku ingin kau yang datang, Morino. Apa kau tidak rindu padaku? Aku sengaja pulang untukmu. Sudah lama aku menantikan ini. Kenapa kau sulit sekali meluangkan waktu untukku? Kau malah menyuruh supir! Aku … …”
Morino menjauhkan ponsel dari telinganya. Begitulah Helena jika sudah kesal. Bisa sampai satu jam lamanya ia akan mengomel.
Morino menghela nafas panjang dan kasar.
“Ya, ya. Baiklah. Aku akan menjemputmu. Kau tunggu disana!” Morino langsung menutup telponnya.
“Ck! Menyusahkan saja. Kenapa dia harus pulang disaat seperti ini. Sial!” umpat Morino terlihat kesal.
Sebelum pergi, Morino memandang sesaat ke rumah Miko. ‘Aku akan kembali, Miko’.
Helena tak henti-hentinya memegang lengan Morino di dalam mobil. Morino yang tampak tidak nyaman hanya diam, dingin seperti biasanya.
Mereka duduk di kursi belakang sedan mewah milik Morino. Supir dengan tuxido dan sarung tangan putih memegang kemudi dengan sesekali melirik ke kaca spion di atasnya kearah Helena.
“Sayang, aku turut berduka atas kematian istrimu. Kau tidak perlu khawatir, aku akan membuatmu tidak lagi merasa kesepian” ucap Helena percaya diri.
“Aku tidak merasa kesepian” kata Morino agak ketus.
“Morino, ayolah! Sikapmu tidak pernah berubah dari dulu. Selalu dingin seperti ini padaku” ucap Helena yang kepalanya mulai bersandar pada pundak pria itu.
“Kau yang terlalu manja. Hentikanlah, Lena” ucap Morino risih.
“Aku tidak akan berhenti merayumu, sampai kau bersedia menjadi suamiku” tukas Helena berani.
Morino langsung memandang kearah Helena yang wajahnya tidak terlihat karena memendam di pundak pria itu..
“Lena, sudah lupakan saja pertunangan kita. Itu sudah lama dan sudah tidak berlaku lagi” ujar Morino setengah kesal.
“Enak saja. Itu masih berlaku untukku”
‘Cih!’ Morino kemudian membuang wajah ke arah kaca jendela. Wanita ini terlalu percaya diri, pikir Morino.
Helena, memang wanita dengan kecantikan yang menggoda. Ia adalah artis papan atas di Negeri tetangga. Namun sedari dulu semenjak orang tua Helena dan Kakek Morino bersahabat dan berniat menjodohkan dua insan ini, Morino tidak sedikitpun tertarik pada Helena. Entah karena sikap Helena yang terlalu manja, atau terlalu berani untuknya. Yang jelas Morino selalu menghindarinya.
“Kau akan chek in dimana? Biar kuantar. Setelah itu aku langsung pulang” tanya Morino sesaat.
“Chek in? Sayang, aku akan bermalam dirumahmu. Itu yang Ayahku pesankan padaku” protes Helena.
“Tidak! Aku akan memesankan kamar untukmu di Hotel langgananku” tukas Morino.
Morino sudah akan mengetik jemari di ponselnya untuk memesan kamar.
Helena buru-buru mengambil ponsel milik Morino.
“Aku tidak ingin tidur di Hotel. Beri aku kesempatan bersamamu satu malam saja!” paksa Helena.
“Helena! Kau bisa mencari pria lain di luar sana! Bukankah kekasihmu juga banyak. Aku sedang tidak ing-”
Tiba-tiba Helena mencium bibir Morino. Tangan sebelahnya memegang sesuatu dibawah sana milik pria itu, meremasnya perlahan membuat tubuh Morino sedikit menegang.
Morino mendorong pelan pundak Helena, memutus tautan bibir wanita itu yang tengah bergairah. berusaha menghindarinya. “Lena, tolonglah. Aku sedang tidak ingin seperti ini. Sudahlah!”
Helena merajuk mendelik menatap pria di depannya. Kemudian ia diam dan memalingkan wajahnya ke kaca mobil.
“Kita ke Hotel Prixons” perintah Morino pada supir.
Malam berikutnya, Morino kembali memantau Miko dari atas rumah tua.
Morino seolah menikmati kegiatannya memantau wanita yang menjadi incarannya saat ini. Sebenarnya mudah saja bagi Morino untuk menculik atau mendatangi wanita itu langsung. Namun ia belum menginginkan hal seperti itu. Morino memiliki kenikmatan dan kepuasan tersendiri dengan memantau aktifitas Miko dari kejauhan. Pria itu terkadang tertawa sendiri ketika membuat wanita itu ketakutan, atau melihat ekspresi Miko yang kaget ketika kelakuan Morino menjadi sebuah kejutan untuk Miko. Ia benar-benar menikmati suasana pengintaian itu.
Selain memantau dari kejauhan. Diam-diam Morino juga memasang CCTV tersembunyi dibeberapa ruangan di rumah baru Miko. Tak sulit untuknya memasuki rumah Miko ketika wanita itu pergi.
Morino menyambungkan CCTV di rumah Miko ke handphone miliknya. Ia bisa memantau Miko kendati tengah bekerja atau ketika di pengadilan.
* * *
Di sebuah ruang pertemuan sebuah kantor. Morino berada di balkon gedung lantai dua puluh lima. Ia tengah rehat dari rapat besar antar Investor dan para pengusaha kelas atas. Beberapa orang penting yang juga sedang istirahat terlihat lalu lalang mengisi waktu rehat mereka. Ada yang memakan kudapannya, ada juga yang berbincang santai.
Morino, pria itu terlihat sedang tersenyum sendiri melihat handphonenya. Ia melihat kelakuan Miko yang menurutnya menggemaskan bersama Marble.
Miko saat itu tidak menyadari jika dirinya tengah di pantau oleh Morino dengan CCTV tersembunyi. Dokter cantik itu memakai terusan kaos berwarna pink muda sebatas lutut. Kaos yang dikenakan agak membentuk tubuhnya, hingga sedikit menggoda. Rambutnya indah digerai, ia sedang menggoda Marble di sofa mungil miliknya.
‘Dia sangat menggoda dengan pakaian itu’ batin Morino sambil tersenyum.
Tiba-tiba seorang wanita berpenampilan berkelas mendekatinya.
“Sepertinya seru sekali yang sedang anda lihat, Tuan Morino?” sapa wanita itu.
Morino yang tersentak kaget buru-buru menyembunyikan ponselnya.
“Nyonya Cylia?” sapa Morino sedikit gugup sambil menatap wanita itu.
Ciylia, Wanita dengan kekayaan yang melimpah. Kekayaannya dua kali lipat dari Morino. Sudah lama ia menyukai Morino tapi Morino selalu bersikap dingin padanya. Ia sudah bersuami, namun suaminya sering bermain wanita hingga ia tidak lagi memperdulikan suaminya dan mencari kesenangan sendiri.
Wanita itu menggeser kursi kosong yang ada disana.
“Boleh aku duduk disamping anda?” tanya wanita itu dengan anggun.
“Ah, ya. Silakan. Tapi rapatnya sebentar lagi akan dimulai, bukan?” ucap Morino.
“Ya. Tapi bukankah kita yang menentukan rapat itu. Kita adalah jajaran tertinggi, Tuan Morino” Wanita itu mengeluarkan rokok dari dalam tasnya. Tak berapa lama ia menyalakan dan menghisapnya.
“Ya, aku tahu” Morino menunduk menghindari kontak mata dengan wanita itu.
“Tuan Morino. Apa kau ada waktu malam nanti? Aku ada pesta kecil-kecilan di kapal pesiarku. Apa kau mau datang sebentar untuk ikut memeriahkan?” tawar wanita itu di sela asap tipis dari bibirnya.
“Maaf Nyonya Cylia. Bukan aku menolak, tapi sepertinya aku agak sibuk nanti malam. Mungkin kau bisa mengajak yang lain untuk penggantiku. Maaf, tapi sepertinya rapatnya akan dimulai” Morino berdiri dari duduknya dan langsung kembali ke ruang rapat.
Wanita itu sendiri di luar balkon, menghempaskan kasar asap rokoknya sambil memincingkan matanya. ‘Hah, pria itu memang benar-benar sulit di sentuh’