NovelToon NovelToon
Pawang Hati, Arjuna Hukum

Pawang Hati, Arjuna Hukum

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Teen School/College / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Romansa / Slice of Life
Popularitas:48.1k
Nilai: 5
Nama Author: Realrf

Fakultas peternakan x Fakultas Hukum

Nyambung nggak jelas ngak Nyambung bangetkan, bau sapi sama tumpukan undang-undang, jelas tidak memiliki kesamaan sama sekali. Tapi bagaimana jika terjalin asmara di dalam perbedaan besar itu, seperti Calista Almaira dan Evan Galenio.

Si pawang sapi dan Arjuna hukum yang menjalin hubungan dengan dasar rasa tanggung jawab karena Evan adalah pelaku tabrak lari kucing kesayangan Calista.
Kamu sudah melakukan tindak kejahatan dan masih bertanya kenapa?" Calista sedikit memiringkan kepala menatap Evan dengan tidak percaya, laki-laki yang memakai kaos putih itu pun semakin bingung.

"Nggak usah ngomong macen-macem cuma buat narik perhatian gue, basi tau nggak!" Hardik Evan emosi.

"Buat apa narik perhatian pembunuhan kayak kamu!"

Beneran kamu bakal ngelakuin apapun?" Tanya Calista yang gamang dan ragu dengan ucapan Evan.

Evan mengangguk pasti.

"Hidupin joni lagi bisa?"

"Jangan gila Lu, gue bukan Tuhan!" sarkas Evan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dirawat

Setelah meminta Rian dan Bobby menjaga Calista Evan pun berangkat ke titik lokasi yang sudah di kirimkan oleh Bibi Calista. Dengan rasa kesal yang memuncah Evan memacu laju motornya dengan kecepatan tinggi. tepat sebelum POM tempat dimana Evan menjemput dan mengantarkan Calista pulang dia berbelok kearah kanan. Jalan yang cukup ramai dengan lampu temaran darii rumah-rumah warga yang padat berjajar. Motor Eva berhenti tepat setelah melewati bangunan besar yang kemungkinan adalah pabrik atau gudang,Evan tidak terlalu memperhatikannya.

Yang menjadi perhatian Evan sekarang adalah tempat dimana dia berhenti. Teras sebuah rumah makan padang dengan tembok warna merah dan kuning, tapi lebih dominan warna kuning, disana juga ada sebuah mobil berwarn putih yang terparkir . Tak lama kemudia pintu harmonika terbuka seorang wanita paruh baya yang memakai daster keluar, berjalan ke arah Evan dengan tangan yang terlipat didada. Mata wanita itu menetap remeh pada Evan yang duduk di motornya.

"Kamu langganan Calista yang menerima telepon ku tadi?" tanya wanita itu dengan nada mengejek.

Evan mengambil nafas dalam, berusaha meredam emosi yang kembali naik kepermukaan. Rasanya malas sekali menyahuti ucapan wanita ini, Evan pun hanya mengangguk kecil. Seringai jijik jelas wanita itu perlihatkan setelah Evan mengangguk.

"Ambil barang Jalang itu, najis aku sentuh barang dia," ujar Halimah dengan raut wajah yang meremehkan.

"Dimana saya harus mengambilnya," untuk kali pertama Evan mengeluarkan suaranya.

"Buka helm kamu, lalu ikut saya masuk," perintah Halimah.

Evan pun menurut tanpa banyak bicara, dia hanya ingin segera mengambil barang-barang Calista dan pergi dari tempat ini secepatnya. Setelah melepaskan helmnya Evan mengikuti langkah wanita paruh baya iyu masuk. Mereka naik ke lantai dua, langkah Halimah berhenti di pintu kayu usang dengan warna coklat tua yang sudah pudar.

"Ambil semuanya, pastikan tidak ada yang tertinggal. Saya tidak mau rumah makan saya ini tercemar dengan kelakuan bejat gadis tidak tahu malu itu!" tegas Halimah,ia kemudia melenggang pergi begitu saja.

Evan menatap pintu itu sejenak, dengan ragu ia memutar knop pintu yang ada di hadapannya. Tangan Evan mengenggam kuat knop pintu yang masih ia pegang, mata pria itu memejam sejenak menahan gemuruh yang semakin memuncah melihat keadaan setelah pintu itu ia buka.

Selembar kasur tipis berwarna biru terhampar di lantai dengan di alasi kardus, tak ada lemari sebagai gantinya baju-baju tertumpuk rapi dalam satu kardus yang cukup besar, di samping kardus itu ada kardus lain tempat buku-buku di letakkan di meja kecil tertata rapi beberapa botol skincare dan alat make up. Sekantong pakan kucing yang tinggal separuh tergeletak di samping meja kecil itu. Kamar itu rapi walau berukuran kecil.

"Udah berapa Lu tinggal di sini Ca?" gumam Evan menahan kesal.

Evan langsung bergerak, ia mengambil semua skincare dan make up yang ada di meja lalu memasukkannya ke kadus yang berisi baju, sementara pakan kucing ia masukan ke dalam kardus buku. Hanya dua kardus itu semua barang milik Calista. Tak ada yang lain.

"Meow, meow."

Atensi Evan teralih kearah jendela kaca, seekor kucing calico duduk diluar balkon kecil seperti menunggu di bukakan. Evan berjalan mendekati jendela dan mengeser jendela kaca itu agar si kucing bisa masuk.

"Lu Jono?"

Kucing liar bertubuh gembul itu mengeong menatap Evan dengan mata bulatnya.

"Lu ikut gue kalau mau ketemu Caca." tanpa menunggu respon Jono Evan mengangkat dua kardus itu lalu turun ke lantai bawah. Evan melewati Halimah yang duduk dengan mata awas mengamatinya, Evan sungguh tidak ingin berinteraksi dengan wanita bermulut ular itu.

Evan cukup terkejut melihat si Jono yang ternyata mengikutinya. Dengan membawa dua kardus dan seekor kucing liar berwarna Calico Evan kembali ke apartemennya.

Malam ini begitu hening, Evan yang selesai mengerjakan tugasnya setelah kembali setelah mengambil barang-barang Calista tertidur di sofa. Jono juga sudah tidur di kandang yang Evan beli, lebih tepatnya Evan menyuruh Bobby membelinya. Sementara Calista masih terbaring di sofa yang sama. Wajahnya pucat, tubuhnya menggigil, dan napasnya tersengal pelan.

Rintihan pelan keluar dari mulut mungilnya. Evan membuka matanya yang masih berat, tidurnya terganggu dengan rintih kesakitan Calista. Evan berusaha menyadarkan dirinya, dengan langkah sempoyongan Evan mendekati sofa tempat Calista berbaring.

"Ca, ada yang sakit?" tanya Evan dengan raut wajah khawatir.

"Nggak apa-apa." Namun, kini keadaannya jauh dari kata baik-baik saja.

Evan segera mendekatinya, menyentuh dahi Calista dengan punggung tangannya. Panas. Panas sekali. Dia langsung panik, meski mencoba menyembunyikan kegugupannya.

"Ca, bangun. Buka mata Lu," bisiknya pelan, berusaha menggoyang-goyangkan tubuh gadis itu. Tidak ada jawaban, matanya pun masih terpejam, hanya keluhan kecil yang lirih keluar dari mulut Calista.

Tanpa pikir panjang, Evan mengangkat tubuhnya. Tubuh Calista terasa ringan di pelukannya, tapi beban di dadanya begitu berat. Evan menggeretakkan rahang, menahan rasa khawatir yang kian mencekik. Selama ini, Calista selalu menjadi sumber kehangatan di hidupnya—selalu cerewet, selalu riuh. Tapi kini? Gadis itu terlihat rapuh, seolah bisa hancur kapan saja.

Evan menelfon Bobby dan Rian, meminta mereka untuk menemaninya mengantarkan Calista ke rumah sakit.

"Ini ke rumah sakit mana?" tanya Rian yang sedang menyetir.

"Aelah, mana aja Yan. Pokonya ada Rumah sakit Lu langsung belok masuk," sahut Bobby yang duduk di sampingnya.

Di perjalanan menuju Rumah sakit Evan hanya diam menatap cemas Calista yang bersandar lemah di bahunya. Ia menggenggam tangan dingin gadis itu dengan kuat, seolah sedang berkata, Aku di sini. Jangan pergi ke mana-mana. Jantungnya berdegup kencang—bukan karena khawatir saja, tapi juga karena ia mulai menyadari sesuatu yang selama ini ia abaikan.

Sesampainya dirumah sakit Calista langsung mendapatkan penanganan di UGD. Evan dan dua sahabatnya yang terus setia menemani Evan menunggu di bangku pengunjung.

"Lu yang tenang Van, Calista pasti baik -baik aja kok," tutur Bobby dengan menepuk pelan bahu Evan.

Evan hanya diam, pikirannya begitu penuh dan berkecamuk.

"Keluarga Calista Almaira!" panggil seorang suster, Evan pun bangkit dan menghampiri suster itu.

"Mari, Dokter ingin bicara dengan Anda."

Evan hanya mengangguk dan mengikuti langkah suster itu. Evan duduk di depan meja administrasi, dimana dokter yang menangani Calista sudah duduk berseberangan dengannya. Pria paruh baya berjas putih itu melepaskan kacamatanya setelah membaca hasil lab dan hasil pemeriksaan Calista.

"Pasien mengalami asam lambung yang cukup parah. Kemungkinan karena terlalu lelah dan sering telat makan," ujar dokter setelah memeriksa Calista di ruang IGD.

 Kata-kata itu menusuk Evan. Padahal selama ini Calista selalu memperhatikan Evan, bahkan menyuapkan makan untuknya saat Evan terlalu sibuk, tapi bagaiman bisa gadis bawel itu lupa dengan dirinya sendiri.

"Apa harus di rawat Dok?"tanya Evan.

"Ya, minimal pasien harus di rawat 2 hari atau sampai kondisinya membaik," jawab dokter itu.

"Baik, Dokter. saya mengerti."

"Apa boleh saya menemui pasien?"

"Silahkan, pasien juga sudah sadar."

"Kalau begitu saya permisi." Dokter itu pun mengangguk.

 Langkah gontai Evan membawanya ke brankar tempat Calista ditangani. Dengan lemah ia menyibakan tirai dan berjalan mendekati sang pacar. Ia menunduk, menggenggam tangan Calista yang kini terpasang selang infus. Evan marah, Evan kesal pada dirinya sendiri. Ia merasa gagal. Gagal menjaga seseorang yang diam-diam telah menjadi bagian penting dalam hidupnya.

Saat itu, Calista mulai membuka matanya perlahan. Evan langsung mencondongkan tubuhnya.

 "Ca, gue di sini," katanya pelan, suaranya serak.

Calista tersenyum kecil, meski wajahnya masih lemah.

"Epan kenapa? kok wajahnya ditekuk gitu. Aku cuma… kecapean, aku nggak apa-apa."

"Jangan bercanda." Nada suara Evan berubah. Ia menggenggam tangan Calista lebih erat.

"Gue nggak abis pikir, lu udah kayak gini sampai harus di infus dan masih bisa bilang lu nggak apa-apa. Maksud lu apa ngingetin gue makan merhatiin gue makan sayur atau nggak tapi lu ... lu lupa masa diri lu sendiri Ca."

Calista menatapnya dalam. Ada yang lain dari nada Evan bicara, sesuatu di sana, sesuatu yang membuat hatinya bergetar, meski tubuhnya masih lemah.

"Ca," Evan melanjutkan, suaranya lebih lembut.

"Tolong jangan kayak gini… jangan nyakitin diri lu kayak gini lagi, gue nggak mau liat lu sakit."

Calista tidak menjawab. Ia hanya menatap Evan dengan mata berkaca-kaca, kemudian tersenyum kecil. Meski lemah, senyuman itu terasa begitu hangat. Di antara tatapan mereka yang hening, Evan merasakan sesuatu tumbuh di dadanya—rasa yang begitu besar, lebih besar dari sekadar rasa peduli.

1
mom's Vie'
ibu kos mu dah gk menerima kamu, Ca.... dah... nurut aja dulu ma Epan... jan bandel ye....
D'kurnia Sharma
jodoh yg ayahnya Evan cari ternyata Calista karena ibunya Calista udah berjasa dalam menyelamatkan nyawa ibunya Evan yg sudah mendonorkan jantungnya
Jasmine
Wahhhh keluarga bahagia 😍😍
gak nyangka kalian udh pada punya buntut wkwk kalo ngumpul makin rame makin kocakk pastinya
Happy ending yg no kaleng kaleng ini mah . terimakasih sudah menyuguhkan cerita yang super berkesan ini, love you author 😘😘
Jasmine
Wow terharuu perkenalan yg singkat yg penuh makna dan perjalanan yg sangat tidak mudah terutama buat Caca. Sukses semangat selalu kalian 🥰🥰
Fabya07
yang sabar Ca,, suatu saat kamu pasti bisa bahagia tanpa bantuan bibimu
Fabya07
duhh kasian Elisabeth sampai harus kehilangan anak pertama nya
Risty Hamzah
Aduuuuhhh bumil ngidam nya aneh banget sih
Risty Hamzah
Pengen juga dong di cintai secara ugal-ugalan 😁
mom's Vie'
si bibi memang gk punya hati... inget lo, bi.... kamu juga punya anak perempuan.... apa yg kamu ucapkan ke Calista.... bisa² justru terjadi ke anakmu...
mom's Vie'
kalah juga akhirnya badanmu, Ca....
lelah semua..... tp kamu gk mau membebani orang2 yg kamu sayangi
Risty Hamzah
Ahhh sweeet nya ibu negara dan bapak negara bikin iri aja
mom's Vie'
cari tau lagi tentang Calista dong, Evan.... masa udah gk penasaran lagi....
Risty Hamzah
Ahhhh senengnya akhirnya kalian berdua sah resmi jadi suami istri
mom's Vie'
cieee.... Epan salting.... /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Risty Hamzah
Akhirnya ya van lu ngerasa plong beban yang lo pikul sirna
Risty Hamzah
Mulia sekali keluarga nya Caca, ibunya rela mendonorkan organ tubuh nya dan bapaknya rela membantu Adiknya membangun rumah makan
mom's Vie'
astagaaaa.... gk punya hati bibi dan sepupunya..... Kasiaan kan, Calista... mana dia gk pernah ngeluh pula.....
sabar ya, Ca....
Risty Hamzah
Sungguh alur yang sangat mengejutkan
Risty Hamzah
Gk kebayang jadi Calista ngadepin bapaknya si Evan yg super tegas pasti dag dig dug tuh
mom's Vie'
berulah lagi.... berulah lagi...
di suruh menjaga, mendengarkan kalo ada suara².... malah telinga di sumpelin... gimana mau denger....
sukuriiiin.... skrg gk ada yg membela kamu, Gab... nikmati sanksi mu....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!