NovelToon NovelToon
My Crazy Daughter

My Crazy Daughter

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Balas Dendam / Identitas Tersembunyi
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Matatabi no Neko-chan

Setelah diadopsi Verio, kehidupan Ragna berubah. Apalagi saat mendapat ingatan masa lalunya sebagai putri penjahat yang mati akibat penghianatan.
Memanfaatkan masa lalunya, Ragna memutuskan menjadi yang terkuat, apalagi akhir-akhir ini, keadaan kota tidak lagi stabil. Bersama Verio, mereka memutuskan menuju puncak dalam kekacauan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Matatabi no Neko-chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

Ragna duduk lesehan di atas karpet ruang tamu, kedua kakinya berselonjor nyaman di pangkuan Verio. Namun, sorot matanya tampak kosong, melayang entah ke mana. Wajahnya yang biasanya penuh percaya diri kini dihiasi ekspresi yang sulit ditebak, membuat Verio diam-diam menatapnya dengan cemas.

"Kau masih memikirkan kejadian tadi?" tanya Verio, mencoba memecah keheningan. Nada suaranya pelan, seperti seorang ayah yang takut membebani anaknya dengan pertanyaan.

"Hmm?" Ragna tersentak kecil dari lamunannya. Dia menoleh dan tersenyum tipis. "Tidak juga, Pa. Aku justru merasa lega sekarang. Senang rasanya akhirnya keluar dari sekolah itu."

Verio menatap gadis itu lebih lama kali ini. Meski dia mencoba tersenyum, Verio bisa melihat ada sesuatu yang disembunyikan di balik matanya. Akhir-akhir ini, putrinya sering terlihat murung setiap kali pulang sekolah. Dan baru tadi pagi, dia akhirnya tahu alasan di balik itu semua—gunjingan, kecemburuan, dan perilaku buruk dari orang-orang di sekitarnya.

Ragna selalu menjadi pusat perhatian. Parasnya yang menawan dan kecerdasannya yang jauh di atas rata-rata membuat banyak orang iri, bahkan membencinya. Verio tahu, kelebihan putrinya itu adalah pedang bermata dua—keindahan yang sekaligus bisa menjadi ancaman bagi dirinya sendiri.

Verio menarik napas panjang sebelum berkata, "Ragna, jangan pendam semuanya sendirian. Apa pun yang kau alami, kau bisa menceritakannya padaku. Kita ini keluarga, kan?" Suaranya penuh ketulusan, jauh dari nada sarkastis yang biasa dia gunakan.

Ragna menatap pria itu sejenak, terdiam. Lalu, perlahan senyum kecil muncul di wajahnya—senyum yang tulus. "Terima kasih, Pa. Kupikir kau akan marah karena aku keluar dari sekolah itu."

Verio mengusap puncak kepala Ragna dengan lembut, sesuatu yang jarang dia lakukan. "Marah? Tentu saja tidak," ujarnya dengan nada serius namun lembut. "Kau sudah melakukan apa yang harus dilakukan. Lagipula, tidak ada yang salah dengan melindungi dirimu sendiri."

Tanpa berpikir dua kali, Ragna bergerak maju dan memeluk Verio erat. Pelukan itu sederhana, namun penuh makna. Baginya, Verio adalah segalanya—seorang ayah yang sempurna meskipun sering berbicara dengan nada sarkastis yang khas.

"Terima kasih, Pa," bisiknya pelan, suara yang hampir tidak terdengar.

Verio tidak menjawab. Dia hanya membalas pelukan itu sambil menatap langit-langit ruangan, mencoba menyembunyikan emosi yang perlahan merayapi dadanya. Baginya, melindungi Ragna adalah tugas utama yang tidak akan pernah dia abaikan, apa pun yang terjadi.

🐾

Verio menemui Ragna di halaman belakang. Gadis itu tengah jongkok sambil memegang granat dummy, mempelajari teknik melemparnya dengan serius.

Verio menghela napas panjang, menatap putrinya dengan tatapan penuh kekhawatiran bercampur lelah. "Apa itu di tanganmu, Ragna?"

"Granat, Pa. Aku sedang mencoba teknik baru melempar ke arah musuh sambil salto," jawab Ragna santai tanpa menoleh.

Verio menatapnya dengan wajah datar. "Kau tahu itu bukan mainan, kan? Kau mau bunuh diri atau hanya ingin membuatku stres?"

Ragna mendongak dan terkekeh kecil. "Tenang, Pa. Ini cuma dummy. Aku nggak sebodoh itu."

Verio melipat tangan di dada, tatapannya semakin tajam. "Latihan? Kalau salah lempar, kau bisa menghancurkan dapur kita."

"Tapi dapur kita kan memang butuh renovasi," sahut Ragna ringan, sambil mengangkat granat dummy itu seolah itu solusi cerdas. "Jadi aku hitung-hitung membantu, kan?"

Verio menatapnya lama, mencoba mencari sisa-sisa logika di ucapan anaknya. Akhirnya, dia menghela napas panjang lagi dan berkata dengan nada sarkastis, "Kau berhasil membuat logika kriminal terdengar masuk akal. Baiklah, aku akan ambil popcorn kalau kau betulan renovasi dapur pakai bom."

Ragna terkikik, puas melihat ayahnya menyerah menghadapi tingkahnya.

Ragna tersenyum jahil sambil memutar granat dummy di tangannya. "Papa harus percaya, kalau aku punya bakat di bidang ini. Siapa tahu suatu hari aku bisa jadi penjinak bom."

Verio mengangkat alisnya, menatap gadis itu dengan penuh skeptisisme. "Penjinak bom? Dengan cara ini? Kau lebih mirip seseorang yang malah menyalakan bom untuk 'iseng'."

Ragna pura-pura terkejut, menatap Verio dengan ekspresi dramatis. "Wah, Papa meremehkanku, ya? Aku ini multitalenta. Siapa tahu aku bisa jadi penjinak bom terbaik di dunia!"

Verio menggeleng pelan, mencoba menahan senyum yang nyaris muncul. "Multitalenta dalam membuatku jantungan mungkin."

Mereka terdiam sejenak, angin malam menerpa lembut halaman belakang. Ragna menatap granat dummy itu, lalu berkata dengan nada yang lebih serius, "Papa, kalau suatu hari nanti aku harus melindungi diri sendiri... aku harus tahu caranya, kan?"

Verio, yang awalnya berniat menggoda lagi, justru terdiam mendengar kalimat itu. Dia mendekati Ragna, berjongkok di sebelahnya. "Kau nggak perlu melindungi dirimu sendiri, Ragna. Itu tugasku. Tugasku memastikan kau nggak pernah berada dalam situasi seperti itu."

Ragna menoleh, tersenyum tipis. "Papa nggak bisa selalu ada, kan? Dunia ini nggak sebaik itu."

Verio menatap putrinya lama, sebelum akhirnya menghela napas dan mengusap rambutnya. "Dengar, kau memang perlu belajar melindungi diri. Tapi bukan dengan cara yang membuatku bertambah tua sepuluh tahun setiap kau pegang sesuatu seperti ini. Setidaknya, mulai dari sesuatu yang... aman. Misalnya, belajar bela diri dulu."

Ragna tertawa kecil. "Baiklah, Pa. Tapi jangan salahkan aku kalau suatu hari aku lebih jago dari Papa."

Verio berdiri sambil tersenyum kecil, mengulurkan tangannya untuk membantu Ragna berdiri. "Kalau itu terjadi, aku akan bangga... dan mungkin sedikit khawatir."

Ragna menggenggam tangan ayahnya, berdiri, lalu menyimpan granat dummy itu di tempat aman. Meski penuh candaan, percakapan mereka malam itu meninggalkan rasa hangat di hati Ragna. Setidaknya, dia tahu Verio akan selalu berada di sisinya, apa pun yang terjadi.

Verio membawa Ragna ke pusat kebugaran dengan langkah santai, namun wajahnya penuh keseriusan. Begitu mereka selesai mengganti pakaian, keduanya berdiri sejajar di atas matras latihan.

"Aku akan mengajarimu beberapa teknik bela diri dasar. Ini penting untuk pertahanan dirimu," ucap Verio dengan nada serius.

Ragna mengangguk antusias. "Aku siap, Pa. Tunjukkan apa yang bisa kau lakukan!"

Verio tersenyum tipis mendengar nada percaya diri putrinya. Ia mulai dengan memperagakan gerakan dasar, seperti posisi bertahan, cara menghindar, dan beberapa pukulan sederhana. "Fokus pada keseimbanganmu. Pertahanan yang baik dimulai dari pijakan yang kuat," jelas Verio sambil memegang bahu Ragna untuk memperbaiki posisinya.

Ragna mengikutinya dengan serius, meski gerakannya terlihat agak kaku. Beberapa kali ia kehilangan keseimbangan, membuat Verio menghela napas. "Jangan terlalu tegang, Ragna. Kau seperti robot. Kendalikan tubuhmu, jangan biarkan tubuhmu mengendalikanmu."

Mereka melanjutkan latihan hingga tiba waktunya untuk sparing. Verio mengambil posisi bertahan, memberi isyarat pada Ragna untuk menyerang.

"Ayo, tunjukkan apa yang kau pelajari," tantang Verio.

Ragna maju dengan percaya diri, mencoba menyerang dengan kombinasi gerakan yang baru saja diajarkan. Namun, Verio dengan mudah menghindar dan memblokir setiap serangannya, membuat gadis itu frustrasi.

"Kenapa kau bisa menghindar terus, Pa?! Aku merasa seperti meninju angin!" gerutu Ragna, menyeka keringat di dahinya.

Verio tertawa kecil. "Itu karena kau terlalu terburu-buru. Perhatikan gerakanku, cari celah. Tidak ada gunanya menyerang secara membabi buta."

Ragna mengangguk, mencoba memahami. Ia mulai memperhatikan pergerakan Verio dengan lebih seksama, menyesuaikan serangan dan bertahan. Meski masih kaku, ia mulai berhasil membaca pola gerakan ayahnya. Sebuah pukulan tipis akhirnya berhasil menyentuh bahu Verio, membuat pria itu tersenyum puas.

"Bagus. Itu baru permulaan, tapi kau sudah mulai memahami ritme. Dengan latihan rutin, kau akan semakin baik."

Ragna tersenyum lebar meski napasnya terengah-engah. "Aku akan terus latihan, Pa. Tapi awas saja kalau aku nanti lebih jago darimu!"

Verio mengacak rambut Ragna dengan lembut. "Kalau itu terjadi, aku akan pensiun dengan bangga."

Malam itu, meski kelelahan, Ragna merasa puas. Ia belajar sesuatu yang baru, dan lebih dari itu, ia merasa semakin dekat dengan Verio, sosok ayah yang selalu mendukung dan melindunginya.

1
Listya ning
kasih sayang papa yang tulus
Semangat author...jangan lupa mampir 💜
Myss Guccy
jarang ada orang tua yg menujukkan rasa sayangnya dng nada sarkas dan penuh penekanan. tp dibalik itu semua,, tujuannya hanya untuk membuat anak lebih berani dan kuat. didunia ini tdk semua berisi orang baik, jika kita lemah maka kita yg akan hancur dan binasa, keren thor lanjutkan 💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!