Kinara Wirasti seorang wanita berusia 55 tahun, bertemu dengan kekasihnya di masa lalu yang bernama Anggara Tirta pria seumuran dengannya. Ternyata Anggara adalah mertua dari anaknya. Bagaimana kisah cinta mereka? Akankah bersatu di usia senja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 Tidak Bertemu
Untuk beberapa hari kedepan Kinara memutuskan tidak akan bertemu atau menemui Anggara, agar hubungannya tetap aman tanpa ada yang mengetahui.
"Pulang, Mas. Aku ingin sendiri untuk beberapa hari saja," ucap Kinara.
Anggara menganggukkan kepalanya, tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Ia langsung mengendarai mobilnya menuju ke rumah, untuk beristirahat.
Di rumah sendiri, hanya dengan seorang asisten rumah tangga membuat Anggara kesepian. Ia meminta orang kepercayaannya datang ke rumah.
"Awasi wanita ini! Jangan sampai ada laki-laki manapun yang mendekatinya!" Anggara menunjukkan sebuah foto ke orang itu.
"Baik, Tuan." Orang kepercayaannya memiliki banyak anak buah, jadi sangat mudah menjalankan perintah.
"Setiap hari kirimkan foto untukku," pinta Anggara.
Orang itu kemudian pergi meninggal rumah Anggara, dan segera menjalankan tugasnya.
Keesokannya, Kinara merasa sedih. Harus menahan diri untuk tidak menghubungi Anggara, ataupun menemuinya.
"Lebih baik aku pergi ke kebun sayuran pinggir kota," gumam Kinara dalam hati.
Kinara mempunyai kebun yang ditanami sayuran, di pinggir kota. Kebun peninggalan orang tuanya, sengaja ia rawat untuk kegiatan menghabiskan sisa waktu. Ia kesana dengan naik sepeda, walaupun jaraknya lumayan jauh sangat cukup menghibur.
Para pekerja yang sedang memanen sayur, begitu senang menyambut kedatangan Kinara. Mereka menghentikan pekerjaannya.
"Bu Kinara, bagaimana kabarnya? Sayuran-sayuran Anda sudah siap panen," ucap seorang pemilik kebun sebelah.
"Saya sangat sibuk, Bu. Jadi tidak bisa datang ke sini setiap hari," Kinara tersenyum.
Orang itu memberitahukan, kalau ada orang kota yang mau membeli sayuran milik Kinara dan para pemilik kebun lainnya.
Kinara kemudian dipertemukan dengan orang yang akan membelinya. Orang itu sudah cukup tua, beliau datang bersama seorang suster dan beberapa pengawal.
Walaupun akan dibeli oleh orang kaya, mereka tidak memungut harga mahal. Bagi para petani sayur yang penting bisa buat modal lagi.
"Nyonya, saya Kinara pemilik kebun ini," ujar Kinara memperkenalkan diri.
"Aku Salma. Orang- orang memanggilku Oma Salma," kata Oma Salma tersenyum ramah.
"Lahan sayur saya paling kecil, Oma. Kalau mau digunakan sayuran-sayurannya, silahkan ambil saja." Kinara tidak mematok harga.
Namun, Oma Salma menolak diberikan secara gratis. Beliau memberikan uang dalam jumlah yang banyak, untuk satu petak sayuran.
"Oma, ini terlalu banyak." Kinara berusaha untuk mengembalikan.
"Uang anakku sudah banyak. Ambil saja, Nak." Oma Salma tidak menerima kembalian.
Saat Oma Salma hendak pergi, tiba-tiba beliau pingsan. Semua orang yang ada di tempat itu menjadi sangat panik, begitu pula dengan suster dan pengawalnya.
"Minggir semua!" Kinara terpaksa berteriak, agar orang yang berkerumun segera pergi.
Kinara dengan telaten membantu Oma Salma, agar cepat sadar dari pingsannya. Ia mengoleskan minyak turun temurun dari orang tuanya, sehingga membuat Oma Salma mulai membuka matanya kembali.
"Nyonya, Anda harus ikut kita pulang." Seorang pengawal berencana untuk membawa Kinara, agar dijadikan asisten Oma Salma.
"Maaf, tidak bisa," kata Kinara menolak.
Awalnya pengawal itu memaksa, tetapi Oma Salma melarang mereka untuk merampas keputusan orang lain. Beliau memberikan alamat rumahnya pada Kinara, dan memintanya untuk datang dalam waktu dekat.
Kinara sangat senang, bisa bertemu dengan Oma Salma dengan bebas. Ia lalu berpamitan pulang, karena waktu sudah mulai sore. Sedangkan Oma Salma, diantarkan pulang dan anak buahnya mengambil sayuran yang dibelinya.
Sayur-sayuran itu akan di berikan ke panti asuhan milik Anggara, lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal beliau.
***
"Angel, kamu pulang?" tanya Kinara, ketika melihat putrinya duduk di teras rumahnya.
"Gak, Mah. Aku cuma antar ini aja," jawab Angel, memberikan sebuah kotak makanan yang berisi daging rendang.
"Kamu beli, Sayang?" tanya Kinara lagi.
Angel mengangguk, lalu berpamitan hendak pergi ke rumah Anggara mengantarkan makanan itu. Ketika bangkit dari duduknya, ada sebuah mobil datang. Ternyata Niko, ia ingin menjemput Angel dan mengantarkan ke rumah papahnya.
Mata Niko tertuju pada sebuah tas yang Kinara bawa, ia teringat waktu di kantor Anggara.
"Dugaan ku selama ini ternyata benar. Aku harus gimana?" tanyanya dalam hati.
Niko merasa bingung, harus menyembunyikan semua ini dari istrinya. Ia tidak menyangka bahwa dunia begitu sempit dalam kehidupannya.
"Niko, ada apa?" tanya Kinara, mengerutkan dahinya.
"Gak papa, Mah. Niko teringat sesuatu," jawab Niko tersenyum tipis.
Kinara meminta mereka berdua untuk duduk lebih dulu, ia akan membuatkan minuman lebih dulu.
"Mah, tidak perlu repot-repot. Kita harus segera ke rumah Papah Anggara," ujar Angel.
Di perjalanan menuju ke rumah Anggara, Niko hanya diam saja. Ia merasa sangat khawatir dengan apa yang dirahasiakan. Menunggu Anggara mengatakan sendiri, membutuhkan waktu lama.
"Kamu marah lagi?" Angel menatap suaminya.
"Tidak, Sayang. Justru aku sangat bahagia, dalam keadaan hidup sederhana kamu masih ingat orang tua." Niko memuji istrinya.
"Karena mereka berdua yang sudah membuat kita menjadi kuat, Nik. Dari dulu aku juga hidup sederhana, dibesarkan seorang wanita kuat seperti mamah. Bahkan orang tua kandungku entah dimana, mereka tega meninggalkan aku di depan rumah." Air mata Angel akhirnya tumpah.
Niko tidak ingin terlalu lama melihat istrinya bersedih, ia segera menepikan mobilnya.
"Sudah! Semua tidak perlu diingat, sepertinya kisah hidup kita hampir sama. Hanya saja almarhum ayah mempunyai kakak yang kaya raya." Niko mengusap lembut air mata istrinya, lalu memeluknya dengan penuh kehangatan.
Ketika sudah mulai tenang, Angel meminta Niko melanjutkan perjalanannya. Walaupun terlihat padat kendaraan berlalu lalang, Niko terlihat santai melajukan mobilnya kembali.
"Sayang, sepertinya kita nanti agak lama di rumah papah. Ada pekerjaan yang aku belum paham," ujar Niko.
"Terserah kamu saja, Nik. Aku masih bisa mengobrol dengan Bik Siti." Angel menatap suaminya.
Ternyata Anggara mengurung diri di dalam kamarnya, ia juga mematikan ponselnya agar tidak ada yang menghubungi. Kedatangan Niko dan Angel bahkan tidak ia sadari.
Tok ... Tok ... Tok ...
Anggara menatap ke arah pintu kamarnya, ia akhirnya membuka pintu setelah mengintip dari lubang kunci.
"Apalagi, Nik! Kenapa datang kesini?" tanya Anggara.
"Pah, aku ingin bertanya sesuatu tentang pekerjaan." Niko merasa gugup. Jantungnya berdegup kencang, seakan lepas dari tempatnya.
Anggara mengajak Niko masuk ke dalam ruang kerjanya, di sana kedap suara. Jadi, tidak ada yang bisa mendengar percakapan mereka.
"Siapa wanita yang ada di kantor waktu itu?" tanya Niko, berharap Anggara berkata jujur.
"Keluar kalau mau bahas wanita, tidak perlu di ruang kerja!" Anggara berkata dengan tegas.
"Aku sudah tahu semua, Pah. Tolong berkata jujur," Niko memaksa Anggara.
Anggara memilih meninggalkan Niko begitu saja, ia tidak ingin membahas wanita. Baginya cukup melelahkan.
"Pah, tunggu!" Niko berusaha mengejar Anggara.
Makin tua, makin jadi🤣
setuju kalian menikah saja
jamgan hiraukan angel
semoga segera dapat donor darah yg cocok dan bisa selamat
ayo semangat kejar kinara🥰
semoga kamu dapat restu anggara.. semangat