NovelToon NovelToon
The Dark Prince

The Dark Prince

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:846
Nilai: 5
Nama Author: PASTI SUKSES

Di negeri Eldoria yang terpecah antara cahaya Solaria dan kegelapan Umbrahlis, Pangeran Kael Nocturne, pewaris takhta kegelapan, hidup dalam isolasi dan kewaspadaan terhadap dunia luar. Namun, hidupnya berubah ketika ia menyelamatkan Arlina Solstice, gadis ceria dari Solaria yang tersesat di wilayahnya saat mencari kakaknya yang hilang.

Saat keduanya dipaksa bekerja sama untuk mengungkap rencana licik Lady Seraphine, penyihir yang mengancam kedamaian kedua negeri, Kael dan Arlina menemukan hubungan yang tumbuh di antara mereka, melampaui perbedaan dan ketakutan. Tetapi, cinta mereka diuji oleh ancaman kekuatan gelap.

Demi melindungi Arlina dan membangun perdamaian, Kael harus menghadapi sisi kelam dirinya sendiri, sementara Arlina berjuang untuk menjadi cahaya yang menyinari kehidupan sang pangeran kegelapan. Di tengah konflik, apakah cinta mereka cukup kuat untuk menyatukan dua dunia yang berlawanan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PASTI SUKSES, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lamaran

Langit di Umbrahlis dipenuhi awan gelap yang memantulkan cahaya bulan pucat. Di taman bunga magis istana Noctis Hall, Kael berdiri dengan mantel hitam panjangnya. Wajahnya tenang, namun pikirannya kacau. Ia menatap bunga-bunga bercahaya yang baru saja ditanam oleh Arlina beberapa hari lalu.

“Ini gila,” gumam Kael pada dirinya sendiri, tangan kanannya meremas sebuah kotak kecil berisi cincin yang ia persiapkan dengan hati-hati.

Langkah kaki mendekat, dan suara Eryx yang santai memecah keheningan. “Jadi, kau benar-benar akan melakukannya?”

Kael menoleh tajam. “Apa kau punya masalah dengan itu?”

Eryx mengangkat bahu, senyum kecil menghiasi wajahnya. “Bukan masalahku. Tapi ini bukan gaya Pangeran Kegelapan yang terkenal tidak peduli pada siapa pun, bahkan para dewa.”

Kael mendengus. “Diam, Eryx. Aku tidak butuh ceramahmu.”

“Baiklah,” jawab Eryx, melangkah mundur. “Tapi pastikan kau tidak membuatnya menangis. Arlina bukan tipe perempuan yang pantas disakiti.”

Setelah Eryx pergi, Kael menarik napas panjang. Ia tahu, apa yang akan ia lakukan ini bukan sekadar tentang dirinya dan Arlina. Ini adalah keputusan politik yang besar, tetapi juga sesuatu yang lahir dari hatinya sendiri.

Arlina sedang berada di balkon kamarnya, memandangi pemandangan Umbrahlis yang suram namun indah. Angin malam menerpa rambutnya yang panjang. Ia tenggelam dalam pikirannya tentang keluarganya, tentang Kael, dan tentang masa depannya di negeri asing ini.

Ketukan di pintu membuatnya tersentak. “Masuk,” katanya.

Kael muncul dari balik pintu, auranya seperti biasa, tegas namun penuh misteri. “Arlina, aku ingin bicara denganmu. Di taman.”

Arlina mengangguk, meskipun hatinya sedikit berdebar. “Baiklah.”

Di taman, Kael menuntun Arlina ke sebuah sudut yang dikelilingi oleh bunga magis. Cahaya lembut dari bunga-bunga itu menciptakan suasana yang hampir magis.

“Ada apa, Kael?” tanya Arlina, bingung melihat sikapnya yang tampak lebih serius dari biasanya.

Kael berlutut di depannya, mengeluarkan kotak kecil dari sakunya. Mata Arlina membelalak.

“Arlina,” kata Kael dengan suara rendah namun tegas. “Aku tahu ini mungkin tiba-tiba, dan kau mungkin punya alasan untuk menolakku. Tapi aku ingin kau tahu satu hal—aku tidak pernah memikirkan orang lain seperti aku memikirkanmu.”

Arlina terdiam, kata-kata Kael menyentuh hatinya dengan cara yang tak pernah ia duga.

“Ini bukan hanya tentang perasaanku,” lanjut Kael. “Ini juga tentang masa depan Umbrahlis dan Solaria. Aku percaya bahwa jika kita bersatu, kita bisa membawa perdamaian antara kedua negeri kita. Jadi, aku bertanya padamu, Arlina. Mau kah kau menjadi istriku?”

Arlina menghela napas dalam, mencoba memahami semua ini. Ia tahu pernikahan ini akan mengubah segalanya—bukan hanya untuknya, tetapi juga untuk Solaria.

“Kael,” katanya akhirnya, suaranya lembut namun penuh ketegasan. “Aku akan menerima lamaranmu, tapi dengan satu syarat.”

“Apa itu?” tanya Kael, matanya menatap langsung ke dalam mata Arlina.

“Pernikahan kita harus membawa perdamaian,” jawab Arlina. “Tidak ada perang, tidak ada darah. Kau harus berjanji padaku bahwa kau akan melakukan segala yang kau bisa untuk menjaga perdamaian ini.”

Kael terdiam sejenak, lalu mengangguk. “Aku berjanji. Selama aku hidup, aku akan memastikan perdamaian itu terwujud.”

Arlina tersenyum kecil, matanya berkilauan. “Kalau begitu, aku menerima lamaranmu.”

Kael bangkit, memasangkan cincin di jari Arlina dengan hati-hati. Ia merasa hatinya lebih ringan, seolah sebuah beban besar telah diangkat.

Setelah itu, mereka duduk di bangku taman, berbicara lebih santai.

“Jadi,” kata Arlina sambil memandangi cincinnya. “Apakah kau sering melamar wanita di taman bunga magis seperti ini?”

Kael tertawa kecil, suara yang jarang terdengar. “Tidak pernah. Kau adalah yang pertama.”

Arlina mengangkat alis, tersenyum nakal. “Oh, aku merasa istimewa sekarang.”

“Kau memang istimewa,” jawab Kael dengan nada serius. “Kau satu-satunya yang berani menentangku dan tetap bertahan.”

Arlina tertawa. “Mungkin karena aku tidak tahu seberapa menakutkannya dirimu.”

Kael memiringkan kepala. “Atau mungkin karena kau terlalu keras kepala untuk peduli.”

Mereka tertawa bersama, suasana malam itu terasa lebih ringan dibanding sebelumnya. Namun, di balik tawa mereka, masing-masing tahu bahwa tantangan besar masih menunggu di depan.

Kael menyadari, dengan lamaran ini, ia tidak hanya mengikat Arlina pada dirinya, tetapi juga menempatkan dirinya di posisi yang lebih rentan. Ia tahu banyak pihak, baik di Umbrahlis maupun Solaria, tidak akan menerima keputusan ini dengan mudah.

Namun, saat ia menatap Arlina yang tersenyum di bawah cahaya bunga magis, Kael merasa bahwa semua risiko itu layak untuk dihadapi.

Langit malam semakin gelap, dihiasi bintang-bintang redup yang berkelap-kelip. Kael dan Arlina masih duduk di bangku taman, ditemani kehangatan suasana yang jarang mereka rasakan.

Arlina memainkan cincinnya, jarinya berputar perlahan di sekitar logam yang dingin namun berharga. "Kael," ia membuka suara, "Apa yang membuatmu yakin ini adalah keputusan yang tepat? Kau tahu, pernikahan kita akan menjadi sorotan besar."

Kael menyandarkan punggungnya ke bangku, menatap langit sejenak sebelum menjawab. "Aku sudah menjalani hidup dengan terlalu banyak keraguan, Arlina. Untuk pertama kalinya, aku ingin membuat keputusan yang tidak hanya berdasarkan logika atau strategi."

Arlina menatapnya, sedikit heran. "Itu berarti keputusan ini karena... aku?"

Kael tersenyum tipis, sedikit ragu sebelum mengangguk. "Ya. Aku tahu banyak pihak akan menentang kita, terutama para penasihatku dan bangsamu. Tapi aku tak peduli. Yang aku tahu, sejak kehadiranmu, istana ini tidak terasa sama."

Arlina terdiam sejenak, merasa hangat oleh kata-kata Kael. "Kael, aku tidak pernah menyangka kau bisa berpikir sejauh itu. Tapi aku harus memperingatkanmu, aku tidak sempurna. Aku keras kepala, kadang impulsif, dan aku membawa banyak masalah."

"Itulah yang membuatmu berbeda," balas Kael. "Kau tidak seperti siapa pun yang pernah aku temui. Kau tidak memandangku sebagai monster, bahkan ketika kau seharusnya takut."

Arlina tersenyum kecil. "Mungkin aku hanya bodoh."

Kael tertawa ringan, nada suara yang jarang terdengar darinya. "Atau kau lebih berani dari kebanyakan orang."

Mereka kembali terdiam, menikmati ketenangan taman. Namun, suasana itu tak bertahan lama ketika langkah kaki mendekat dengan tergesa-gesa. Eryx muncul, wajahnya serius.

"Kael," panggil Eryx tanpa basa-basi. "Utusan dari penasihat istana menunggu. Mereka mendengar tentang lamaranmu dan ingin bertemu sekarang juga."

Kael mendesah panjang, matanya berubah tajam dalam sekejap. "Tentu saja mereka ingin mencampuri urusanku," gumamnya pelan, kemudian berdiri.

"Eryx," lanjut Kael, menatap bawahannya. "Bilang pada mereka aku akan menemui mereka di aula utama dalam sepuluh menit."

Eryx mengangguk, tetapi tak segera pergi. Pandangannya bergantian antara Kael dan Arlina. "Kau yakin dengan keputusan ini, Kael? Kau tahu mereka tidak akan mudah menerima seorang putri dari Solaria sebagai penguasa berikutnya."

Kael menatap Eryx dengan tenang, tetapi ada ketegasan dalam suaranya. "Aku tidak membutuhkan persetujuan mereka, hanya kesetiaan mereka."

Setelah Eryx pergi, Kael menoleh kembali pada Arlina, yang menatapnya dengan kekhawatiran di matanya.

"Aku harus pergi," katanya, nadanya lembut. "Tapi jangan khawatir. Aku tidak akan membiarkan mereka menyentuhmu, apapun yang terjadi."

Arlina berdiri, menyentuh lengan Kael dengan lembut. "Kael, kau tidak perlu melindungiku sendirian. Kita bisa menghadapi ini bersama."

Kael terdiam sejenak, matanya menatap dalam pada Arlina. Kemudian, dengan nada yang hampir tak terdengar, ia berkata, "Kau tidak tahu seberapa jauh aku akan pergi untuk melindungimu."

Kael meninggalkan taman, dan Arlina tetap berdiri di sana, hatinya dipenuhi berbagai emosi. Ia merasa hangat oleh perhatian Kael, tetapi juga khawatir tentang apa yang akan mereka hadapi bersama.

Di aula utama, Kael berdiri di depan penasihat istana yang sudah berkumpul. Mereka semua tampak tegang, wajah-wajah tua mereka menunjukkan ketidakpuasan.

"Kael," salah satu dari mereka membuka suara, suaranya penuh nada cemooh. "Kami mendengar kau melamar seorang putri dari Solaria. Apa kau menyadari apa yang kau lakukan?"

Kael menatap mereka dengan dingin. "Tentu saja. Aku tidak membuat keputusan tanpa alasan."

"Keputusan ini berisiko besar," lanjut penasihat lainnya. "Solaria telah lama menjadi ancaman bagi kita. Bagaimana kau bisa yakin bahwa ini bukan taktik mereka untuk melemahkan Umbrahlis?"

Kael tersenyum tipis, tetapi senyuman itu lebih menyerupai ancaman. "Aku lebih tahu tentang taktik daripada kalian semua. Ini adalah aliansi, bukan kelemahan. Jika kalian tidak bisa melihat potensi ini, maka kalian tidak layak berada di sini."

Para penasihat saling bertukar pandang, tetapi tak ada yang berani berbicara lebih jauh. Kael tahu bahwa perlawanan mereka belum selesai, tetapi malam ini, ia telah menegaskan posisinya.

Di kamarnya, Arlina duduk di dekat jendela, menatap langit malam. Ia tahu jalan yang mereka pilih ini akan penuh dengan rintangan. Namun, ketika ia mengingat tatapan Kael saat melamarnya, ia merasa yakin bahwa mereka bisa menghadapi segalanya bersama.

1
Aini Nurcynkdzaclluew
Jangan nggak baca, sayang banget
amoakakashisensei
Ngga nyangka, seru banget!
gadGoy13
Ngagetin deh! 😱
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!