Luna harus menerima kenyataan pahit saat mengetahui jika suaminya yang baru saja menikahinya memiliki hubungan rahasia dengan adiknya sendiri.
Semuanya bermula saat Luna yang memiliki firasat buruk di balik hubungan kakak beradik suaminya (Benny dan Ningrum) yang terlihat seperti bukan selayaknya saudara, melainkan seperti sepasang kekasih.
Terjebak dalam hubungan cinta segitiga membuat Luna pada akhirnya harus memilih pada dua pilihan, bertahan dengan rumahtangganya yang sudah ternodai atau memilih menyerah meski perasaannya enggan untuk melepas sang suami..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy2R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(Perasaan Tak Suka Retno)
Retno menarik nafasnya kuat-kuat, ia menghirup oksigen banyak-banyak berulang kali demi menghilangkan nyeri pada jantungnya.
"Ma, Mama kenapa? Jawablah, Ma, jangan bikin aku khawatir," ucap Benny berulang-ulang.
"Jantung Mama nyeri, Benn," lirih Retno.
"Astaga, Ma, kok bisa nyeri lagi?" tanya Benny. "Mama sudah minum obat?"
Retno tak menggubris perhatian Benny, ia kembali membahas perihal suara yang didengarnya tadi.
"Suara yang Mama dengar adalah suara Ningrum. Iya kan? Untuk apa dia datang ke kantor? Dan apa yang sedang kalian lakukan berdua di sana?" cecar Retno.
"Ningsih cuma main, Ma, dia tadi mau ke mall terus mampir ke kantor dan mengobrol sebentar denganku," jawab Benny.
Retno hampir meluapkan kekesalannya lagi, namun segera ia urungkan.
Retno mengembuskan nafasnya panjang sebelum ia kembali berbicara.
"Tetaplah berada di kantor sampai Mama datang," perintah Retno.
"Tapi aku mau-"
"TETAPLAH BERADA DI KANTOR, BENNY! MAMA TAK INGIN MENDENGAR ALASAN APAPUN YANG KELUAR DARI MULUTMU!" Retno berang, ia kembali meluapkan amarahnya kepada sang putra.
Dan lagi-lagi jantungnya kembali terasa nyeri. Retno meremas dadanya kuat sambil berusaha mengatur nafasnya agar stabil.
"Iya, Ma, aku akan tetap berada di kantor seperti perintah Mama." kata Benny pada akhirnya.
Klik.
Sambungan telepon langsung dimatikan Retno. Setelahnya, ia beranjak dari sofa dan berjalan keluar mendekati Wanto yang saat itu tengah mengelap mobilnya.
"Kita berangkat sekarang saja, To," ajak Retno.
"Siap, Nya."
**
Sementara itu.
"Mama mau ke sini, Mas?"
"Iya,"
"Ada perlu apa sih Mama datang ke kantor segala?" tanya Ningrum bernada tak suka.
Benny menggeleng pelan, "Entahlah. Mama cuma bilang kalau ada hal penting yang ingin dibahasnya denganku dan papa,"
"Hal penting? Hal penting apa?"
Benny menghela nafas, ia menatap Ningrum dengan tatapan malasnya, "Entahlah, Ning, aku juga tak tahu. Harus berapa kali sih aku ngomongnya?" ketusnya.
Ningrum berdecih. Ia membalikkan badan dan lalu berjalan menjauh dari meja kerja Benny.
Bruk.
Di sofa panjang, Ningrum menghempaskan pantatnya.
"Padahal tadi kamu sudah janji kalau mau menemaniku periksa ke dokter kandungan, tapi kamu malah seenaknya membatalkan janjimu sendiri," gerutu wanita cantik itu.
"Aku tak ada berjanji apapun padamu, Ning. Kamu saja yang terus memaksaku untuk menuruti kemauanmu. Daripada kamu bertingkah yang tidak-tidak, lebih baik aku menurut saja, meskipun dengan hati yang terpaksa," balas Benny.
Ningrum menatap tajam ke arah Benny sambil tersenyum sinis. "Mentang-mentang sudah punya yang baru, kamu jadi memperlakukanku seenaknya, Mas. Sebelum-sebelumnya kamu tak pernah merasa terpaksa setiap kali menuruti permintaanku, tapi sekarang-" Ningrum menghentikan ucapannya. Ia mengalihkan pandangannya dari tatapan Benny sambil mendengus.
"Kamu sudah tahu kalau aku sekarang sudah punya wanita lain di sisiku, tapi kenapa kamu tetap saja tak mau melepaskanku, Ning?"
"Apa perlu aku menjelaskan alasanku yang tak ingin melepaskanmu, Mas?" tanya Ningrum balik.
Benny seketika terdiam. Ia memalingkan pandangannya dan berpura-pura kembali sibuk menatap laptop di depannya.
"Pergilah.. sebelum mama sampai di kantor. Aku tak ingin membuat mama berpikir yang tidak-tidak mengenai kita," usir Benny.
"Aku tak mau pergi,"
"Baiklah. Kalau begitu, biar aku saja yang pergi." Benny beranjak. Ia berdiri dan membenarkan kancing kemejanya sebelum akhirnya ia melangkah mendekat ke arah pintu.
"Mas!" Ningrum berteriak. Dengan kesal, ia bangkit dari duduknya dan menghampiri Benny yang tengah diam berdiri di depan pintu. "Apa tak ada lagi perasaan cinta di hatimu untukku, Mas? Apa sudah hilang perasaan sayangmu padaku?" tanyanya tiba-tiba.
Air mata Ningrum menetes deras, membasahi pipinya yang putih mulus. Ia menangis tersedu di hadapan Benny sambil melayangkan tatapan sedihnya.
Melihat Ningrum bersedih, hati Benny tiba-tiba saja terasa sakit. Bohong jika Benny sudah tak memiliki perasaan apapun terhadap adik angkatnya itu.
Reflek, tangan kanan Benny terangkat dan mengusap lembut pipi Ningrum.
"Jangan menangis, Ning, aku tak suka melihatmu menangis sedih seperti saat ini," ucapnya.
"Kamu alasan dari tangisan kesedihanku, Mas, kamu tega padaku, kamu jahat padaku," ujar Ningrum di sela isak tangisnya.
Benny menggelengkan kepala, "Aku tak berniat jahat padamu, Ning. Hanya saja keadaanlah yang sekarang sudah berbeda, aku sudah punya istri dan kehidupan baru. Aku minta, kamu untuk melepaskanku dan lupakan semua yang pernah terjadi di masa lalu. Fokuslah pada masa depanmu, Ning, jangan lagi kamu mengingat-ingat hal yang sudah lama berlalu," lirihnya.
Ningrum tersenyum miring, ia menepis pelan tangan Benny dari wajahnya.
"Semudah itu ya, Mas?"
Benny hendak mengulurkan kedua tangannya, ia berniat untuk membawa Ningrum ke dalam pelukannya. Namun, belum juga niat itu terlaksana, seseorang di luar ruang kerja Benny sudah terlebih dahulu membuyarkan pikirannya.
"Saya ini mamanya Benny! Saya tidak perlu izin dari siapapun jika saya ingin bertemu dengan anak saya sendiri. Lagian ini perusahaan juga milik suami saya kok, kenapa juga saya harus repot-repot meminta izin padamu?"
Fix! Suara itu adalah suara mama Benny. Terdengar ia yang sedang ribut kecil dengan salah seorang karyawan/ i di perusahaan Hendra yang sepertinya menghalangi jalan masuknya ke dalam ruangan.
"Mama.. cepat sekali mama sampainya?" Ningrum yang menyadari kedatangan mama angkatnya, langsung buru-buru mengusap air matanya. Ia berpindah ke kamar mandi dan bersembunyi di sana.
Sedangkan Benny, ia sedang mencoba memasang wajah setenang mungkin demi menghadapi mamanya nanti.
Ceklek..
Pintu ruangan terbuka dan Retno muncul dari balik pintu itu.
"Maaf, Pak, ibu ini-"
Benny langsung memberi kode kepada sekretarisnya untuk membiarkan Retno masuk ke dalam ruangannya.
"Beliau ini mama saya," kata Benny, menjelaskan.
Sang sekretaris melirik sekilas ke arah Retno dan lalu menundukkan kepalanya kepada Benny. "Maaf atas ketidaksopanan saya, Pak," sesalnya.
"Tak apa. Kembalilah ke mejamu,"
"Baik, Pak."
Pintu kembali ditutup.
"Lain kali beritahu para pekerjamu, Benn, mengenai siapa Mama ini biar mereka tidak semena-mena mengusir Mama seperti tadi," omel Retno.
Benny tersenyum tipis. "Mereka seperti itu karena mereka terlalu asing dengan Mama. Lagian Mama juga tak pernah berkunjung kemari, jadi yaa.. bukan salah pekerjaku juga kalau mereka tak mengetahui siapa Mama," belanya.
Benny merangkul pinggang Retno dan mengajaknya untuk duduk di sofa.
"Ngomong-ngomong, ada urusan apa Mama datang kemari?" tanya Benny kemudian.
Bukannya menjawab, Retno malah terlihat sibuk melayangkan pandangannya ke segala sudut ruang kerja Benny. Ia celingukan ke sana kemari seperti sedang mencari sesuatu.
"Ehem. Ma.." panggil Benny.
"Di mana adikmu? Kamu sembunyikan di mana dia?" tuduh Retno langsung.
"Ningrum.." Sekilas Benny melirik ke arah kamar mandi, ia tak mendengar ada pergerakan apapun yang dilakukan Ningrum di dalam sana. Itu artinya Ningrum tak berniat untuk muncul di hadapan Retno. "Dia sudah pergi dari tadi, Ma," dustanya.
"Ah, Mama tak percaya." Tiba-tiba saja Retno beranjak, dengan cepat ia berjalan menuju ke tempat di mana Ningrum bersembunyi.
"Ma.. Mama mau apa ke sana?" Benny yang melihatnya seketika panik. Ia bingung harus berbuat apa untuk membantu Ningrum agar tak ketahuan oleh mamanya.
Ceklek..
Pintu kamar mandi dibuka Retno, ia melangkah pelan memasukki tempat lembab itu.
"Astaga, Benny!"
Teriakan Retno yang tiba-tiba membuat jantung Benny berdegup kencang. Ia segera menyusul mamanya ke kamar mandi dengan membawa perasaannya yang tak karuan.
"I- iya, ada apa, Ma?"
_