"Ayah, kenapa Ayah merahasiakan ini semua padaku Yah?" Tanya Alesha yang harus menelan pil pahit saat mengetahui kebenaran tentang dirinya, kebenaran bahwa Ia adalah anak hasil dari pemerkosaan yang di alami oleh ibunya.
"Nak, kamu anak Ayah, apapun yang terjadi, kamu tetap anak Ayah." Ucap Pak Damar dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.
"Tidak Yah, aku benci Ayah. Aku benci pada diriku sendiri yah." Ucap Alesha sembari memukuli tubuhnya sendiri.
"Jangan lakukan itu Nak, kamu Anak Ayah, sampai kapanpun kamu anak Ayah." Ucap Damar sembari memegangi tangan Alesha agar tak memukuli tubuhnya lagi.
Melihat anak yang begitu Ia sayangi seperti ini membuat hati Damar begitu hancur.
"Atau jangan jangan Ibu terkena gangguan jiwa karena aku Yah, karena Ibu hamil anak dari para bajing*n itu Yah." Tebaknya karena semua orang bilang Ibunya gila semenjak melahirkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Persalinan
..."Ngga mas, ini bukan anak kita, aku ngga mau anak ini lahir." Namun entah kenapa Ajeng terus saja histeris....
..."Sayang, jangan bicara seperti itu, ini anak kita sayang. Sampai kapanpun ini anak kita." Ucap Damar memeluk Ajeng....
..."Apa yang terjadi sama kamu sayang, tadi pagi kamu baik baik saja, kenapa sekarang kamu seperti ini." Batin Damar bingung....
...***...
Setelah empat Jam, Ajeng kembali di lakukan pemeriksaan dalam untuk melihat kemajuan proses persalinannya.
"Pak, sudah pembukaan tujuh, mungkin sebentar lagi Bayinya akan lahir." Ucap Sang dokter.
"Tapi dok, usia kehamilan istri saya baru delapan Bulan dok, Bayi saya tidak akan kenapa kenapa kan dok? Anak saya akan baik baik saja kan dok?" Tanya Damar yang merasa khawatir pada bayi yang di kandung Sang istri, mengingat usia kehamilan Ajeng yang belum cukup bulan.
"InshaAllah tidak apa apa Pak, karena untuk di pertahankan pun sudah tidak bisa, kita berdoa saja semoga semuanya baik baik saja, tapi kita juga harus siap dengan kemungkinan terburuknya Pak, terlebih kondisi Bu Ajeng sangat tidak kooperatif saat ini." Terang sang dokter.
"Lebih baik Bapak coba tenangkan Bu Ajeng ya Pak, karena saat seperti ini hanya suaminya yang bisa membuatnya lebih tenang." Saran Sang dokter kemudian berlalu.
Damar menatap heran pada Ajeng yang terus ingin menyakiti anak dalam kandungannya.
"Sayang, please kamu tenang ya, jangan seperti ini, ini anak kita sayang, kasihan dia pasti kesakitan kalau kamu terus memukulinya." Ucap Damar yang tetap menahan kedua tangan Ajeng yang terus ingin memukuli perutnya.
"Dia bukan anak kamu Mas, dia bukan anak kamu, dia bukan anak kamu." Ucap Ajeng membuat Damar semakin yakin ada sesuatu yang membuat Ajeng kembali teringat pada kejadian itu.
"Oke, kalau memang dia bukan anakku, terus kenapa? dia tetap anak kamu Ajeng, dia darah daging kamu. Ingat Ajeng kamu ini istriku, jadi anakmu sudah pasti anakku juga Ajeng" Teriak Damar, membuat Ajeng terdiam.
"Please kamu jangan seperti ini, kita akan sama sama membesarkan anak ini." Sambung Damar dengan suara lembutnya. Merapihkan anak rambut Ajeng lalu menyelipkan nya ke belakang telinga. Ajeng terus terisak mendengar ucapan laki laki yang dari dulu selalu mencintainya dengan tulus.
"Kamu harus tenang sayang, kasihan anak kita, dia berhak hidup sayang, kita akan merawatnya bersama ya, kita akan melalui semua ini bersama, jangan berpikir yang macam macam, kita akan menjadi keluarga bahagia, ada kamu, aku dan anak kita. Sesuai apa yang kita impikan selama ini" Bujuk Damar.
"Hmmmm, Ssshhhhh, sakit Mas." Ajeng meringis saat merasakan kontraksi lagi.
"Iya sayang, kamu yang kuat ya sayang demi anak kita. Kita akan berjuang bersama sama." Ucap Damar lalu kembali membaca doa dan surat surat pendek yang Ia Hafal di ubun ubun sang istri.
"Mas, Maafkan aku." Ucap Ajeng sembari menahan sakit.
"Tidak apa apa sayang, kita akan melewati ini bersama. Ada aku yang akan selalu ada di samping kamu. Ya?" Ucap Damar mencium kening Sang istri.
"Alhamdulillah, kamu sudah lebih tenang sayang." Batin Damar yang merasa lega saat Ajeng bisa mengontrol emosinya kembali.
"Akhhh Mas, sepertinya kepala bayinya mau keluar." Ucap Ajeng yang merasa tak bisa menahan rasa ingin mengejannya dan sesuatu sudah mengganjal dibawah sana.
"Apa? kamu yakin sayang." Ucap Damar yang justru terlihat bingung apa yang harus dilakukannya.
"Mas cepat panggilkan dokter atau Bidannya." Teriak Ajeng.
Damar reflek berlari menghampiri dokter yang sedang duduk di deretan meja perawat.
"Dok, sepertinya anak saya sudah mau keluar." Ucap Damar, dokter pun segera bangun dan menghampiri Ajeng. Di susul oleh beberapa Bidan.
Ajeng menarik napas berat, mengerang tertahan, karena dokter baru saja tiba. Dokter segera bersiap untuk menolong persalinan Ajeng.
Keringat dingin bercucuran dari pelipis Ajeng, bahkan dari seluruh tubuhnya, menahan rasa sakit yang datang bertubi tubi. Suara Ajeng bergetar saat berusaha mengatur napas di antara kontraksi yang semakin intens.
Tangannya mencengkram kuat tangan suaminya, membuat Damar meringis menahan sakit.
Seorang dokter kandungan segera melakukan pemeriksaan dalam, dan ternyata pembukaan jalan lahir Ajeng memang hampir lengkap.
"Siapkan peralatan persalinan, pembukaan sudah hampir lengkap. Dan tolong panggilkan dokter specialis anak, karena bayi lahir prematur." Titah sang dokter.
"Baik dok." Sahut beberapa Bidan di sana.
Dokter segera memimpin proses persalinan saat pembukaan Ajeng sudah lengkap. Dokter specialis anak pun sudah mendampingi proses kelahiran bayi dan siap untuk menangani bayi yang kemungkinan akan lahir dengan Prematur.
"Bu, pembukaan sudah lengkap, kita akan mulai proses persalinannya ya." Ucap Dokter pada Ajeng.
"Bapak silahkan naik ke atas ranjang dan pangku kepala Bu Ajeng, atau kalau Bu Ajeng mau dipeluk juga boleh, senyamannya Bu Ajeng saja." Ucap dokter pada Damar.
Damar segera naik ke atas ranjang dan memangku kepala Ajeng sesuai permintaan dokter.
"Bu Ajeng, nanti saat ibu merasakan sakit yang teramat sangat dan tidak bisa di tahan ibu segera mengejan yang kuat ya." Ucap dokter. Ajeng hanya menganggukan kepalanya.
Sesuai yang di pinta sang dokter, saat merasakan sakit yang teramat sangat, Ajeng segera mengejan dengan kuat, mencengkram tangan sang suami hingga Damar merasa kesakitan, namun Damar menahannya demi Ajeng. Setelah beberapa kali mengejan, bayi itu belum juga lahir.
Keringat dingin menetes di pelipis Ajeng. Damar segera mengambil tisu untuk mengusap keringat Ajeng dan terus membacakan doa di ubun ubun Ajeng.
Sungguh Damar sangat ketakutan saat melihat Ajeng berjuang melahirkan anaknya. Damar memeluk Ajeng mencoba memberikan kekuatan pada Ajeng. Terlebih wajah Ajeng sudah terlihat pucat.
"Ya Allah, mudahkan persalinan istri hamba, selamatkan istri dan anak hamba ya Allah." Batin Damar terus berdoa untuk kelancaran persalinan Ajeng.
"Eeeggghhhhhh, Hu.. Hu.. Hu.. Hu.." Napas Ajeng tersenggal senggal.
"Sakit sekali Mas." Ucap Ajeng di sela kontraksi yang mereda.
"Iya sayang, Mas tau, tapi Mas yakin kamu bisa, kamu wanita kuat dan hebat sayang." Ucap Damar menciumi tangan Sang istri.
"Sekali lagi ya Bu, kepala dedenya sudah terlihat, semangat ibu sebentar lagi dedenya keluar." Ucap dokter memberikan semangat pada Ajeng.
Ajeng pun kembali mengejan saat rasa sakit kembali Ia rasakan. Sembari terus mencengkram tangan Sang suami.
"Hebat. Iya bagus sekali. Sedikit lagi,, Dorongan terakhir...
Damar mengusap keringat yang membanjir di kening Ajeng, sembari meniupnya, Damar seakan ikut menahan napas saat melihat Ajeng kembali mengejan.
Setelah penuh perjuangan, Akhirnya Seorang bayi terlahir ke dunia, namun bayi yang baru saja dilahirkan Ajeng tidak langsung menangis. Dokter dan bidan segera memberikan tindakan pada bayi itu.
"Dok, ada apa dengan anak saya? kenapa dia tidak menangis dok?" Tanya Damar cemas.
"Tenang ya Pak, dokter saat ini sedang memberikan tindakan." Ucap Bidan yang kini bertugas mengambil alih tindakan pada Ajeng untuk mengeluarkan plasenta.
Sementara dokter kandungan dan juga dokter specialis anak tengah menangani bayi mereka.
"Ya Allah, selamatkan anak hamba." Ucap Damar dengan airmata yang terus membasahi pipinya, Damar tak henti berdoa saat melihat perjuangan dokter untuk menyelamatkan bayi kecil itu.
"Kuat Nak, kamu kuat, Ayah disini Nak, Ayah akan selalu ada untuk kamu. Kamu harus kuat ya Nak, Ayah menunggu kamu disini, Ayah sangat ingin mengendong kamu." Ucap Damar yang tak mengalihkan pandangannya dari bayi mungil itu.