Petualangan para gadis-gadis cantik dengan berbagai rintangan kehidupan sehari-hari mereka.
Tak memandang jabatan apapun, mereka adalah gadis-gadis yang berjuang. " Di keluarga Riyu"
Bagaimana keseruan cerita mereka? yuk langsung baca,dan tinggalkan jejak sebagai tanda telah hadir mengabsensi diri dengan para gadis cantik! selamat membaca 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Karlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Keluarga Maglio.
Matahari sudah mulai terlihat di ufuk timur. Raeba, melangkahkan kakinya menyusuri lorong bangunan-bangunan tua yang terbengkalai,ada juga beberapa yang masih di huni, kebanyakan dari pemiliknya sudah meninggal karena penyakit dan penyerangan dari orang yang tidak mempunyai akal sehat.
"Sangat di sayangkan sekali, bangunan besar seperti ini,tapi tidak ada penghuninya." Batin Raeba yang terus merangsak makin jauh menyusuri tiap lorong panjang tersebut.
"Apakah kondisi di kota ini sangat tidak terurus, sehingga banyaknya kejahatan yang merajah di kota,Delia?" Lirihnya pelan saat kembali bertemu dengan banyaknya rumah kecil yang hanya terbuat dari bahan seadanya, tidak jauh-jauh dari bambu dan ilalang.
"Sepertinya Pemimpin di kota ini terlalu abai dengan penduduknya." Kesal Raeba, melihat banyaknya penduduk yang hidup dalam kesengsaraan.
Setengah jam berjalan pelan bersama kudanya, gadis itu sampai di sebuah gang paling rengsek dan paling kumuh dari yang lainnya.
Raeba, menggeleng beberapa kali. "Jika dikatakan ini adalah sebuah tempat tinggal,tapi ini sungguh lebih layak di katakan kubangan lumpur."
Mirisnya lagi banyak anak-anak yang masih berusia 15 tahun ke bawah, yang tertidur di pelataran bangunan tua,dan di gubuk reyot yang sangat tidak layak untuk di tinggali.
"Mereka anak-anak tidak terurus, gelandangan yang kehilangan orang tuanya. Apakah mereka korban dari perceraian? Atau koran dari kekejaman para manusia-manusia keji."
Raeba,bersyukur ia terlahir dari keluarga yang mampu 'mampu membimbing rumah tangganya dalam keuangan yang stabil.
"Hei. Kemarilah!" Panggil Raeba dengan santai.
Anak-anak yang mendengar suara teriakan Raeba langsung berlari ke arahnya. "Apa mereka tidak takut?" Batinnya.
"Apakah kalian sudah sarapan pagi?" Tanyanya, saat empat anak menghampirinya yang masih setia duduk di atas punggung kuda.
Anak-anak itu menggeleng. "Belum, Nona." Jawab salah satu dari empat orang anak yang menghampirinya,kisaran usianya menginjak 10 tahunan.
"Ambillah, maaf aku tidak bisa memberikan kalian makanan lain, selain dari roti ini." hari yang masih pagi belum ada kedai makan yang buka, hanya toko roti yang sudah buka jam operasional saat itu, itupun di bagian alun-alun kota Delia.
"Ternyata Anda seorang perempuan." Lirih anak yang terlihat sangat kurus dari tiga temannya.
"Terimakasih atas bantuannya,Nona." Ucap anak laki-laki yang berbaju merah. Anak itu terlihat lebih pemberani dari ketiga temannya.
Setelah mengucapkan kalimat terimakasih mereka langsung berlari, pergi dari hadapan Raeba.
"Tunggu!" Teriak Raeba saat anak-anak itu segera menjauh pergi darinya.
"Apakah Anda ingin mengambil paksa kami juga?" Ucap, anak berbaju merah yang lagi-lagi menghampiri Raeba karena ia panggil.
Raeba, turun dari punggung kuda dan mendekati anak itu. "Katakan padaku, siapa yang telah membawa paksa teman-temanmu dari sini?" Tanyanya dengan nada lembut, agar anak itu nyaman dengannya.
"Pria berpakaian besi berwarna hitam dengan penutup wajahnya, topeng berhiaskan dedaunan." Jawabnya sesuai dengan apa yang dilihatnya.
"Hem. Terimakasih atas informasinya, makanlah roti itu bersama teman-temanmu! Tunggu kedatanganku di tempat ini,jika ada yang menjemput paksa kalian, segera bersembunyi. Aku akan kembali untuk menjemput kau dan teman-temanmu. Tidak tau kapan harinya,tapi aku pasti akan datang." Ujarnya sambil menyelipkan satu koin emas di tangan kanan anak laki-laki tersebut.
"Te-terima kasih, Nona." Ucapnya dengan tangan gemetaran. Ini kali pertama Dia memegang uang sebanyak itu.
Raeba,berjalan mendekati kudanya dan melanjutkan perjalanan. Gadis itu tidak ingin anak-anak itu terlalu banyak menyanjungnya, jadi ia lebih memilih abai dan segera pergi,dan menyusuri jalan kumuh itu hingga habis ke bagian paling ujungnya. Pagi itu ia habiskan waktu untuk memberikan makanan kepada para gelandangan,dan rakyat yang tidak mampu.
Anak-anak yang di tinggalkan dalam keadaan memiliki makanan,dan juga uang yang akan mencukupi kebutuhan mereka hingga beberapa bulan ke depan. Mereka sangat terharu dan sekaligus merasa bahagia dengan pemberian dari, Raeba.
•••
Sebelum langit menggelap Raeba sampai kembali di kediaman. Gadis itu membawa beberapa bahan-bahan dapur untuk di masak oleh,Aya.
"Anda ke pasar,Nona?" tanya Aya penasaran, menatap tumpukan sayur dan buah di atas meja ruangan tersebut.
"Hem. Aya,temani aku malam ini ke tempat yang aku kunjungi tadi pagi. Aku takut mereka di paksa untuk ikut dengan orang yang di maksud anak-anak itu."
"Baik, Nona Raeba. Apakah kita akan menampung mereka di kediaman ini, Nona?" tanya Aya sambil merapikan kembali meja tempat Raeba menaruh bahan masakan sebelumnya.
"Tidak. Aku sudah menyiapkan tempat untuk mereka. Kau tidak perlu khawatir tentang itu." Senyum manis Raeba, teringat saat sore hari ini Ia menemui seseorang yang selama ini sering bertukar kabar dengannya.
"Anda, sedang kasmaran, Nona Raeba?" Aya si ratu penasaran kembali bertanya kepada Junjungannya yang senyumannya terlihat sedikit berbeda.
"Ck. Aya!" Decak Raeba menatap tajam pelayan pribadinya.
Raeba, segera masuk ke dalam kamarnya setelah memberi tahu kepada Aya dimana anak-anak itu akan tinggal. Karena gadis cantik itu belum membersihkan diri, Ia, langsung berjalan menuju kamar mandi.
Aya, tersenyum manis saat semua makanan selesai terhidang di meja makan. Karena Raeba tidak kunjung datang, jadi Ia menutup makan tersebut dengan tudung saji.
"Semuanya sudah siap, waktunya memanggil Nona Raeba untuk segera makan malam." Bahagia Aya melangkah ringan menuju kamar Junjungannya.
Raeba, keluar dari dalam kamarnya setelah Aya memanggilnya beberapa kali. Gadis itu menampilkan gigi kelincinya kepada Aya saat mereka berpapasan. Kemudian Raeba berjalan lebih dulu ke meja makan,dan diikuti Aya dari belakang.
"Wah, terlihat sangat enak,Aya. Kau,sengaja memasak yang enak-enak agar aku tidak jadi pergi ke tempat anak-anak itu,ya?" Canda Raeba membuat Aya kelimpungan.
"A-tidak begitu,Nona Raeba. Saya memasak yang enak-enak agar Nona Raeba memiliki banyak tenaga untuk mendatangi tempat anak-anak, apalagi dari pagi sampai sore Nona Raeba tidak memakan masakanku." Sahut Aya tidak mau di tuduh yang bukan-bukan oleh, Raeba.
"Kalau begitu, duduklah! Kita makan bersama,Aya!" Datar Raeba. Gadis itu sangat cepat mengubah dan menguasai ekspresi wajahnya.
Aya, langsung duduk dan ikut makan bersama junjungannya. Mereka makan dalam diam, tidak ada yang sangat penting yang harus di bahas, setidaknya waktu dalam perjalanan nanti mereka bisa mengobrol,kan?
Lima belas menit untuk menghabiskan waktu makan malam. Raeba segera berjalan ke pelataran rumah untuk memeriksa keadaan di luar sana, melihat cuaca yang baik, membuat senyuman gadis itu melengkung sempurna. Sembari menunggu Aya membereskan peralatan makan, Raeba duduk di sofa pelataran itu sambil menatap langit malam.
"Hampir saja aku melupakan obat-obatan,ini sangat berguna sekali kalau pergi keluar dari kediaman." Syukur Aya karena hampir saja gadis itu melupakan obat-obatan yang biasa mereka bawa.
•••
Cintea Maglio,dua hari yang lalu gadis itu melakukan perjalanan menuju rumah kediaman orang tuanya,yang terletak di kota,Vinzi. Kota yang berada di bawah pimpinan Marquess Gavrielon Direxnoba Zaken dan Marchioness Vastielian Alacane Zaken.
Gadis itu hanyalah seorang putri bangsawan biasa. Ayahnya— Baron Griess Maglio dan Baroness Citriya Maglio.
Galena, mengikuti langkah Cintea yang berjalan menuju lantai dua dimana kamar sang adik berada 'Cinaya Maglio' adik yang berjarak satu tahun pas dengannya.
"Nona Cintea? Apakah kita akan menginap malam ini?" Galena,merasa tidak enak hati jika harus menginap di rumah besar milik keluarganya,Cintea.
"Hem. Besok pagi sebelum matahari terbit kita akan melakukan perjalanan jauh menuju kota Delia. Raeba,berada di sana." Sahutnya pelan yang hanya dapat di dengar oleh, Galena. Tidak ada yang boleh tau keberadaan Raeba kecuali orang yang di izinkan oleh Raeba sendiri.
"Baiklah,Nona Cintea." Galena,tak lagi mempermasalahkan semuanya, karena mereka hanya satu malam berada di kediaman keluarga besar Maglio.
Cintea,mengetuk pintu kamar Cinaya beberapa kali hingga akhirnya ia keluar dari dalam ruangan mewah tersebut.