NovelToon NovelToon
ONE NIGHT STAND With MY STEP BROTHER

ONE NIGHT STAND With MY STEP BROTHER

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Berbaikan / Dikelilingi wanita cantik / One Night Stand
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Kikan Selviani Putri

Ketika Regita pindah ke rumah baru, ia tak pernah menyangka akan tertarik pada Aksa, kakak tirinya yang penuh pesona dan memikat dalam caranya sendiri. Namun, Aksa tak hanya sekadar sosok pelindung—dia punya niat tersembunyi yang membuat Regita bertanya-tanya. Di tengah permainan rasa dan batas yang kian kabur, hadir Kevien, teman sekelas yang lembut dan perhatian, menawarkan pelarian dari gejolak hatinya.

Dengan godaan yang tak bisa dihindari dan perasaan yang tak terduga, Regita terjebak dalam pilihan sulit. Ikuti kisah penuh ketegangan ini—saat batas-batas dilewati dan hati dipertaruhkan, mana yang akan ia pilih?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kikan Selviani Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KECUPAN KILAT

Pagi itu, suasana di meja makan terasa sedikit canggung bagi Regita. Ia berusaha terlihat tenang, tapi beberapa kali pandangannya terarah pada Aksa yang duduk di seberangnya. Ingatan tentang kejadian semalam masih jelas di kepalanya, membuatnya sulit berkonsentrasi.

Aksa, di sisi lain, terlihat sama sekali tak terganggu. Ia menikmati sarapannya dengan tenang, seolah tak ada yang terjadi di antara mereka. Tatapannya sesekali tertuju pada ponsel di sampingnya, dan senyum tipis yang kadang terbit di wajahnya justru membuat Regita semakin resah. Bagaimana bisa Aksa begitu tenang, sedangkan dirinya tidak?

“Ada apa, Git?” tiba-tiba suara Ratih memecah keheningan. Ia memperhatikan Regita yang tampak melamun.

“Oh, nggak… nggak ada apa-apa, Bu,” jawab Regita, tersadar dan berusaha menyembunyikan kegugupannya dengan senyuman. Ia lalu kembali menunduk, mencoba fokus pada makanannya.

Aksa menyadari canggungnya Regita, tapi ia tetap bersikap biasa. Tanpa menatap langsung, ia berkata dengan nada datar, “Pagi ini kelihatan tenang, ya. Biasanya kamu banyak cerita, Git.”

Perkataan Aksa itu membuat Regita semakin salah tingkah. Ia hanya bisa tersenyum canggung, lalu mengambil segelas air dan meminumnya untuk menenangkan diri.

Ratih memperhatikan interaksi keduanya dengan penuh tanya, tapi tidak mengomentarinya lebih lanjut. Sementara itu, Aksa melanjutkan sarapannya, dan tatapan sesekali yang ia lemparkan ke arah Regita, seolah mengingatkannya pada kejadian semalam.

Saat sarapan hampir selesai, Aksa meletakkan sendoknya dan menatap ke arah Regita yang duduk di seberangnya. “Git, berangkat bareng, yuk. Gue mau absen pagi di sekolah dulu, terus langsung ke kampus,” katanya sambil menunggu jawaban.

Regita hampir saja menolak secara refleks, merasa tidak nyaman membayangkan perjalanan itu berdua dengan Aksa setelah kejadian semalam. Tapi saat ia melirik ibunya, Ratih menatapnya dengan alis terangkat, jelas menunggu respons darinya. Tatapan itu seperti isyarat agar Regita menerima tawaran Aksa.

Menghela napas pelan, akhirnya Regita mengangguk, walaupun dengan sedikit enggan. “Oke,” jawabnya pendek, lalu beranjak dari meja makan.

“Bagus, langsung siap-siap aja. Gue tunggu di mobil,” ucap Aksa sambil tersenyum tipis, lalu berjalan ke arah garasi.

Ratih memandang Regita dengan senyum hangat, tampak senang dengan keputusan putrinya. “Bagus, Git. Kak Aksa kan bisa nemenin kamu di jalan. Pasti lebih aman.”

Regita hanya mengangguk kecil, mencoba menenangkan dirinya sebelum berjalan ke kamarnya untuk bersiap. Perasaannya masih campur aduk, tapi ia tahu tak bisa menunjukkan itu di depan ibunya. Sementara itu, Aksa sudah menunggunya di mobil dengan wajah yang tampak tenang, seolah tak ada hal aneh yang terjadi.

Di dalam mobil, suasana awalnya hening. Regita duduk dengan posisi agak kaku, mencoba fokus menatap ke luar jendela. Namun, keheningan itu tak berlangsung lama.

“Ada satu hal yang pengen gue bilang, Git,” Aksa tiba-tiba membuka percakapan, nadanya tegas. Regita menoleh, sedikit terkejut mendengar suara serius dari Aksa.

“Apa?” tanyanya pelan, mencoba menetralkan rasa canggung.

Aksa menatap lurus ke depan, tapi suaranya terdengar dalam, seolah ingin memastikan setiap kata tertangkap oleh Regita. “Gue nggak suka ngeliat lo deket sama Kevien. Atau… siapa pun selain gue.”

Regita menatap Aksa, tak percaya dengan apa yang baru didengarnya. “Maksud Kakak, kenapa…? Kevien itu cuma teman,” katanya, mencoba mencari alasan.

Aksa hanya mendengus pelan, menoleh padanya dengan tatapan yang tajam. “Teman atau bukan, gue nggak suka, Git. Gue nggak suka lo deket sama dia, ngerti?” ucapnya lagi, suaranya lebih tegas.

Regita merasa campuran bingung dan gugup merayapi dirinya. “Kak Aksa… kita kan cuma kakak-beradik tiri. Nggak ada yang perlu Kakak cemburuin,” balasnya berusaha terdengar tenang, meskipun hatinya berdebar.

Aksa menyipitkan mata, tatapan tajamnya tak lepas dari Regita. “Mungkin lo yang nganggep kita cuma saudara tiri, tapi gue nggak,” ucapnya singkat, lalu memfokuskan pandangan kembali ke jalan, meninggalkan Regita dalam kebingungan dan perasaan yang semakin kacau.

Regita merasakan jantungnya berdebar kencang, dan ia tanpa sadar memelintir tangannya sendiri sambil menggigit bibir, kebiasaan yang muncul saat ia merasa gugup. Ternyata, gerak-geriknya itu tak luput dari perhatian Aksa. Pria di sebelahnya melirik dan menghela napas pendek sebelum berkata dengan nada rendah namun tajam, “Kalau lo terus-terusan gigit bibir, gue bakal hentiin mobil ini, Git.”

Kata-katanya membuat Regita tertegun. Matanya melebar sejenak, sementara detak jantungnya semakin tidak beraturan. Ia cepat-cepat melepaskan gigitannya dari bibirnya, berusaha menguasai dirinya. Tatapan Aksa yang panas dan intens masih terasa, membuatnya semakin sulit untuk berpura-pura tenang.

Ia akhirnya menelan ludah, lalu mencoba memecah suasana, walau suaranya terdengar agak gugup. “K-Kak, fokus aja sama jalan, ya…”

Aksa tersenyum tipis, tapi ada kilatan yang tak bisa disembunyikannya. “Gue fokus, kok,” jawabnya singkat, tatapannya kembali ke jalan, meski ia masih terlihat tergoda oleh sikap gugup Regita barusan.

Sisa perjalanan terasa begitu lambat bagi Regita, meski tak ada percakapan lagi di antara mereka. Ia berusaha mengalihkan pikiran, tapi tatapan tajam Aksa tadi terus mengganggu pikirannya. Setiap kali ia mengingatnya, ada perasaan tak menentu yang tumbuh, membuatnya semakin canggung.

Sesampainya di depan gerbang sekolah, Aksa menghentikan mobilnya dengan tenang. Regita buru-buru meraih pegangan pintu, merasa canggung dengan perjalanan yang tadi dipenuhi ketegangan. Tapi sebelum ia sempat membuka pintu, Aksa menahan tangannya.

"Git," panggil Aksa, suaranya terdengar lembut namun tegas. Regita menoleh, dan tanpa peringatan, Aksa mendekat dan mengecup pipinya dengan cepat, membuatnya tertegun. Sentuhan itu begitu tiba-tiba, hingga Regita hanya bisa terdiam dengan wajah yang memanas.

Aksa tersenyum tipis melihat ekspresi terkejut Regita. "Ingat, Git," katanya dengan nada rendah, "jangan terlalu dekat sama Kevien atau siapa pun, ya."

Regita masih tak mampu berkata apa-apa. Pikirannya berputar, dan hatinya berdebar kencang. Ia hanya bisa mengangguk pelan, masih memegang pipinya yang terasa hangat akibat kecupan Aksa.

Setelah beberapa detik, ia akhirnya membuka pintu dan keluar dari mobil, menunduk malu sambil berusaha menenangkan debaran di dadanya. Saat ia melangkah menuju sekolah, ia masih bisa merasakan tatapan Aksa yang mengikutinya, seolah memastikan pesan itu benar-benar tersampaikan.

Sepanjang hari di sekolah, pikiran Regita tak lepas dari kejadian pagi tadi. Setiap kali ia mengingat kecupan cepat Aksa di pipinya, jantungnya berdebar lebih cepat. Ia berusaha fokus pada pelajaran dan teman-temannya, namun bayang-bayang Aksa seakan tak mau hilang dari benaknya.

Di kantin, Kevien yang duduk di sebelahnya tiba-tiba memperhatikan wajah Regita yang tampak sedikit melamun. "Git, lo kenapa? Dari tadi kelihatan nggak fokus," tanyanya sambil tersenyum, mencoba mencairkan suasana.

"Oh, nggak apa-apa, Kev. Mungkin cuma agak lelah," jawab Regita, berusaha menyembunyikan kegugupannya.

Kevien mengangguk, meski tatapannya masih penuh tanya. "Kalau ada apa-apa, kabarin, ya."

Regita tersenyum kecil. "Iya, tenang aja."

Namun, meskipun ia berusaha terlihat normal di depan Kevien dan teman-temannya, kejadian pagi tadi terus menghantui pikirannya. Kecupan itu, permintaan Aksa yang tegas, dan caranya mengawasinya seakan memberi isyarat yang lebih dari sekadar perhatian seorang kakak tiri.

Menjelang sore, saat ia bersiap pulang, ia merasa gugup lagi, membayangkan harus bertemu Aksa di rumah. Perasaan campur aduk itu semakin menguat, membuatnya bertanya-tanya, apakah perasaannya terhadap Aksa benar-benar hanya sebatas kakak-adik tiri atau sesuatu yang lebih dari itu.

1
🐱Miko miaw🧚
semangat mama kikan
🐱Miko miaw🧚: kamu tapok dengan cinta dan kasih sayangmu
🏘⃝Aⁿᵘ🍁Kikan✍️⃞⃟𝑹𝑨👀: ku tabok..
total 2 replies
MacchiatoLatte
gw yakin sih si Aksa bakal jatuh cinta sama gita
MacchiatoLatte
sadar Aksaaa, dia adek tiri looooo
MacchiatoLatte
gw bacanya sampe tahan nafas giniiii, tanggung jawabbbb
MacchiatoLatte
wooiiiiiiiiiii 🤣🤣🤣
MacchiatoLatte
sukaa
MacchiatoLatte
jadi Regita sakit, jadi Aksa juga. Semoga yang terbaik buat mereka
Genda Dawangsha
kukira cerita novel, ternyata kisahku/Sob/
Genda Dawangsha
singkat bgt Thor /Cry/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!