NovelToon NovelToon
Battle Scars

Battle Scars

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Irma pratama

Apa jadinya kalo seorang anak ketua Organisasi hitam jatuh cinta dengan seorang Gus?

Karena ada masalah di dalam Organisasi itu jadi ada beberapa pihak yang menentang kepemimpinan Hans ayah dari BAlqis, sehingga penyerangan pun tak terhindarkan lagi...
Balqis yang selamat diperintahkan sang ayah untuk diam dan bersembunyi di sebuah pondok pesantren punya teman baiknya.

vagaimanakah kisah selanjutnya?
Baca terus ya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pindah Kamar

"Hans... Meskipun kamu ingin melepaskan organisasi ini, tetap saja kami tidak bisa melepaskanmu begitu saja! Tuan Besar Jonathan sudah menitipkan wasiat dan pesan supaya anda yang mengelola dan mewarisi Organisasi ini menggantikannya!" ucap Abraham Tangan kanan Jonathan.

Di salah satu ruangan sebuah gedung terdapat beberapa orang yang sedang mengelilingi meja rapat besar dan itu adalah para petinggi dari Organisasi Hitam Mafia.

"Tidak bisa, Ham... Masih Ada Dito kan... Dia sudah mau mengurus Organisasi ini! Dan dia juga keponakannya kandung dari Tuan Besar Nathan. Saya dari awal tidak mau beeurusan lagi dengan organisasi ini Ham... Dan saya tidak punya orang untuk menerusaknnya berikan saja pada Dito... Dia juga sudah mengusik kehidupan pribadi saya!" ucap Hans melihat tajam kearah Dito yang masih dengan senyum smirknya.

"Dito! Kamu--"

"Saya tidak akan mengusik Uncle Hans kalau keinginan saya dipenuhi yaitu menggantikan posisi Uncle Hans! Atau paling tidak sebagian wilayah pasar 80 persen saya yang pegang!"

"Ini sudah wasiat dari Tuan Besar dan saya juga para petinggi lain tidak bisa mengubah wasiat itu... Jika kamu masih tetap menginginkannya dan masih tetap mengganggu kehidupan pribadi Tuan Hans.. Maka bersiaplah kami yang akan berada di garda terdepan untuk melindunginya. Kamu akan berhadapan dengan wilayah Utara, Timur dan Selatan! Dan kamu sendiri tau bagaimana kekuatan kami jika disatukan?"

"Ham--"

"Dan jika pun kamu tidak mau mengurus Organisasi ini ada Nona Balqis yang akan menerima posisi ini sebagai penggantinya!"

"Tidak! Putriku tidak akan pernah terlibat dengan organisasi ini... Cukup saya yang masuk kesini... Jangan pernah libatkan putri saya?!"

"Tapi putri anda memenuhi kriteria sebagai penerus organisasi Tuan... Dia pintar, cerdas dan yang lebih penting bisa beladiri..."

"No! Saya tidak akan pernah menyerahkan putri saya ke dalam organisasi ini!" ucap Hans tegas penuh penekanan dan menatap begis satu-satu kepada orang-orang yang ada disana.

"Dan untuk kamu Dito... Saya bebaskan kamu untuk bisnis yang kamu inginkan tidak ada batasan wilayahnya, tapi... Jika kamu bermasalah dengan pihak lain apalagi polisi, saya tidak akan membantumu!"

"Dan Posisi Ketua Utama dari seluruh organisasi ini masih Tuan Hans Pegang!" lanjut Abraham.

"Jangan usik keluarga saya lagi Dito! Dan tarik anak buahmu untuk mengawasi putri saya!" ucap Hans tajam kearah Dito.

"Fine! Padahal saya tertarik dengan Balqis dan ingin menikahinya..."

"Kamu tau jawabannya!"

"Rejected!"

"Bagus jika kamu tau!"

****

Sementara itu... Disebuah Pesantren...

Balqis menyimpan sapu lidi yang sejak tadi dipegangnya. Kemudian mengelap keringat di dahinya. Dia kelelahan setelah membersihkan lingkungan pesantren yang lumayan luas.

"Om Gus, gimana hasilnya? Bersihkan? Balqis gitu loh..." ucap Balqis bangga.

Alditra yang sejak tadi membaca buku mendongak. Matanya membulat melihat hasil kerja Balqis yang sangat luar biasa.

"Apa katanya barusan? bersih? Bagaimana bisa dia bilang itu bersih?" batinnya.

Balqis yang tidak mendapatkan jawaban dari Alditra dengan memasang wajah kesal.

Cih... Untung aja dia seorang Gus. Kalo bukan udah aku toyor sama sapu.

Tap!

Balqis yang merasa diabaikan memutuskan pergi ke kobong. Perutnya terasa lapar setelah beres-beres.

Sesampainya di kobong. Mata Balqis membulat sempurna. Dia terkejut melihat isi penanak nasi yang kosong. Padahal dia segera kembali ke kobong karena perutnya terasa lapar.

"Nasinya habis. Sekarang bagian kamu memasak nasi," tunjuk Siti pada mading kecil.

Balqis terdiam. Tangannya mengepal menahan emosi. Dia sangat kesal karena semua teman-temannya tidak menyisakan nasi dan sekarang malah menyuruhnya memasak.

"Ini berasnya, silahkan cuci sebelum memasaknya," Siti memberikan beras yang sudah diaturnya.

Byur!

Dengan emosi yang meluap, Balqis membanting baskom kecil yang berisi beras sampai berceceran di mana-mana.

"Astaghfirullah!" Siti mengusap dadanya melihat beras berceceran.

"Gue capek. Harusnya kalian ngerti kalau gue baru aja selese beres-beres. Seenggaknya kasih gue keringanan buat ngelakuin kerjaan yang lain!" bentak Balqis emosi.

Terang saja, baru juga Balqis menyelesaikan hukumannya dan sekarang dia tidak bisa mengisi perutnya yang sangat lapar.

"Gini ya cara kalian ngehargain sesama temen? gini juga cara kalian temenan?!"

Siti, Amel, Siska dan Raras terdiam. Mereka sangat terkejut melihat apa yang dilakukan Balqis. Saat itu dia terlihat sangat marah.

"Ck, nggak sudi gue harus tinggal sama kalian!"

Suara amukan Balqis menggelegar membuat beberapa santri lain berbondong-bondong berdatangan. Mereka ikut terkejut melihat beras berceceran.

"Astaghfirullah!"

"Apa kalian liat-liat? Nggak pernah liat orang ngamuk?! Awas! Jangan ngalangin jalan gue!" ucap Balqis berlalu.

Beberapa santri ada berada disana pun terbelah. Mereka memberikan jalan pada Balqis yang berlalu pergi. Dia sangat kesal. Padahal dia kelaparan tapi tidak mendapati nasi sama sekali.

"Balqis!"

Langkah Balqis terhenti. Dia melihat senyuman Melodi terukir sambil menghampirinya.

"Kamu sudah makan?"

Balqis melihat nasi di piring yang dipegang Melodi. Nasi tanpa lauk pauk itu tidak terlalu banyak.

"Ayo makan bersama?"

Balqis hanya menggelengkan kepalanya. "Lo makan sendiri aja. Gue nggak laper."

Setelah mengatakan itu, Balqis melengos. Dia memang lapar, tapi dia tidak ingin Melodi membagi nasi dengannya. Nasi itu hanya cukup untuk dirinya sendiri.

"Aaaaaarrgghhttt nyebelin!!"

Balqis mendudukkan dirinya di bawah pohon. Amarahnya masih berada di ubun-ubun. Rasa lapar yang barusan terasa juga hilang tergantikan dengan rasa marah.

Balqis menundukan kepalanya diantara kedua kakinya yang ditekuk.

Daddy... Daddy ngirim aku kesini buat dihukum ya! Ok aku kapok nggak akan nakal lagi tapi jemput aku dari sini.. Aku udah nggak betah tinggal disini Daddy... Tega banget Daddy sama aku...

Sudah sekitar 10 menit Balqis duduk, dia pun beranjak saat lingkungan sepi.

Tap!

Langkahnya kembali terhenti, matanya secara tiba-tiba menangkap Gus Alditra yang tengah memetik mentimun.

"Cih... Cowok kok kayak cewek sih!"

Dan tanpa sadar lagi-lagi Balqis malah memilih menghampiri Alditra. Entah kenapa melihat Gus Alditra menjadi suatu hiburan tersendiri untuk Balqis. Bukan hanya untuk barter makanan tapi ada kesenangan yang Balqis rasakan ketika beetemu dengan Gus Alditra.

Dor!

Alditra hanya melirik. Dia kembali memetik mentimun.

"Hah.. Ck, nggak seru! Seharusnya Om Gus kaget gue ada di sini, bukannya cuek kayak gitu."

Balqis dibuat geregetan dengan kelakuan Alditra. Ingin sekali dia mengucek wajah Alditra yang masam setiap bertemu dengannya. Tidak ada senyuman yang ditunjukkannya selain wajah datar tanpa ekspresi

"Hah... Udahlah, gue lelah! Lelah fisik, lelah batin, lelah hayati..."

Alis Alditra mengeryit. Dia memperhatikan Balqis yang memetik mentimun lalu memakannya tanpa dicuci.

"Hah... Lo tau nggak, Om Gus?" Ada jeda beberapa detik. "Gue laper."

"Ck... Mulai deh!" batin Alditra.

"Gue itu cape banget, baru juga selese beres-beres, pas masuk kobong nasi abis. Bukannya mereka ngasih keringanan buat gue malah nyuruh gue memasak nasi. Kan gue kesel!"

"Salah nggak sih kalo gue ngamuk?! Abisnya di keadaan gue capek, laper trus nggak ada makanan malah disuruh masak nasi, Sakit banget hati gue Om... Padahal nih perut minta diisi. Gue kangen banget sama Rumah. Terutama Daddy..."

Alditra hanya mengangguk pelan mendengar curhatan Balqis. Dia juga tidak mengerti kenapa dia terus mendatanginya, terus berbicara padanya. Padahal sejauh ini dia tidak pernah berinteraksi dengan orang-orang.

Dia lebih suka dijauhi ketimbang didekati. Tapi Balqis? Entah ada angin dari mana datangnya sampai dia terus mengganggunya.

"Hah!"

Alditra melirik. Dia melihat Balqis yang terus-terusan menghela napasnya dan bahkan dia juga sudah menghabiskan tiga mentimun juga tomat.

Sebegitu kelaparannya kah dia?

Dia yang bingung dengan Balqis akhirnya mengambil buku kecil lalu menulis di sana. Dia juga mencoleknya dengan mentimun agar menoleh.

"Apa?" tanya Balqis masih Mode garang.

Alditra menunjukkan kertas itu.

(Apa kamu lapar?)

"Menurut lo?"

Alditra menulis kembali di bukunya. Lalu mengambil uang di saku bajunya.

(Ambilah Lalu beli makanan)

Balqis terdiam melihat kearah Alditra sambil mengangkat satu halisnya. Lalu mengambil uang itu, kemudian membolak-balikannya.

"Om Gus, ini sih mana cukup. Tambah lagi dong,"

Alditra kembali merogoh saku bajunya. Dia menambah uang yang dikomentari Balqis.

"Nah... Ini baru cukup. Oke, thanks ya Om Gus! Bye!"

Setelah mendapatkan uang, Balqis melengos begitu saja. Dia ingin segera membeli makanan untuk mengisi perutnya.

Sesampainya di warung. Balqis memperhatikan setiap makanan di depannya. Dia tidak tahu uang dengan jumlah 40 ribu itu cukup untuk membeli apa.

"Kenapa Neng Balqis?"

Balqis cengengesan saat Bi. Dewi pemilik warung menghampiri sambil menyimpan gorengan. "Bi, uang segini dapet makanan apa ya?"

"Banyak itu. Gorengan harganya 1 biji cuma 1.000, dan yang lainnya juga murah-murah," jawab Bi. Dewi. "Gini aja deh, Neng Balqis ambil makanan yang neng Balqis mau nanti Bibi hitungin jumlahnya, ya?!"

Balqis mengangguk. Dia pun mengambil beberapa gorengan. Kemudian mie instan dan makanan yang lain. Setelah semua yang diinginkannya terkumpul, dia pun membiarkan Bi Dewi menghitungnya.

"Semuanya jadi 30 ribu,' "

Balqis memberikan uangnya. Dia juga mendapatkan kembalian 10 ribu. "Di kota uang segitu cuman dapat dua makanan, tapi di sini seabregan."

Kriukk!

Balqis yang mendengar perutnya berbunyi segera melahap gorengan. Ini untuk pertama kalinya juga dia memakan makanan itu.

"Enak juga rasanya, meskipun berminyak sih."

Sambil duduk di kursi dekat gerbang yang dikunci, Balqis menikmati makanan yang barusan dibelinya. Matanya juga lurus ke depan memperhatikan orang-orang berlalu lalang.

Tuk!

Balqis menoleh.

"Mel!"

"Kamu belum makan, Qis." Melodi menyodorkan nasi dengan orek tempe. "Maaf ya, hanya ini yang bisa aku masak,"

"Siapa yang masak nasi?"

"Aku. Setelah selesai memunguti beras aku langsung mencucinya, aku nggak mau kamu kelaparan dan tidak makan."

Balqis tertegun mendengarnya. Dari sekian banyak orang bersamanya, hanya Melodi yang peduli padanya. Bahkan dia menggantikannya memasak nasi.

"Ayo makan, Qis? Jangan biarkan perut kamu kelaparan, nanti Daddy kamu sedih melihat putri kesayangannya kelaparan..."

Balqis pun terdiam matanya berkaca-kaca lalu tersenyum sambil mengambil nasi itu. Dia langsung melahapnya dengan rakus karena memang sejak tadi perutnya minta diisi nasi. Ya... Saat ini Balqis trngah kelaparan...

Apa reaksi Hans ketika melihat putrinya menderita seperti itu sampai kelaparan.

"Qis, kamu punya uang dari mana?"

"Om Guslah, cuma sama dia gue berani minta duit, ngeluarin unek-unek di kepala gue... Bahkan marah-marah...."

"Apa?" Melodi terkejut mendengarnya.

Kemudian melirik ke belakang untuk mencari Alditra. "Apa kamu serius dapat uang dari Gus Alditra?"

"Iya. Dia itu cuma kasian sama Gue, Mel,"

"Apa dia tidak melakukan apa-apa? Seperti sorot matanya yang tajam,"

"Oh... Itu sih tiap kali kita ketwmu juga dia udah kayak gitu matanya kayak mu makan gue, taoi gue udah biasa, Mel. Malah menurut gue dia baik kok. Dia nggak pernah berkomentar gue ngomong apa pun,"

Melodi menghela nafasnya. Dia takut Balqis kenapa-kenapa. Apalagi kabar bahwa Alditra yang galak membuatnya was-was terhadapnya karena sering mengganggunya.

"Udah lo tenang, Mel. Kalo Om Gus itu macem-macem gue bisa bela diri. Tinggal gue tendang aja aset berharganya,"

Melodi terkekeh. Perkataan Balqis mampu membuatnya tertawa. "Asalkan jangan terlalu dekat, ya!"

Balqis mengangguk. Dia juga menggeser makanan yang dibelinya tadi agar Melodi ikut memakannya.

****

Setelah lamanya di luar. Balqis dan Melodi pun kembali ke kobong. Memang sangat malas untuk Balqis kembali ke tempat itu, tapi mau bagaimana lagi? Dia tidak punya tempat lain selain kobong.

Baru saja Balqis masuk ke area kobong semua mata sudah tertuju padanya. Dia bagaikan seorang artis yang diperhatikan puluhan pasang mata, tapi sayangnya tidak ada kamera untuk mengabadikan moment itu.

Tap!

Langkah Balqis memelan saat mendekati pintu kamarnya. Dia sangat malas harus melihat wajah keempat temannya yang membuat darahnya mendidih.

"Balqis, sebaiknya kamu pindah kamar. Kita sudah bilang pada rois kalau kita tidak sanggup satu kamar sama kamu,"

Lontaran perkataan Siti membuat bibir Balqis menyungging. Ini adalah salah satu hal yang sangat dibencinya, dia merasa diusir mereka.

"Tidak bisa seperti itu. Balqis tidak bisa dipindahkan ke kamar lain. Apalagi yang lain sudah terlalu banyak,"

Balqis tidak perlu repot mengeluarkan kata sebagai penolakan, karena Melodi sudah lebih dulu membelanya.

Pahlawan Gue nih!

"Mel, dia sudah sangat keterlaluan. Kita mendapatkan beras itu bukanlah hal yang mudah, kita harus mengantri terlebih dahulu. Tapi dia, membantingnya begitu saja. Padahal beras itu sangat cukup untuk seharian ini," ujar Siti.

"Dan lihat sebagian beras tidak bisa dipungut karena kotor," tambah Amel. "Kita saja yang sudah lama tinggal di sini tidak berani membanting beras. Sedangkan dia?"

"Hoaaammm...."

Balqis yang mendengar ocehan mereka menguap. Dia benar-benar tidak peduli dengan perkataan mereka yang memberikan alasan pada Melodi agar dipindahkan.

"Akan dipindahkan ke kamar mana Balqis?" tanya Melodi.

"Kamar ujung. Kamar itu sudah dibersihkan tadi. Dia dihukum rois menempati kamar itu sendirian," jawab Siti.

Melodi menghela nafasnya. Dia tahu kamar ujung itu tidak pernah dihuni. Sekalinya dihuni oleh santri yang terkena hukuman.

"Mel, ini sudah menjadi keharusan untuknya. Lagian ini terjadi karena ulahnya sendiri," ucap Raras.

"Ck.. Udahlah, kalian semua berisik. Cuma gara-gara beras aja mulutnya pintar menghakimi orang," ujar Balqis yang berlalu mendekati lemari.

"Astaghfirullah!" Raras beserta yang lain mengusap dada.

Perkataan Balqis sudah keterlaluan.

1
sukronbersyar'i
mantap seru, gan , jgn lupa mampir juga ya
Tara
wah...dasar preman Yach😅😂
Tara
hope happy ending
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!