Tak pernah terpikirkan sebelumnya jika Aruna harus menikah setelah kehilangan calon suaminya 1 tahun yang lalu. Ia dengan terpaksa menyetujui lamaran dari seorang pria yang ternyata sudah beristri. Entah apapun alasannya, bukan hanya Aruna, namun Aryan sendiri tak menerima akan perjodohan ini. Meski demikian, pernikahan tetap digelar atas restu orang tua kedua pihak dan Istri pertama Aryan.
Akankah pernikahan tanpa cinta itu bertahan lama? Dan alasan apa yang membuat Aruna harus terjebak menjadi Istri kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trilia Igriss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Pelukan Aryan
"Aruna." Suara Aryan berhasil menghentikan tangis Aruna. Pandangan itu perlahan mengarah kepada pemilik suara dan pada akhirnya kedua pandang mata sayu itu beradu untuk waktu beberapa saat. Anehnya, hari ini Aryan terlihat sedikit berbeda. Rasa hangat sedikit Aruna rasakan dari kehadiran sosok pria yang tengah Ia hindari. Bagaimana bisa Aryan berada di sana?
"Ma-mas kenapa di sini?" Tanyanya memalingkan wajah seraya menyeka air mata yang sudah membasahi pipinya. Diam, tak ada jawaban sedikitpun. Lantas Aruna beranjak dan berbalik untuk memastikan bahwa suaminya tidak marah terhadapnya.
"Siapa Athar?" Hanya dua kata itu yang terlontar dari mulut Aryan. Ya, Ia lebih penasaran akan siapa Athar sebenarnya. Ia tak ingin menerka saja. Bisa dilihat sikap Aruna yang mulai gugup dan gelisah karenanya, Ia terus meremas tangan dan berusaha mengalihkan pandangannya dari Aryan yang kian mendekatinya.
"Ayo pulang! Kita bicara di rumah." Ujarnya menarik tangan Aruna yang tak sedikitpun menolak ajakan Aryan tersebut. Namun, baru saja sampai di samping mobil, Aruna melepaskan tangannya secara paksa sehingga Aryan menatapnya penuh tanya.
"Maaf Mas. Aku belum bisa pulang hari ini." Namun pria itu tak sedikitpun mengindahkan ucapan Aruna. Ia membukakan pintu mobil dan membiarkan Aruna masuk ke dalam sana. Setelahnya giliran Ia yang masuk ke kursi kemudi.
...----------------...
"Mas Aryan kemana ya? Udah jam segini belum jemput juga. Ditelepon gak diangkat, di chat juga gak dibalas. Katanya mau tukar mobil aja. Apa Mas Aryan lupa?" Gita bergumam sendiri di dalam kamar. Ia tak kunjung mendapati kedatangan Aryan.
"Mas... aku berangkat duluan. Aku tunggu di klinik ya!" Begitu isi pesan teks yang dikirim Gita kepada Aryan. Tanpa Ia tahu, Aryan saat ini meninggalkan ponselnya di daam mobil, sementara dirinya tengah menemani Aruna yang kini mendatangi rumah Oma Setya.
"Kalau kalian tidak ada konflik, Oma lega. Tapi kalau semisal Aruna membuat kesalahan, Oma harap kamu tidak membiarkannya pulang sendiri. Antarkan pada Oma. Oma masih punya uang untuk menghidupi Aruna." Tegas Oma begitu tajam menatap Aryan yang stelan wajahnya terlihat begitu acuh. Dari awal, Oma Setya memang tak menyetujui Isma menjodohkan Aruna dengan siapapun itu, apa lagi pria yang sudah beristri seperti Aryan.
"Apa istri tuamu tahu?" Sejenak, Aryan mengernyit belum sepenuhnya mengerti maksud Oma. Namun beberapa saat kemudian, Ia tiba-tiba beranjak lalu berlari ke arah mobil. Aruna melihat Aryan begitu panik dengan tangan gemetar menggenggam ponsel di tangannya. Terlihat pula, beberapa kali Ia menghubungi seseorang di seberang sana, dan beberapa kali juga panggilan itu tak terjawab. Benar, Aruna hanya berpikir satu hal. Tak lain, jika Aryan tak memberitahu Gita dan begitu gelisah terhadap istri tuanya itu saat Ia menyadari keteledorannya.
"Keputusan aku untuk gak hamil emang paling tepat. Aku gak mau nanti anak aku cuma jadi alat keserakahan mereka. Tujuan aku menikah itu untuk bahagia, bukan untuk kasih apa yang mereka mau tanpa mikirin perasaan aku." Batin Aruna hanya bisa menenangkan diri.
"Mas.. kalau Mas mau pulang, gapapa Mas. Lagian dari awal kan aku gak mau ganggu waktu Mas sama Mbak Gita." Ujar Aruna yang kini berada di belakang Aryan yang terlihat masih gelisah. Emosinya mendadak memuncak kembali mendengar penuturan Aruna yang seakan tak menginginkan kehadirannya di sana, dan seakan tak menghargai usahanya untuk memastikan semuanya baik-baik saja. Dengan raut wajah kesalnya, Aryan berbalik dan berniat meluapkan emosinya yang nyaris meledak mengingat Gita yang tak bisa Ia hubungi. Namun, amarah itu seketika luluh mendapati pandangan sendu Aruna yang berusaha menahan air mata yang sedikit menggenang.
"Untuk pulang pun, aku sudah terlambat. Kita pulang besok. Jadi pastikan hari ini urusanmu selesai." Respons Aryan demikian. Ia memalingkan wajah ke arah lain untuk menghindari kontak mata dengan Aruna yang sama-sama berpaling. Baginya, tatapan mata Aryan begitu menyakitkan untuk Ia tatap. Mata itu bukan mata Athar yang menatapnya penuh cinta, dan wajah itu bukan wajah Athar yang memberikan ketenangan untuknya.
Seiring memorinya yang berputar mengingat kenangan bersama mantan kekasih, Aruna terhenyak dan membeku seketika saat merasakan sebuah pelukan hangat di tubuhnya. Tanpa kata, Aryan memberikan kenyamanan kala air mata Aruna berderai deras tanpa Ia tahu penyebabnya. Tangis itu semakin terdengar pilu, namun Aruna terlihat enggan membalas pelukan Aryan yang masih membuatnya merasa hangat.
Di sisi lain, Gita menggenggam sebuah angka di kertas kecil seraya duduk sendiri di kursi klinik.
"Ibu Aisha Gita Khairina." Terdengar seorang perawat memanggil nama lengkapnya. Ada rasa enggan, namun Ia harus melakukan pemeriksaan tanpa kehadiran sang suami. Entah apa penyebab Aryan mengingkari janjinya secara mendadak dan tanpa penjelasan apapun, saat ini Gita tak ingin ambil pusing. Ia berniat menghubungi Aryan setelah pemeriksaan selesai.
"Ibu sudah berapa lama menikah?" Tanya Dokter kandungan seraya menggeser alat yang bisa menampilkan rahimnya di sebuah layar.
"Susah 5 tahun Dok." Jawabnya ramah.
"Ibu sudah ikut promil?"
"Sudah, tapi sempat tertunda Dok."
"Kenapa Bu?"
"Awalnya saya dan suami berniat menunda untuk beberapa lama, tapi ternyata saya bermasalah Dok." Mendengar jawaban Gita kali ini, Dokter terlihat menarik sebuah senyum kala mendapati sesuatu yang menarik baginya.
"Kondisi rahim ibu sehat. Ovarium sudah siap dibuahi juga." Sontak saja, Gita tersenyum lebar mendengar hal ini. Ia mendadak lupa akan kekesalannya pada Aryan.
"Ibu bisa lihat di aplikasi jadwal subur Ibu. Sebagian besar itu akurat Bu." Ujar Dokter selanjutnya.
"Kalau lihat di aplikasi, masa subur saya besok Dok. Tapi saya sudah tidak menggunakan itu lagi, soalnya sampai sekarang tetap tidak berhasil, Dok." Jelasnya.
"Tidak ada salahnya Ibu berusaha lagi. Kan kita tidak tahu di hari apa pembuahan itu terjadi." Sejenak Gita terdiam dan berpikir untuk mencerna apa yang diucapkan Dokter tersebut. Benar, apa salahnya Ia berusaha sedikit lagi. Jangan kalah dengan Aruna yang sudah memiliki peluang mengandung sebelum dirinya.
"Baiklah Dok. Nanti saya bicarakan dengan suami saya."
...----------------...
Malam menyapa, dna Gita harus menerima fakta jika Aryan tengah berada di rumah orang tua Aruna saat ini. Meski pikirannya berkecamuk, namun Ia tak ingin membuat suasana menjadi rumit. Cemburu, memang cemburu. Tapi Ia harus terima kenyataan ini karena istri Aryan kini bukan hanya dirinya.
Dan di waktu yang sama, malam ini Aryan dan Aruna sudah berbaring di tempat tidur. Aruna merasa terheran akan sikap Aryan hari ini. Apalagi sekarang, sejak kapan Aryan nyaman memeluknya saat tertidur? Bukankan biasanya Aryan selalu membelakanginya? Bahkan setelah berhubungan pun, Aryan seakan enggan berbalik menghadap kepadanya. Meski Aryan memeluknya dari belakang, dan meski Aryan adalah suaminya, namun Aruan merasa tak begitu nyaman.
"Kenapa?" Mendengar suara Aryan yang tiba-tiba, Aruna jelas terkejut sampai menggeser sedikit tubuhnya. Dan lagi-lagi Aryan menariknya ke dalam pelukan sehingga Aruna berhenti bergerak. Ada apa sebenarnya? Mengapa Aryan terasa sangat berbeda?
...-bersambung...
gimana ya thor aruna dg Adnan
biar nangis darah suami pecundang
masak dak berani lawan
dan aku lebih S7, Aruna dg Adnan drpd dg suami pecundang, suami banci
drpd mkn ati dg Aryan, sbg istri ke 2 pula
berlipat lipat ,
memikiran gk masuk akal sehat..