Salahkah jika aku penasaran dengan yang namanya cinta dan kasih sayang? Salahkah jika aku sangat haus akan dua rasa itu? Sebenarnya, apa itu kasih sayang? Apa itu cinta?
Disinilah aku, tinggal sebagai seorang keponakan, sepupu, serta orang asing dalam keluarga paman yang sangat membenci kehadiranku. Berbagai cacian, siksaan, serta hinaan, semuanya aku terima. Sampai dimana... dia datang. Tiba-tiba saja, tangannya terulur, membawaku entah kemana dengan kata-katanya yang begitu hangat namun menakutkan.
"Jika kamu sangat ingin merasakan cinta dan kasih sayang, mari kita buat bersama. Mulai sekarang, sampai selamanya... akulah tempatmu untuk pulang."- Adam.
"Jika Anda benar-benar rumah saya, izinkan saya untuk selalu pulang dalam dekapan Anda. Saya mohon, jadilah rumah untuk tempat saya pulang, Tuan Adam."- Ayna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wawawiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Mulai Membalas
***
"Ayna?"
Suara itu... Ayna sangat familiar dengan suara itu. Yang memanggil dirinya dengan lembut, ia kenal dengan suara itu. Ayna menoleh ke atas, tepat di ujung tangga. Sosok Chairul yang memanggilnya serta istrinya, Tiana, yang ada di sampingnya. Kedua orang tua itu menatap Ayna sendu.
"Kakek... Nenek..." mata Ayna berkaca-kaca, akhirnya ia bertemu dengan kedua orang yang sangat ia rindukan.
"Oh cucuku... Cucu manisku..."
Tiana berlari menuruni tangga sementara Chairul menyusulnya. Beberapa pelayan bahkan menjadi panik karena Chairul dan Tiana yang berlari ke bawah lumayan cepat, mereka khawatir jika Tuan dan Nyonya besar mereka akan terjatuh.
"Kakek! Nenek!" saking bahagianya, Ayna juga ikut menyusul ke atas tangga, tapi Chairul langsung menunjuk ke arah Ayna.
"Et et et. Diam disitu. Biar kami yang ke bawah." titah Chairul.
"Yes sir!" sudah menjadi kebiasaan mereka selama di rumah Robi, Ayna langsung paham dengan kode dari Chairul untuk tetap diam.
Selang beberapa saat, Tiana sampai tepat di depan Ayna dan memeluknya dengan erat. Suasana menjadi penuh haru, bahkan para pelayan yg ada disana turut merasakan suasana penuh keterharuan, sampai ada yang ikut menangis pula.
"Ayna... Ayna... Ya Allah cucuku... Kamu kemana saja nak? Ngga tahukah kamu kalau kita... Mencarimu kemana-mana?" lirih Tiana.
"Hiks... Maafkan Ayna nek... Gara-gara Ayna... Kakek dan nenek dipukul... Maafkan Ayna..." balas Ayna yang juga menangis.
Tiana melepaskan pelukannya, ia ingin menatap Ayna lagi dalam-dalam. Memastikan dari atas sampai bawah tidak ada terjadi sesuatu yang membahayakan Ayna.
"Lihatlah kamu ini... Wajahmu semakin tirus... Kamu belum makan? Kita buatkan ya... Makan yang banyak..." ucap Tiana yang miris saat melihat Ayna yang semakin kurus menurutnya.
"Ngga perlu nek... Ayna sudah kenyang." tolak Ayna lembut.
"Ayna."
"Kakek..."
Giliran Chairul yang memeluk Ayna. Pria tua itu benar-benar merindukan sosok wanita muda yang begitu lembut dan sopan seperti Ayna.
"Syukur... Alhamdulillah... Kamu baik-baik saja nak... Kakek bahagia kamu baik-baik saja begini..." lirih Chairul.
"Iya kek, pinggang kakek gimana? Apa masih..."
"Apa maksudmu? Kakek memang sudah tua ya! Tapi jiwa kakek masih muda! Kakek mengerahkan segenap tenaga buat mencari Ayna, cucu kakek dan nenek sampai ketemu. Sekarang, baru ada balasannya. Kamu muncul di hadapan kita berdua. Ngga ada yang lebih membahagiakan selain kamu yang sudah ditemukan dalam keadaan sehat."
Ayna menganggukkan kepalanya. Ia benar-benar terharu karena Chairul dan Tiana masih sehat bahkan lebih bugar ketimbang di rumah Robi.
'Ya Allah... Terimakasih Ya Allah, Ayna benar-benar bahagia sekarang sudah bertemu kakek dan nenek... Berikan mereka kesehatan serta umur yang panjang pada mereka Ya Allah...'
"Ah, Adam. Kakek bangga padamu, terima kasih sudah menemukan Ayna. Kakek tahu ketanggapan kamu dalam menyelesaikan masalah. Sekarang, kakek bisa mempercayakan Emanuella Corporation padamu sepenuhnya."
Adam tersenyum bangga mendengarnya. Akhirnya, sang kakek sudah memberikannya kepercayaan lebih kepada dirinya seorang menjadi CEO Emanuella Corporation. Sekarang, dengan begini ia bisa dengan leluasa membalas dendam kan mereka yang sudah menindas Ayna, Chairul, dan juga Tiana.
'Kupastikan juga mereka akan tamat riwayatnya. Tunggu saja.' batin Adam penuh tekad.
***
Sekarang, mereka berkumpul di ruang keluarga. Hanya bercengkrama seperti kebanyakan keluarga. Saat masuk ke dalam, Ayna terpesona dengan interior mewah dan berkelas. Rasa insecure menyerang dirinya tapi sebisa mungkin ia harus bersikap normal.
"Ayna."
"Ya nenek?" setelah bercengkrama banyak, Tiana mengajak Ayna untuk ke dapur. Karena Tiana memberikan tempat untuk Chairul dan Adam untuk berbicara empat mata.
"Ngga ada. Matamu kok kayak kaget begitu sewaktu masuk ke rumah kita? Padahal kita di rumah Robi ngga sekaget itu loh dirimu, hehehe..." Tiana menyadari gelagat Ayna dan ia jadi gemas sendiri.
"R-Rumah kami? Jadi..."
"Aih? Kamu belum tahu ya kalau Adam itu cucu kami berdua, satu-satunya pula. Ia menjabat sebagai CEO Emanuella Corporation sekitar... Dua tahun yang lalu, mungkin? soalnya kakekmu itu memberikan jabatan ini untuk menggantikannya, tapi secara ngga resmi. Benar-benar resmi ya tadi itu." jelas Tiana sembari memotong buah mangga.
"Oooo, jadi... Kakek sekarang adalah komisaris begitu?" tanya Ayna.
"Betul. Oh ya, kamu mungkin belum tahu ya tentang kita? Kamu masuk ke rumah Robi sekitar usia 10 tahunan kan? Setahun kemudian kita masuk bekerja disana. Bukan apa nak, ini untuk penyamaran kita karena kakekmu ingin tahu sendiri sebusuk apa pamanmu itu. Apalagi mengenai permasalahan salah satu cabang perusahaannya, yang ternyata ulah pemilik Termirren Corporation, Robi Diandra."
"Lalu, kami sudah banyak menemukan bukti-buktinya selama bertahun-tahun ini, termasuk bukti mereka menindasmu. Tapi, saat kami dituduh mencuri perhiasan yang waktu itu, itu di luar perkiraan kami. Ada yang melakukannya dan itu dengan tujuan agar ngga ada yang menghentikan keluarga pamanmu untuk lebih leluasa menyiksamu. Nenek mengira... Itu ulah dari Alea karena nenek curiga sewaktu melihat senyumannya yang agak... Gimana gitu." jelas Tiana lagi.
"Lalu bukti-bukti itu..."
"Tenang. Sewaktu kami berdua keluar, bukti sudah aman di tangan kita. Aman sentosa."
Ayna menghela nafas penuh kelegaan. Tidak terbayangkan jika Robi dan Yuliana akan merebut bukti-bukti yang dibawa kakek dan neneknya karena ketahuan menyamar dalam keluarga itu.
"Tapi... Mereka benar-benar ngga tahu kan siapa kakek dan nenek? Ayna takut kalau terjadi sesuatu pada kalian." ucap Ayna khawatir.
"Hohoho. Cucuku yang manis, kamu tahu kan... Termirren Corporation itu hanya seonggok kotoran bagi kami. Mau menyenggol? Silakan! tapi kami akan balas menyenggol sampai jurang! kami berani! Tanpa bukti pun, mereka akan tetap kalah dengan kita!"
"Heeee..."
Sungguh di luar nalar. Tiana yang Ayna kenal, ternyata adalah wanita paruh baya yang penuh semangat juga begitu bar-bar. Beda saat di rumah Robi, Tiana malah seperti nenek tua yang seperti biasanya.
'Nenek... Mengkereeennn!'
***
"Apa ini kakek? Pernikahan anak kedua pemilik Triantara Corporation dan... Anak semata wayang penilik Termirren Corporation?"
Chairul menunjukkan sebuah undangan yang ditujukan kepada keluarga Wicaksono. Yang berarti mengundang Chairul, Tiana, dan Adam.
"Ya. Kakek baru saja dapat kemarin. Maunya mengabari kamu hari ini tapi kamu keburu kesini ya sudahlah sekalian saja."
"Tapi, kakek merasa aneh. Yang menikah ini... Anak keduanya si Tono. Dan yang kakek dapatkan beritanya, kalau anak keduanya ini... Lupa pula namanya. Bakal menjadi penerus perusahaannya. Bukan anak pertamanya." Chairul mencurigai ada sesuatu yang aneh dari pernikahan antara Hendry dan Alea, yang juga dikabarkan bahwa Hendry akan menjadi penerus perusahaan ayahnya.
"Seharusnya begitu, kakek. Aku tahu bagaimana Darren itu. Memang benar kalau di mata keluarganya, dia sangat diremehkan karena ngga berbakat seperti adiknya. Tapi, dia cerdas dan sekarang dia punya usaha restoran. Entah kenapa pula jadi begini." balas Adam yang bingung juga.
"Apa kakek dan nenek bakal datang? Kalau mereka usir kalian bagaimana?" tanya Adam.
"Hmmm, datang ya?"
CTIIKK
"Adam. Tadi kamu bilang ke kakek... Mau menikahi Ayna kan?"
"Iya."
"Kita manfaatkan kesempatan ini. Dan ini juga sebagian bentuk awal pembalasanku. karena kalian sudah membuat salah satu cabang perusahaanku merugi besar dan cucuku tersayang tertindas, maka rasakan pembalasanku ini." Chairul menyeringai, tapi Adam tidak takut akan hal itu dan ia tahu artinya.
'Kalau sudah begini... Susah bagi mereka buat menang. Ayah, ternyata yang ayah bilang waktu itu benar ya. Kalau kakek... Orangnya pendendam.' batin Adam.
"Jadi... gimana rencananya ini, bapak komisaris?" tanya Adam yang penasaran.
"Ya bagaimana lagi? Hadirlah. Sekalian juga kita bawa Ayna dan perkenalkan di depan publik sebagai calon istrimu. Tapi! Ada tapinya ini. Kita ngga akan menghadiri sebagai keluarga Wicaksono, tapi kita hadir sebagai utusan keluarga Wicaksono." usul Chairul membuat Adam menyeringai.
"Aku ada tambahan lagi, kakek. Bagaimana kalau..."
Adam mulai mengatakan ide tambahannya untuk menghadiri acara pernikahan Hendry dan Alea. Chairul yang mendengarnya pun mengacungkan jempol, tanda ia setuju.
"Bagus! Untung banyak kamera tersembunyi di sekitar rumah itu yang kami pasangkan. Jadi semua sisi langsung jelas tanpa hanya sisi dinding atas saja. Oke. Kita jalankan kedua ide ini. Panggil nenek dan Ayna sekarang."
Adam segera menuju dapur yang ternyata Ayna dan Tiana sedang bersantai memotong mangga muda, bengkuang, pepaya, dan tahu. Adam mengernyit heran melihatnya.
"Kalian... Ngapain?" tanya Adam.
"Lah baguslah kamu datang Adam. Ini, bawakan cobeknya ke ruang keluarga. Sama bawa ini nampan isi buahnya. Kita ngerujak." titah Tiana.
Pria itu menelan ludahnya. Sudah lama ia tidak merasakan nikmatnya rujak buah, apalagi dengan sambal rujaknya yang enak.
"Boleh. Mana sini kubawakan."
"Btw, ini beneran nenek yang buat?" saat melihat sambal rujak di cobek, Adam merasa curiga akan hal itu.
"Saya yang buat kak. Soalnya tangan nenek agak kesemutan tadi. Ah, coba cicipin. Apa kurang pedas atau bagaimana..."
Mendengar jika Ayna yang membuatnya, Adam langsung lega. Tak terbayangkan bagaimana jika Tiana yang membuat sambal itu, sudah pasti rasanya luar binasa.
"Hm. Pas." ucap Adam saat mencicipi sambal itu.
Mendengar jika rasanya sudah sesuai, Ayna tersenyum puas. Segera, mereka bertiga ke ruang keluarga lagi dan mulai membicarakan masalah yang tadi sembari menikmati rujak buah.
***
"Eh? Saya ikutan hadir? Apa ngga apa-apa?"
Seperti yang diduga, Ayna terkejut mendengar bahwa dirinya akan ikut hadir bersama mereka bertiga untuk menghadiri pernikahan sepupunya.
"Iya nak. Tapi hanya sebagai utusan keluarga, bukan keluarga itu sendiri. Kamu tahu kan? Kami sekeluarga memang jarang menampakkan diri di awak media, karena itu untuk menjaga privasi. Tapi mereka ngga sadar kita ada di sekitar mereka. Jadi, kamu ikut ya dengan kita? Ini juga sebagai pembuktian kalau mereka... Adalah orang yang jahat."
Ucapan Chairul... entah kenapa membuat Ayna ragu. Haruskah ia ikut? Tapi...
'Ngga ngga ngga! Benar yang dikatakan kakak, kakek, dan nenek. Aku ini korban dari kejahatan paman sekeluarga! Aku selalu ditindas, dicaci maki, dan direndahkan! Bahkan kakiku juga dibuat cacat begini, ngga ada kata ampun maupun maaf buat mereka! Aku sudah bebas, aku akan buktikan kalau aku bebas dan layak hidup!'
Ayna menatap satu per satu dari mereka bertiga dengan tatapan penuh tekad. Ia langsung bertanya...
"Kapan pernikahannya?"
"Dua hari lagi." jawab Adam.
"Iya. Saya ikut!"
"Sip! Oh ya. Abang, sekalian dari pulangnya acara itu, kita mampir ke butik ya. Kita cari gaun pengantin yang tercantik buat Ayna!" ucap Tiana girang tak karuan.
"Boleh boleh. Sekalian juga kamu Adam. Dekorasinya biar kakek dan nenek yang urus ya. Jangan buat Ayna kerepotan." tambah Chairul.
"Bisa diatur." jawab Adam.
"T-Tapi..."
"Biayanya gampang." ucap Adam, Chairul, dan Tiana bersamaan.
Baru saja Ayna menginterupsi bagaimana biayanya, ia keburu dijawab mereka bertiga secara bersamaan. Ayna hanya tertawa lemah mendengar jawaban itu.
'Ya Allah... Aku lupa kalau kakak, kakek, dan nenek orang kaya... Aku masih ngga bisa menyesuaikan diri di keluarga old money seperti ini...'
***
Dua hari kemudian...
pernikahan antara Hendry Bagus Andriansyah juga Alea Tuti Dirandra akan dilakukan. pernikahan diadakan di sebuah hotel mewah dengan fasilitas yang begitu mewah tiada tara. Bahkan orang-orang penting pun berdatangan dalam pesta pernikahan itu.
"Uwaaahhh ngga kusangka kalau Nona bakal menikah! Selamat ya Nona!" sahabat Alea, Tyas, mengucapkan selamat kepada sahabatnya.
"Hooh. Diantara angkatan kita, nona duluan yang menikah. Pokonya, samawa ya!" ucap Nana sembari menyalami tangan Alea.
"Hehehe, makasih teman-temanku!"
"Oh ya Nona. Sepertinya... Kita ngga bakalan panggil nona lagi deh. Tapi, Nyonya Andriansyah!" teriakan Tyas membuat beberapa orang menoleh ke mereka berdua.
"Hei! Malu-maluin kamu Tyas. Yang sopan dikit lah!" tegur Nana.
"Hahaha apa sih kalian ini? Ngga perlu lah toh-..."
"Ih malah begitu kamu Alea. Memang benar loh kamu jadi istri penerus perusahaan terbesar, kalau otomatis ya kamu jadi bagian dari keluarga Andriansyah! Ya kan, Nana?"
"Hmm hmm. Aku setuju dengan Tyas." Balas Nana.
Alea diam-diam tersenyum licik. Ia senang kalau disebut sebagai Nyonya Andriansyah, karena itu adalah awal obsesi dan ambisi besarnya untuk bisa mempengaruhi dunia sosialita tinggi.
'Apa yang namanya Adam itu bakalan datang ya? Secara kan dia CEO nya Emanuella Corporation. Kalaupun ngga datang... Bisa juga sekalian aku buat gosip tentang dirinya, kalau dia mandul. makanya jadi menyimpang menyukai sesama jenis. Mumpung itu kumpulan ibu-ibu sosialita disana, aku bisa mengambil perhatian-...'
"Tuan. Utusan dari keluarga Wicaksono, Emanuella Corporation sudah datang."
"Utusan? bukan keluarga Wicaksono sendiri yang datang?" tanya Robi heran.
"Bukan Tuan."
Suara bisikan demi bisikan saling bersahutan. Rata-rata mereka tahu siapa itu keluarga Wicaksono. Keluarga yang paling berpengaruh, paling tidak bisa diintimidasi, dan paling berkuasa di dunia sosialita tinggi ini. Bahkan, rumor mengatakan... Jika ada yang mengatakan hal-hal buruk pada keluarga itu, tunggu saja. Detik itu juga atau besok akan tinggal nama.
"Kalau utusan saja, suruh mereka pulang. Katakan-..."
"Persilahkan mereka masuk." sela Tono saat besannya berbicara.
"Besan. Itu..."
"Ngga apa-apa. Mau itu utusan atau orangnya sendiri, aku ngga mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Mungkin dengan menyampaikan pesanku, aku bisa-..."
WWWIIIIINNNGGG
Suara gema mic berbunyi mendenging, sampai semua orang menutup telinganya. Tiba-tiba saja, layar lebar yang semulanya menampilkan kedua mempelai, tergatikan dengan sebuah rekaman yang begitu jernih dan jelas.
Rekaman itu menunjukkan Yuliana yang memukul kali Ayna, Robi yang mencambuk Chairul dan Tiana, Alea yang menendang perut Tiana, Alea yang meletakkan kotak perhiasan ibunya ke lemari Chairul dan Tiana. Serta yang paling mengejutkan adalah... Alea melakukan hubungan suami istri bukan dengan satu pria, tapi tiga pelayan pria!
"Ha? Dia kan..."
"Masa Alea yang..."
"Ya Tuhan... Selama ini mereka..."
"Keluarga macam apa ini?! Semuanya iblis! Gadis dan orang tua... Kalian cambuk?!"
"Dimana hatimu Diandra?!"
"Iblis kalian ini!"
Begitu panik Robi saat melihat rekaman itu, istrinya juga demikian.
"Alea... Kamu... Kamu sudah ngga perawan? KENAPA KAMU MELAKUKAN INI PADAKU?" Hendry yang melihat rekaman Alea yang sedang menikmati kegiatannya, begitu murka pada istrinya.
"Ngga. Aku ngga melakukan itu! Demi Tuhan aku ngga melakukannya!" teriak Alea panik.
"BOHONG! ISTRIKU TERNYATA SEORANG PEMBOHONG! SUDAH JELAS-JELAS KAMU ADA DISANA, DAN KAMU MAU MENYANGKAL? CUIH, NYONYA ANDRIANSYAH APANYA? YANG ADA, LONTE DIANDRA!"
Bagai tersambar petir, Alea langsung terdiam mendengar cacian suaminya. Ia jatuh terduduk, tak kuasa menahan beban yang tiba-tiba memberat. Begitu malu keluarga Andriansyah melihat ini. Bahkan Tono bersama istri dan anaknya akan beranjak meninggalkan altar pernikahan. Tetapi...
"Permisi. Kami dari utusan perwakilan keluarga Wicaksono. Kami ingin menyampaikan selamat kepada mempelai wanita."
"Kamu..."
"Bagaimana bisa..."
"A-Ayna..."
Chairul, Tiana, Adam, dan Ayna datang di saat yang tepat. Saat semuanya heboh dengan rekaman itu. Semua tamu undangan langsung mengetahui kalau mereka... Adalah korban yang disiksa oleh Robi sekeluarga dalam rekaman itu.
"Kalian..." Robi begitu geram melihat ketiga orang yang sangat ia kenali itu. Bahkan tangannya terkepal kuat.
"Halo lagi, Tuan Robi dan Nyonya Yuliana. Bagaimana kabar Anda berdua?"
~Bersambung~