NovelToon NovelToon
Menjadi Guru Di Dunia Lain

Menjadi Guru Di Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sistem / Akademi Sihir / Penyeberangan Dunia Lain / Elf
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ned_Kelly

Arthur seorang guru honorer di sekolah negeri yang memiliki gaji pas-pasan dengan jam mengajar yang tidak karuan banyaknya mengalami kecelakaan pada saat ia hendak pulang ke indekosnya. Saat mengira kehidupannya yang menyedihkan berakhir menyedihkan pula, ternyata ia hidup kembali di sebuah dunia yang sama sekali berbeda dari sebelumnya.

Tetapi uniknya, Arthur kembali menjadi seorang guru di dunia ini, dan Arthur berasa sangat bersemangat untuk merubah takdirnya di dunia sekarang ini agar berbeda dari dunia yang sebelumnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ned_Kelly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 12: Home Visit

Sebelumnya, aku berniat untuk memamerkan kemampuan baruku. Namun, apa yang dimulai sebagai ajang pamer berubah menjadi sebuah tur ke rumah-rumah muridku. Setelah mengunjungi rumah Johan, reaksi dari yang lainnya adalah rasa iri, dan mereka pun meminta agar aku melakukan hal serupa di rumah mereka.

Paling awal, Jade, yang mengaku sangat merindukan orang tua karena sudah lama tidak pulang, meminta agar aku mengunjunginya. Setelah berpamitan dengan orang tua Johan, aku membuka portal sekali lagi, siap untuk menuju ke tempat tinggal Jade.

Ketika Jade dan yang lainnya melangkah masuk ke dalam portal, aku hanya bisa menatap mereka dengan rasa campur aduk. Di antara kerumunan yang semakin berkurang, aku melihat Johan, berdiri tegak di depan kedua orangtuanya. Dia tampak tenggelam dalam momen perpisahan itu, dengan mata yang penuh kehangatan dan kekhawatiran.

Johan, dengan kerutan di dahi, memeluk ibunya erat-erat. "Ibu, Ayah," ujarnya dengan suara bergetar, "aku akan melakukan yang terbaik. Aku akan berusaha keras di Akademi Bridestones."

Ibunya, seorang wanita berusia matang dengan mata lembut, membalas pelukannya dengan penuh kasih. "Kami tahu kamu bisa melakukannya, Nak. Kami bangga padamu, meski berat hati kami harus melepas mu ."

Ayah Johan, seorang pria bertubuh kekar dengan tatapan bijaksana, meletakkan tangannya di bahu Johan. "Ingatlah, perjalanan ini bukan hanya untuk dirimu sendiri, tetapi juga untuk masa depan kita semua. Beranilah menghadapi tantangan, dan jangan lupa pulang jika waktu memungkinkan."

Johan mengangguk, menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. "Aku akan pulang, Ayah. Aku berjanji."

Aku menyaksikan perpisahan itu dengan hati yang berat. Terlepas dari segala kesibukan dan kerumunan yang menggeliat di sekitar, momen itu terasa begitu intim, begitu nyata. Melihat betapa dalamnya rasa sayang Johan terhadap orang tuanya, aku tak bisa menahan diri untuk teringat pada masa lalu yang kini hanya menyisakan kenangan.

Rasa rinduku terhadap kedua orangtuaku tumbuh kembali, seperti bayangan yang merayap lembut dalam jiwa. Aku membayangkan wajah mereka, dengan segala senyum dan kasih sayang yang kini hanya bisa ku kenang. Segala rasa sakit dan kehilangan itu membanjiri pikiranku, namun aku tahu aku tidak bisa terpuruk dalam nostalgia yang menyakitkan. Kehidupan harus terus berjalan.

Johan akhirnya melepaskan pelukannya dan melangkah menuju portal dengan langkah pasti. Sebelum melangkah sepenuhnya, dia menoleh sekali lagi. "Selamat tinggal, Ibu, Ayah," ujarnya dengan suara yang mulai stabil, penuh tekad. "Aku akan membuat kalian bangga."

Kedua orangtuanya melambaikan tangan dengan senyum yang penuh harapan. Aku bisa melihat betapa mereka berusaha keras untuk menahan air mata mereka, sementara Johan sudah melangkah lebih jauh ke dalam portal yang memancarkan cahaya biru.

Aku merasa tersentuh oleh pemandangan ini. Meski aku tidak bisa lagi menemui orang tuaku di dunia sebelumnya, aku tahu bahwa perjalanan hidup ini adalah milikku untuk dihadapi dan dilalui. Tak ada gunanya meratapi masa lalu yang telah tertutup, karena dunia ini terus bergerak maju. Dengan tekad yang sama seperti Johan, aku harus melanjutkan perjalanan ini dan membuat hidupku berarti, terlepas dari segala kehilangan yang pernah kurasakan.

Aku menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah ke dalam portal, membiarkan energi magis yang berputar-putar di sekitarku meredam suara-suara di luar. Jade dan yang lainnya sudah mendahuluiku, dan kini giliranku untuk mengikuti mereka. Namun, sebelum itu, mataku tertuju pada Johan, yang masih berdiri bersama kedua orang tuanya, menghabiskan detik-detik terakhir sebelum perpisahan.

Jade menoleh dan memanggilku, "pak guru , cepatlah! Portalnya tidak akan terbuka selamanya!"

Aku mengangguk, tersenyum kecil padanya, lalu menoleh lagi ke arah Johan. Ada kehangatan di mata anak itu, namun juga rasa khawatir yang tak bisa disembunyikan. Dia melambai pelan, dan aku membalasnya dengan anggukan tegas.

Kami akhirnya tiba di depan rumah Jade—sebuah rumah sederhana dengan nuansa klasik yang dipenuhi tanaman hijau di halaman depannya. Aura yang berbeda terasa seketika. Jade tampak tak sabar. Dia berlari mendahului kami, langsung menuju pintu depan tanpa ragu.

“Ini rumahku!” Jade berseru dengan nada bangga. “Aku harap ibu dan ayah ada di rumah…”

Saat pintu terbuka, seorang wanita berambut cokelat panjang muncul. Wajahnya cerah dan menyimpan kehangatan yang menular, sementara di belakangnya berdiri seorang pria bertubuh tinggi dengan senyum lembut di wajahnya. Mata mereka berbinar ketika melihat Jade yang berdiri di depan pintu.

“Jade? Oh, sayangku!” Wanita itu, yang tak lain adalah ibu Jade, langsung memeluk putrinya erat-erat. Jade balas memeluk ibunya, matanya tampak berkaca-kaca, seolah semua rasa rindu yang telah lama ia simpan kini terlampiaskan.

“Ibu, aku… aku merindukan kalian,” ujar Jade dengan suara bergetar.

Ayahnya menghampiri dan mengusap kepala Jade dengan penuh kasih. “Kami juga merindukanmu, Nak. Sudah berapa lama ya, kita tidak bertemu?”

“Sejak Jade masuk Akademi Bridestones, Pak,” jawabku perlahan, membuat mereka tersenyum sambil melirik ke arahku.

Mereka berdua mengangguk, lalu mengajakku dan para murid lainnya masuk ke dalam rumah. Kami duduk di ruang tamu yang nyaman, dipenuhi kenangan keluarga yang terpajang di dinding—foto-foto Jade kecil, hadiah-hadiah buatan tangan, dan hiasan-hiasan yang sederhana tapi penuh makna.

Jade bercerita panjang lebar tentang kehidupannya di akademi, semua tantangan yang dihadapinya, dan juga tentang teman-teman barunya. Sesekali, ibunya menyela dengan pertanyaan-pertanyaan khawatir, namun selalu dengan nada hangat dan penuh perhatian.

“Jadi… kamu sudah belajar banyak hal baru, ya?” tanya ibunya, matanya berbinar penuh kebanggaan.

Jade mengangguk, dan aku bisa melihat bagaimana ia berusaha menahan air mata yang masih menggenang. “Iya, Bu. Aku… berusaha sebaik mungkin.”

“Kami tahu kamu pasti bisa, Nak,” tambah ayahnya, menepuk bahu Jade. “Kami percaya padamu. Kamu selalu menjadi anak yang kuat.”

Aku memperhatikan momen ini dengan penuh perasaan. Rasanya begitu menghangatkan, seolah aku turut merasakan kebahagiaan sederhana yang mereka rasakan. Namun, di balik tawa dan senyum mereka, aku bisa merasakan ada perasaan yang sama seperti perpisahan Johan tadi—campuran antara kebanggaan dan kecemasan yang tak terucapkan.

Setelah menghabiskan waktu sejenak untuk bercengkerama, kami pun berpamitan. Jade memeluk orang tuanya sekali lagi sebelum kembali ke sisiku. Wajahnya tampak lebih lega, seolah beban di pundaknya sedikit terangkat.

“Terima kasih, pak guru ,” ucap Jade dengan senyum tipis. “Aku benar-benar merindukan momen ini.”

Aku mengangguk. “Kamu sudah bekerja keras, Jade. Dan ini hanyalah sebagian dari perjalananmu.”

Kami semua kembali bersiap untuk melangkah ke portal, menuju perjalanan berikutnya. Namun, di hatiku, aku merasa perjalanan ini bukan hanya tentang pamer kemampuan atau sekadar mengunjungi rumah para muridku. Ini adalah pengingat bahwa setiap anak di akademi ini memiliki kisah, keluarga, dan harapan yang mereka bawa. Dan bagiku, menjadi bagian kecil dari cerita mereka adalah sebuah kehormatan yang luar biasa.

Dan sekarang adalah giliran Charlotte. Dia tidak sabar ingin menunjukkan rumahnya pada Jade dan Celestine yang begitu dekat dengannya. Seperti biasa sebelum aku menggunakan sihir teleportasi, aku harus menggunakan sihir pembaca pikiran terlebih dahulu pada Charlotte agar aku tahu bagaimana detil rumahnya Charlotte.

Begitu Jade selesai melepas rindunya, Charlotte sudah tidak sabar ingin memamerkan rumahnya. Dia melangkah dengan riang mendekatiku, matanya berkilau penuh antusias. Charlotte adalah salah satu muridku yang paling bersemangat, dan di balik sikapnya yang anggun sebagai putri keluarga bangsawan, dia selalu berhasil menularkan semangatnya pada semua orang di sekitarnya.

“Sensei, sekarang giliranku, kan?” Charlotte bertanya sambil menggoyang-goyangkan lengan bajuku, membuatku tersenyum kecil. Jade dan Celestine berdiri tak jauh darinya, menunggu dengan penuh penasaran. Mereka memang dekat—tiga sekawan yang tak terpisahkan sejak hari pertama masuk akademi.

“Iya, Charlotte,” jawabku. “Tapi sebelum itu, aku perlu menggunakan sihir pembaca pikiran dulu. Aku harus tahu detail rumahmu agar kita bisa teleportasi dengan tepat.”

Charlotte mengangguk dengan cepat, lalu berdiri diam di hadapanku. Aku memejamkan mata, membiarkan aliran energi sihir mengalir, dan sekejap aku bisa merasakan pikirannya. Gambaran rumah besar dengan taman luas, dinding-dinding mewah yang dilapisi ornamen emas, dan chandelier kristal yang tergantung di langit-langit langsung membanjiri pikiranku. Rumahnya benar-benar megah, khas keluarga bangsawan kelas atas.

Satu napas panjang, dan aku membuka mataku lagi. “Siap. Sekarang kita berangkat.”

Aku membuka portal, dan kami semua melangkah masuk. Energi sihir mengalir dan dalam sekejap, kami sampai di depan rumah Charlotte—sebuah mansion besar dengan gerbang tinggi yang dihiasi ukiran-ukiran rumit. Halamannya dipenuhi bunga-bunga yang tertata rapi, seolah setiap kelopaknya diatur oleh tangan-tangan ahli.

Charlotte berlari kecil ke depan, wajahnya berbinar penuh kebanggaan. “Selamat datang di rumahku!” serunya dengan ceria.

Tiba-tiba, suara berat yang dalam menggema dari depan pintu utama. “Charlotte.”

Seorang pria berjas hitam dengan postur tegap dan ekspresi tegas berdiri di sana. Wajahnya mengingatkanku pada seseorang yang tidak sering tersenyum, dan dari sikapnya yang kaku, aku bisa menebak—ini pasti ayah Charlotte, Tuan Leonardo Pennyroyal.Matanya sekilas melirik ke arahku dengan sorot dingin yang membuatku langsung menyadari bahwa dia tidak terlalu senang melihatku di sini.

“Ayah!” Charlotte berlari dan memeluknya. Tuan Leonardo membalas pelukan itu dengan lembut, namun matanya tetap tidak lepas dariku.

“Aku mendengar kabar bahwa kau akan datang hari ini,” ujarnya dengan nada dingin, masih menatap lurus ke arahku. “Namun, sejujurnya, aku tidak menyangka guru yang membawa putriku ke akademi ternyata seseorang yang seperti... dirimu.”

Aku hanya tersenyum kecil, mencoba tetap tenang meski jelas bahwa pria ini menilai ku dari ujung kepala hingga kaki. “Terima kasih telah mengizinkan kami datang, Tuan Leonardo.”

Charlotte buru-buru memotong pembicaraan, mungkin khawatir situasinya akan menjadi canggung. “Ayah, Jade dan Celestine sudah lama ingin melihat rumah kita! Mereka sangat ingin tahu seperti apa hidupku dulu.”

Tuan Leonardo melirik ke arah Jade dan Celestine, ekspresinya melembut sedikit. “Ah, teman-temanmu. Selamat datang,” katanya singkat sebelum mengarahkan pandangannya lagi padaku. “Namun, sebagai orang tua, tentu saja aku hanya ingin yang terbaik bagi anakku.”

“Dan aku akan berusaha sebaik mungkin untuk memastikan Charlotte mendapatkan yang terbaik,” balasku, mencoba tetap sopan.

Charlotte tersenyum, berusaha mencairkan suasana. “Ayah, ayo masuk. Aku ingin menunjukkan taman bunga kita!” Charlotte menggandeng tangan Jade dan Celestine, menarik mereka masuk ke rumah, meninggalkan aku dan Tuan Leonardo di depan pintu.

Pria itu mendekatiku sedikit, lalu berkata dengan suara rendah. “Kau mungkin adalah gurunya sekarang, tapi ingat, Charlotte adalah putriku yang berharga. Aku tidak akan membiarkan siapapun, apalagi seseorang dengan reputasi yang samar seperti dirimu, menyakiti anakku.”

Aku hanya mengangguk pelan. “Aku mengerti, Tuan Leonardo. Terima kasih atas peringatannya.”

Aku menatap punggung Charlotte yang semakin menjauh, menghilang di balik pintu bersama teman-temannya. Di balik ketegangan ini, aku tahu perasaan Tuan Leonardo adalah wajar sebagai seorang ayah. Dan bagiku, ini adalah sebuah tantangan lain—tidak hanya membimbing para muridku untuk menjadi yang terbaik, tetapi juga mendapatkan kepercayaan dari mereka yang mereka sayangi.

Aku menghela napas, lalu melangkah masuk ke dalam rumah, siap menghadapi apa pun yang menunggu di dalam sana. Perjalanan ini baru saja dimulai, dan aku tahu bahwa membuktikan diri bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan dalam sehari.

Tentu, berikut adalah versi yang diubah ke dalam gaya penulisan novel ringan dengan bahasa sederhana dan tambahan dialog:

 

Aku bertemu dengan Lewis, pelayan keluarga Pennyroyal, yang dulu menemani Charlotte masuk ke Akademi Bridestones. Lewis berjalan di samping tuannya, Tuan Leonardoennyroyal, sambil membisikkan sesuatu. Tuan Leonardo menatapku sekali lagi dengan tatapan yang sulit diartikan.

Aku hanya tersenyum sopan, menjaga sikap agar tidak menyinggung keluarga Pennyroyal yang terkemuka dan terkenal menjaga etika.

Aku kemudian mendekati Charlotte yang sedang duduk bersama seorang wanita cantik yang tampak sangat anggun. Wanita itu memakai gaun merah muda yang mewah dan terlihat seperti bunga yang sedang mekar sempurna. Charlotte berdiri begitu melihatku dan segera memperkenalkan aku kepada wanita itu, yang ternyata adalah ibunya, Nyonya Minerva Pennyroyal.

“Jadi, ini guru yang sering dibicarakan Lewis? Masih muda, ya. Dan sepertinya ada sesuatu yang Anda sembunyikan, ya, Pak Guru?” Nyonya Minerva menatapku dengan sorot mata tajam yang seakan bisa melihat semua rahasiaku.

Aku berdehem, mencoba menenangkan diri sambil menjabat tangan beliau. “Senang bertemu dengan Anda, Nyonya Minerva. Nama saya Arthur Westwood. Anda terlalu memuji saya, tapi saya akan pastikan putri Anda aman di bawah pengawasan saya.”

Charlotte tampak sedikit canggung di antara kami. Aku memberi isyarat padanya, seolah mengatakan sudah saatnya kembali ke kelas. Akechi Masamune, pria samurai yang menjadi perhatian banyak orang, sudah tidak sabar menungguku. Dia sudah beberapa kali mengingatkan kapan gilirannya.

Namun, Nyonya Minerva sepertinya sadar akan hal itu. “Oh, jangan buru-buru pergi, Pak Guru,” katanya sambil tersenyum tipis. “Saya ingin berbincang lebih lama lagi.”

Aku terdiam, ku tatap wajah Charlotte dan dia hanya tersenyum padaku. Muridku yang lain pun seperti sedang menikmati kunjungan ke rumah Charlotte kali ini. Ya, bagaimana tidak, bukan hal yang sering bisa bersantai di rumah bangsawan kelas atas seperti yang kami lakukan sekarang. Dan pada akhirnya, kami malah menghabiskan banyak waktu di rumah Charlotte, dan parahnya kami keasyikan sampai sore hampir tiba.

1
~YUD~
lajrooot!!
Ned: entar dulu ye kasih Ned nafas dulu wkwkwk...
total 1 replies
Ned
Parah nich, dari pagi tadi update eh kelarnya sore
~YUD~
di festival lunaris ini Arthur bakal ikut main apa cuma jadi guru pengawas doang?
Ned: Jadi pengawas doang, tapi....ada tapi nya hehe/CoolGuy/.... tungguin apa yang bakalan terjadi di sana
total 1 replies
~YUD~
nanti Arthur sama Brandon bakal duel gak author?
Ned: Ya tunggu aja tanggal mainnya
total 1 replies
Gamers-exe
kirain masamune date 👍🗿
~YUD~
nanti Charlotte sama Arthur bakal saling cinta gak author?
Ned: Yakin gak ada yang mau sama Celestine nih /CoolGuy/
「Hikotoki」: betul sekali, jadi meski charlotte umur 16 masih available buat dinikahi
total 8 replies
Erwinsyah
mau nabung dulu Thor🤭
Ned: Monggo silakan, jangan lupa vote dan rate bintang 5 nya kakak
total 1 replies
~YUD~
apa tuh yang segera terungkap?
Ned: apa tuh kira-kira hehehe
total 1 replies
R AN L
penasaran sekali reaksi murinya lihat kekuatan asli guru ny
Ned: tar ada kok, tunggu aja tanggal main nya heheh
total 1 replies
Ned
Update diusahakan tiap hari, setidaknya akan ada 1 BAB tiap hari...kalo Ned bisa rajin up mungkin 2-3 BAB...

Minggu Ned libur
R AN L
di tunggu up ny
Ned: kalo gak berhalangan tiap hari update, Ned usahakan ada 1 chapter update lah minimal sehari....Minggu kayaknya libur...doain aja Ned bisa nulis terus
Ned: kalo gak berhalangan tiap hari update, Ned usahakan ada 1 chapter update lah minimal sehari....Minggu kayaknya libur...doain aja Ned bisa nulis terus
total 4 replies
R AN L
Luar biasa
vashikva
semangatt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!