Menjadi Guru Di Dunia Lain
Pernahkah kalian berpikir atau bermimpi menjadi seorang guru? Beberapa diantara kalian pasti ada yang bermimpi sama seperti ku- bermimpi untuk menjadi seorang guru yang menjadi tauladan bagi murid-muridnya, menjadi seorang guru yang bisa mengajarkan banyak ilmu bermanfaat bagi dunia dan juga bekal untuk masa depan anak-anak yang nantinya menjadi fondasi suatu bangsa. Pernahkah bermimpi demikian?
Aku rasa aku tau jawabannya.
Jujur, itulah yang aku mimpikan saat aku meneriakkan cita-cita ku pada saat aku masih berumur 8 tahun di depan kelas yang penuh sesak dengan murid-murid yang isi kepalanya masih ingin bermain dan bermain.
Ibu guru pada saat itu menyuruh teman-teman ku bertepuk tangan setelah mendengar cita-cita ku yang sangat mulia itu, bahkan beliau juga mendoakan ku agar kelak di masa depan aku bisa meraih cita-cita ku itu. Dan sepertinya, doa beliau adalah doa yang bagus sekaligus mimpi buruk untukku. Karena tepat dua puluh tahun setelah kejadian itu, aku benar-benar telah menjadi seorang guru, seperti yang aku cita-citakan.
Tetapi sayangnya, mimpi ku masih belum menjadi sebuah kenyataan, bukannya malah menjadi kenyataan namun sepertinya agak sedikit kelewatan dan sombong bila aku sebut mimpi ku itu akan berhasil.
Semenjak aku lulus kuliah, aku langsung mencoba berkerja sebagai seorang guru, tetapi tidak mudah untuk menjadi seorang guru di negeri ini, ada beberapa tes yang harus diikuti agar benar-benar menjadi seorang guru pegawai negeri. Dan inilah aku, seorang guru honorer yang sudah lebih dari lima tahun mengabdikan diri untuk mencoba mencerdaskan anak-anak bangsa ini.
Tetapi, benar kata orang-orang. Kau boleh bermimpi seperti apapun, namun kau harus tidak lupakan realita yang kau hadapi. Bagaimana bisa aku mencoba untuk mencerdaskan kehidupan bangsa kalau aku yang sebagai seorang guru meskipun tenaga honorer juga dibebankan tugas lain yang jauh dari dunia pengajaran? Administrasi, mengurus finansial sekolah, ikut seminar ini dan itu dan terkadang harus ikut beberapa kegiatan yang sebenarnya tidak terlalu penting untuk diikuti namun dengan dalih wajib diikuti agar mendapatkan sertifikat.
Sebagai seorang guru apalagi guru mata pelajaran khusus, aku pun harus membagi waktu yang tidak banyak itu, dan hasilnya adalah terkadang aku tidak masuk ke kelas karena kegiatan yang diluar jam mengajar yang aku sebutkan tadi. Belum lagi soal gaji, dengan banyaknya pekerjaan ku tadi, kalian tau berapa gaji guru honorer di negeri ini? Aku tidak akan mengatakan nominalnya, tapi yang jelas aku harus tiap hari mengelus dada sambil berkata 'sabar' itulah yang terus ku lakukan setiap hari.
Belum lagi ada masalah dengan guru yang lain yang sudah memiliki titel guru pegawai negeri, mereka terkadang iri terhadap orang-orang seperti ku ini. Aku mengajar dengan gaya modern dan sudah cukup berkembang, meninggalkan gaya klasik yang membuat murid-murid tidak bersemangat untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar. Tetapi saat guru wali kelas kalah popularitas dengan guru mapel, mereka akan protes dan bilang harus mengajar sesuai dengan kurikulum. Yang sebenarnya aku tau, mereka hanya tidak suka dengan gaya mengajarku, itu hanya dalih yang mereka gunakan.
Idealisme? Rasanya sudah lama kubuang, semenjak aku tau bagaimana dunia kerja yang penuh dengan tipu daya dan muslihat ini. Jadi, sekarang aku terus berusaha menjadi manusia yang realistis saja. Sama seperti yang aku lakukan saat ini, setelah aku mengajar pelajaran seni budaya, aku berniat untuk langsung pulang ke rumah karena aku harus istirahat sejenak sebelum pergi berkerja sampingan lagi di sebuah toko fotokopi.
Baru saja aku mengenakan jaket coklat kesayangan ku yang ku beli di pasar Minggu 3 tahun yang lalu, seorang guru pegawai negeri yang cukup senior di sekolah ini memanggilku.
"Pak Arthur! Pak Arthur!" ucap beliau, nafas beliau sengal seperti baru lari satu putaran lapangan sepakbola.
"Ada apa Pak Rifki?" ujarku dengan sopan, ku coba dengarkan apa yang ingin beliau sampaikan. Beliau adalah Pak Rifki, guru senior yang paling senior di sekolah tempat ku mengajar, beliau juga terkenal dengan julukan guru 'killer' oleh banyak murid karena beliau termasuk dalam kategori tegas dengan peraturan yang ada di sekolah.
Pernah suatu waktu Pak Rifki menghukum anak murid kelas 12 yang tidak mengerjakan tugas yang sudah beliau berikan dua Minggu sebelumnya, dan beliau memberikan hukuman yang sangat mengerikan untuk murid-murid itu. Para murid harus menghitung jumlah beras yang ada dalam satu kantong plastik!
Pak Rifki berjalan lebih mendekat ke arahku setelah berhasil mengejar ku sebelum aku pulang, beliau lalu berkata dengan sedikit senyuman diwajahnya. "Pak Arthur sibuk tidak? Saya mau minta tolong sesuatu" ujar beliau, yang membuatku sudah curiga dan cuma bisa tersenyum manis.
Melihat ku yang hanya tersenyum manis bagai pejabat yang ketahuan melakukan korupsi, Pak Rifki langsung berasumsi aku menerima permintaan beliau. Padahal aku belum berkata apapun, dan kalau sudah begini tidak ada cara lain untuk keluar dari masalah ini.
Pak Rifki meminta tolong padaku agar dibuatkan Modul Ajar, sebuah pegangan untuk guru dalam melaksanakan tugas sebagai seorang tenaga pengajar selama satu semester nantinya, istilah lainnya adalah kurikulum pengajaran.
"Pak Arthur mau kan menolong saya? Pak Arthur kan mengerti kalau saya ini sudah tua dan gaptek! Mana mengerti saya buat yang begitu-begitu" kata Pak Rifki lagi dengan sedikit tertawa kecil yang bahkan aku tidak tau harus berekspresi seperti apa.
Akhirnya terpaksa ku penuhi permintaan Pak Rifki, masih ada beberapa jam sebelum aku harus pergi ke tempat fotokopi tempat ku bekerja sampingan, tetapi niatku untuk sedikit bersantai di indekos sebelum pergi bekerja lagi sudah pupus. "Baik pak, saya akan bantu bapak semampu saya ya?" jawabku dengan sopan sambil sedikit membungkukkan badan, lalu aku kembali duduk di meja kerja, sambil membuka laptop milik sekolah yang memang difungsikan untuk hal-hal seperti ini.
Aku pun mulai fokus mengerjakan tugas tadi, Pak Rifki masih berada didekat ku melihat ku dengan tatapan kebingungan di matanya. Tidak lama setelah itu beliau menepuk pundakku beberapa kali sambil tertawa yang dipaksakan. "Saya pusing lihat kamu mengerjakan ini Pak Arthur, saya mau ngopi dulu ya?" Lalu beliau pergi begitu saja, bahkan tidak ada niatan untuk bertanya padaku apakah aku mau dibawakan kopi juga. Tetapi sudahlah, aku juga tidak berharap banyak pada beliau.
Aku cuma mengangguk pelan dan kembali fokus mengerjakan tugas tadi. Beginilah kehidupan guru honorer di negara ini, banyak memiliki tugas-tugas tambahan yang seperti ini namun gaji kami masih dibawah rata-rata, bahkan di beberapa kota ada yang cuma digaji 300 ribu dan itu belum dipotong banyaknya pajak yang harus dan wajib dibayar.
Kalau aku? Ya sudahlah, sama saja seperti mereka-mereka. Bahkan terkadang duit gajih hanya sekedar lewat semata.
Sudah hampir satu jam aku mengerjakan modul ajar milik Pak Rifki tadi, dan beliau benar-benar tidak kembali ke kantor dan tidak membawakan ku kopi untuk pemanis. Aku harus pergi lagi ke toko fotokopi untuk kerja sampingan, aku matikan laptop dan menyimpan pekerjaan ku tadi untuk dikerjakan besok lagi.
Berjalan ku ke tempat parkiran, ku lihat hanya ada beberapa motor saja lagi di parkiran. Tidak ada lagi motor Pak Rifki, jadi aku berasumsi beliau sudah pulang setelah selesai ngopi tadi. Aku tidak peduli, ku langsung nyalakan motorku dan pergi dari sana juga sebelum ada yang melihatku dan malah meminta bantuan ku lagi.
Aku harus menempuh jarak 3 kilometer perjalanan dari sekolah tempatku mengajar ke tempat fotokopian tempat ku bekerja sampingan. Cukup jauh memang, namun ini untuk uang yang bisa ku simpan dan menjadi modal tambahan untukku yang seorang perantauan. Belum lagi aku juga harus memikirkan bayar tagihan indekos yang setiap bulannya sebesar 500 ribu rupiah, jika berharap dengan gaji ku sebagai guru honorer saja maka itu tidak akan cukup.
Berfoya-foya? Pergi berlibur di tempat yang indah? Sepertinya itu masih angan-angan saja bagiku yang terkadang bingung harus makan apa lagi agar menghemat pengeluaran. Bahkan aku membayangkan menu makan malamku nanti disepanjang jalan menuju tempat fotokopian.
Saat di perjalanan, aku yang mengendarai motor dengan kecepatan yang bisa dibilang santai tiba-tiba saja di salip oleh ibu-ibu yang membawa motor dengan cara ugal-ugalan dan bahkan tidak mengenakan helm saat berkendara, padahal ini dijalan raya yang besar dan cukup ramai. Ibu-ibu itu marah padaku karena aku berkendara dengan kecepatan yang pelan. Aku diam saja, malas berdebat dengan orang yang lebih pintar dariku itu.
Tetapi tiba-tiba saja aku seakan mendapatkan firasat yang buruk, ada perasaan aneh yang tumbuh dalam diriku, perasaan yang bahkan aku tidak mengerti dan bingung bagaimana menjelaskannya setelah ibu-ibu tadi memarahiku. Aku kembali melihat ke arah ibu-ibu tadi, beliau masih mengendarai motor dengan ugal-ugalan dan bahkan terkesan beliau tidak mengerti caranya berkendara dengan benar, beliau menyalip beberapa motor dan mobil yang bahkan sampai membuat orang geleng-geleng kepala melihat tingkahnya.
Ibu-ibu itu sudah tidak terlihat lagi, tetapi perasaan aneh itu malah semakin lebih kuat lagi. Seperti membuatku langsung merasakan mual, rasa asam mulai naik ke atas tenggorokanku dan aku semakin bingung. Beberapa lama kemudian, aku kembali melihat ibu-ibu tadi, beliau ingin belok ke kanan dengan lampu sein yang menyala ke arah kanan, jadi aku pun mengambil jalur yang berlawanan dari beliau. Tetapi anehnya, ibu-ibu tadi malah belok ke kiri dengan begitu tajamnya, aku sampai terkejut dan menekan tuas rem cakram sambil membanting stir ke arah kiri demi menghindari beliau.
Tetapi karena itu motorku jadi sangat liar dan aku berusaha untuk mendapatkan kendali lagi, nahasnya saat aku berusaha melakukan itu, ada motor yang melaju kencang di lajur kanan dan aku menabraknya yang membuat kecelakaan di jalanan itu.
Aku terpental cukup jauh dari motorku, ku coba gerakan tubuhku namun terasa nyeri dan sakit di sekujur tubuhku. Pendengaran ku mulai menghilang, pandanganku mulai buram, aku bahkan tidak tahu dimana aku saat sekarang ini dan apa yang terjadi pada tubuhku. Sayup-sayup ku mendengar suara orang-orang yang panik, mereka datang melihat ku dengan wajah yang panik, marah seperti sedang menyuruh seseorang agar segera menolongku.
Tetapi sayangnya aku tidak bisa mendengar mereka semua, suara-suara sayup itu sedikit demi sedikit menghilang, rasa sakit di sekujur tubuhku yang ku rasakan sedari tadi juga mulai ikut menghilang. Lalu aku tiba-tiba melihat beberapa rekaman tentang masa kecilku, masa-masa indah bersama teman-teman ku di kampung dulu. Lalu ada kedua wajah orang tuaku yang tersenyum padaku, aku mengumpat! Ah sial sekali! Aku tidak ingin mati seperti ini! Aku masih belum menjadi apa-apa.
Tubuhku mulai dingin, cuplikan masa-masa indah hidupku mulai menghilang dan semuanya menjadi hitam gelap, tidak ada cahaya lagi yang ku lihat. Aku rasa, ini lah akhirnya. Akhir hidup seorang Arthur Fandi pemuda 27 tahun yang bahkan belum menjadi apa-apa.
Setidaknya itulah yang ku ingat, sebelum sekali lagi cahaya mulai bisa kulihat lagi. Perlahan cahaya yang masuk ke dalam mataku semakin membuat ku silau, memaksa diriku untuk membuka mata secara perlahan-lahan, yang mana ku dapati diri berada di sebuah ruangan yang tidak ku kenali sama sekali dan sangat asing.
"Dimana aku?" itulah pertanyaan ku pertama. "Apakah aku sudah mati?" itu menjadi pertanyaan kedua ku. "Lalu apakah ini surga atau apakah ini neraka?" itu pertanyaan ku yang ketiga, tetapi sepertinya pertanyaan ketiga ku itu akan cukup sulit untuk dijawab.
Aku terbangun di sebuah ruangan, seperti sebuah kamar dengan ukuran 3x3 bergaya klasik, semua ruangan ini terbuat dari kayu. Hal yang aneh dan asing bagiku, seingat ku ruangan rumah sakit sudah lebih modern dari ini. Rumah sakit? Apa benar aku di rumah sakit? Aku tiba-tiba berpikir seperti itu, lalu aku mencoba untuk bangun.
Ku rasakan semua rasa sakit yang ku alami saat kecelakaan tadi tidak berasa lagi, ku coba cek tangan dan kakiku untuk mencari luka, namun tidak kutemui. Dan lebih aneh lagi, ku mulai menyadari kalau warna kulit dan kepadatan tubuhku juga sedikit berbeda.
Langsung saja aku mencari-cari sebuah kaca atau cermin, ku temukan ada di sudut ruangan dan langsung aku berkaca. Dan benar saja, tubuhku lebih kurus dari sebelumnya, dan warna kulitku lebih putih. Dan yang semakin membuatku terkejut adalah, wajahku juga berbeda dan terkesan lebih muda dari yang sebelumnya. Pakaian yang ku kenakan juga sangat berbeda, terkesan seperti gaya berpakaian orang-orang pada era kerajaan Prancis.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" aku bertanya-tanya sendiri, lalu aku teringat akan sebuah teori dari kepercayaan buddhisme yaitu tentang reinkarnasi. Apa benar aku telah mengalami reinkarnasi? Kalau benar begitu mengapa aku kembali ke masa lampau? Itu yang ku tanyakan pada diriku sendiri yang masih mengalami kegalauan, sebelum aku dikejutkan oleh sebuah tulisan yang anehnya bisa ku mengerti tiba-tiba muncul di hadapan ku.
Tulisan itu berbunyi seperti ini "Selamat datang tuan Arthur, anda telah berhasil di reinkarnasi ke dunia yang berbeda dari dunia anda sebelumnya! Di dunia ini, anda akan menjadi seorang guru di sebuah akademi sihir dan pendekar paling terkemuka di Kerajaan Fonterra! Anda mendapatkan sebuah kemampuan khusus yaitu Sistem Perpustakaan Dunia"
Aku tidak mengerti tentang semua itu, semua kejadian ini terlalu begitu cepat dan membuat kepalaku hampir meledak. Yang jelas aku mengerti adalah, aku sudah mati di dunia sebelumnya dan hidup kembali di dunia sekarang namun aku langsung hidup menjadi seorang pemuda yang mengajar di sebuah Akademi Sihir dan Pendekar? Apa-apaan itu? Mengapa aku harus kembali menjadi seorang guru meski sudah bereinkarnasi?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
.......
nyimak dulu kalo seru lanjut sampe baca sampe tamat
2024-10-20
0