NovelToon NovelToon
PESONA DUDA TAMPAN

PESONA DUDA TAMPAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Duda / Diam-Diam Cinta / Bad Boy
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: Amy27

Duda tampan yang kesepian bertemu gadis bar-bar mantan anak mafia

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amy27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di ajak buat anak

"Aku tidak mau lagi jadi wanita egois seperti yang om katakan selama ini. Aku juga punya hati dan harga diri. Kalau selama ini om juga belum bisa menganggap aku seperti Dea,mantan istrimu itu yang tak bisa kau lupakan dan aku pikir baiknya aku mundur saja. Bukankah seharusnya om mengucapkan terima kasih padaku ?" Lagi-lagi mataku ikut menghangat saat terlibat perdebatan dengannya.

Tidak salah dia selalu mengataiku anak kecil yang cengeng dan kampungan. Selalu saja berlinang air mata jika tengah membahas sesuatu. Padahal dia bilang itu hanya hal sepele yang tidak perlu dibesar-besarkan atau di masalahkan

"Sudah hampir sebulan kita menjalani semua seperti ini. Kau bilang tidak keberatan asal aku menjadi suami yang baik. Lalu kenapa tiba-tiba berubah dan meminta berpisah? Kau tidak malu menyandang status janda di usia yang masih kecil ini?"

Aku terdiam bingung entah harus bagaimana dua puluh tahun, dan dia masih menganggapku anak kecil dasar otak om-om

Tak dapat ku pungkiri,aku tentu saja begitu malu. Bahkan sangat malu. Pasalnya aku telah berbangga diri pada orang-orang yang dulu tak percaya bahwa aku akan menikah dengan cinta pertamaku. Mereka terus-terusan mengejek bahwa aku hanya berkhayal. Hingga akhirnya aku membungkam mulut mereka dengan undangan dan pesta mewah.

Dan apa yang ku dapat sekarang malah belum hampir setahun berlalu belum sampai aku harus kembali berpisah. Pasti mereka berpikir akulah yang dicampakkan. Sedang saat menikah pun mereka bergunjing bahwa aku menjebak pria duda kaya itu.

"Hei,gadis tengil bagaimana? Jadi menggugat ku cerai?kau tak lupa kan kalau perjanjian kita itu selama dua tahun kalau kau melanggar kontrak kau akan tahu apa akibatnya gadis kecil" Dia kembali bertanya.

Kan, kan. Kalau tidak ingin berpisah, kenapa kembali bertanya? Pasti ucapan tadi hanya modusnya saja agar kegirangan hatinya tak terendus olehku.

Atau dia pikir aku tidak berani dan hanya menggertaknya saja?

Tidak, tidak. Keputusanku sudah bulat. Mau berapa lama lagi aku merendahkan diri, berharap hatinya berubah, dan melupakan Dea mantan istrinya itu dari ingatannya.

"Jadi kok kamu tenang saja !" Aku berucap penuh keyakinan.

"Apa kau betul-betul sudah yakin?" Dahinya mengernyit keheranan

"Ya,aku yakin seratus persen malahan " Aku membuang pandangan.

"Baiklah kalau kau benar-benar sudah siap?"

Aku yang di buat keheranan langsung saja menoleh ke arah lelaki itu .Dia mempertanyakan apa aku sudah siap? Menjadi janda di usia yang baru saja genap dua puluh tahunan ini?

Namun aku kembali sadar siap tidak siap aku harus terima, bukankan ini semua juga atas dasar kemauan ku yang ingin berpisah darinya ?

"Aku yakin sudah siap. Benar-benar siap!" ucapku tanpa ragu.

"Tunggulah di kamarmu. Aku mandi dulu. Biar wangi dan membuatmu nyaman. Ini juga pertama kalinya buatku." Dia menggeleng-gelengkan kepala seperti orang yang sedang gugup.

Tentu saja pertama kali. Memangnya dia sudah berapa kali mengucap kata cerai?

Aku menuruti ucapannya dan melangkahkan kaki menuju kamar. Sebuah pertanyaan bermain-main di kepalaku. Kenapa dia menyuruhku menunggu di dalam?

Kamu tunggu saja di kamar,udah habis makan kan?. Aku mau bersih-bersih mandi dulu gerah banget . Biar wangi dan bikin kamu nyaman juga kan . Lagian ini juga bukan yang pertama kalinya buat kita berdua" Aku yang hanya membisu diam menggeleng-gelengkan kepala seperti orang yang sedang gugup.

Ellena berusaha melotot ke arah lelaki yang telah sah menjadi suaminya itu . Lalu menarik tanganku yang masih berada dalam pegangannya. Sejak kapan suamiku ini jadi pria mesum yang memikirkan nina ninu malam pengantin,ihh membayangkan semuanya bikin aku bergidik sendiri .

Apa iya wajahku yang cantik,manis dan imut ini terlihat seperti sedang membutuhkan sesuatu yang sensitif dan seperti itu? Berpacaran saja tidak pernah,ketemunya aja dadakan . Mana mungkin aku yang polos ini memikirkan hal-hal menjijikkan seperti itu,cukup sekali aja yah nggak tahu sekarang

"Kenapa diam aja bocah tengil? Saya tebak kamu pasti mau dan tak mampu menolak pesona duda muda seperti ku?" Suamiku itu malah kembali bertanya dengan nada tegas.

Aku kok jadi mikir yah sekarang sepertinya dialah yang menginginkan hal itu. Dasar mata lelaki mata keranjang!

Aku memasang wajah cemberut. Sekujur pipiku kini terasa panas mendengar ajakan konyol seperti itu.

"Om diam deh jangan asal bicara sok tahu banget !" Aku sedikit membentak. Agar dia tahu kalau pikirannya

Menurut ku apa ada istilah pingitan untuk istri yang akan dicerai?

Atau suami istri yang akan berpisah tidak boleh bertemu lagi? Apa baru berniat saja sudah menjadikan kami tidak halal untuk saling bertatap muka karena ada kemungkinan akan tidak sengaja saling menyenggol?

... munafik sekali laki-laki itu. Sok alim. Lalu bagaimana hubungan dia dengan Dea itu ? Merangkul bahkan menciumnya dengan mesra saat status mereka masih berpacaran. Dia hanya beralasan saja agar tidak bertemu denganku.

Aku benar-benar menurutinya berdiam diri di dalam kamar.

Waktu sudah menunjukkan hampir magrib. Tak lama terdengar suara azan. Kali ini aku sengaja memperlambat diri ke kamar mandi untuk berwudu. Tahu bahwa lelaki itu langsung ke sana.

Aku menguping dari depan pintu, lalu segera keluar untuk berwudu setelah mendengar pintu ditutup dari kamar sebelah.

Kamar mandi di rumah ini memang tak ada yang berada di dalam kamar. Usai menikah, Rivaldo langsung mengajakku untuk pindah dan mengontrak rumah.

Padahal aku tahu, dia pasti hanya ingin membuatku merasa tak nyaman. Tinggal di rumah mewah, sedang sebelumnya aku tinggal di rumah sempit dan tak punya asisten rumah tangga untuk membersihkan rumah.

Namun aku tetap harus membuktikan bahwa aku benar-benar pantas menjadi istri yang baik baginya. Mengikuti kemana dia pergi dan melayani kebutuhannya sehari-hari.

Memasak, mencuci, bahkan membersihkan rumah dengan ikhlas aku jalani. Semewah apa pun seseorang hidup, tak mungkin tak mengenal mesin cuci. Perkara memasak, ada banyak tutorial yang bisa aku lihat di beranda youtube. Pernikahan ini sungguh bukan suatu beban buatku.

Yang menjadi masalah hanyalah sikap suamiku yang masih tak bisa menganggapku sebagai kekasih hati layaknya dia memperlakukan Dea. Aku cuma hal itu sebagai istrinya menginginkan itu.

Usai salat magrib aku mendengar ketukan di pintu kamar. Aku bergegas melipat mukena dan juga sajadah.

Mataku terpaku melihat om duda itu lini berdiri di depan pintu. Rambutnya yang masih basah sisa-sisa air wudu membuat mataku mengerjab. Cahaya wajahnya tampak memancar setelah melakukan ibadah.

Ya, aku memang terlalu berlebihan dalam menggambarkan sesosok pria yang aku idolakan sejak masih ingusan itu.

"Apa kamu sudah siap?" Aku mengangguk. Jika belum selesai salat, mana mungkin aku bisa membukakan pintu untuknya.

Tanpa dipersilakan dia langsung masuk. Membuatku menelan ludah atas sikapnya. Padahal selama ini dia hanya masuk jika keluarga salah satu dari kami menginap di sini.

"Om mau apa sih sebenarnya ?" tanyaku heran. Dia langsung mengambil posisi duduk di tepi ranjang.

Dahinya mengernyit. Alis tebalnya menyatu memandangku.

"Bocah ingusan kenapa kau masih saja bertanya ? Kau sendiri yang meminta. Ayo cepat!" Tangannya bergoyang seperti sedang memanggil anak kecil.

Ada apa ini? Apa memang seperti ini proses perceraian? Kenapa harus dilakukan malam ini juga? Aku yang ragu atau dia yang begitu bersemangat?

Bukankah hal ini harus dibicarakan lagi dengan masing-masing keluarga? Kenapa harus dilakukan saat berdua

Bagaimana jika aku menangis sampai pingsan? Apa calon mantan suamiku nanti masih tetap peduli dan mau menolongku?

Kalau dia langsung buang badan dan bilang kalau aku sudah bukan tanggung jawabnya lagi, bagaimana?

"Cepatlah. Mau, tidak?" Dia kembali bersungut. Aku memasang wajah cemberut. Tak menyangka kalau dia akan seantusias ini menyambut keputusanku.

"Ke sini!" Dia menepuk ranjang di sebelahnya. Aku menurut saja.

Tak mau lagi dibilang anak kecil yang plinplan dan suka berubah pikiran. Padahal jauh di lubuk hatiku, aku tak mau perpisahan ini terjadi. Aku masih secinta itu dengan laki-laki tampan ini.

Ya, Tuhan! Tolong aku. Berikan keajaiban agar suamiku berubah pikiran dan mengurungkan niatnya. Tak mungkin lagi aku yang membatalkan. Sudah habis semua harga diriku selama ini di hadapannya. Tak ada lagi sisa sedikit pun.

Dengan dada yang bergetar aku duduk di sebelahnya. Mataku kembali menghangat dan ingin sekali menangis sejadi-jadinya.

"Jangan takut. Aku tahu ini akan sakit untukmu. Tapi, bukankah ini yang kau inginkan?"

Air mataku tak bisa lagi kubendung. Hanya sakit untukku, katanya? Kalau dia sama sekali tak merasa sakit, setidaknya jangan tunjukkan wajah bahagia di hadapanku.

"Jangan menangis gadis cengeng! Setelah malam ini kau bukan lagi anak-anak. Berhenti bersikap manja. Aku tak suka." Lirih suaranya terdengar.

Detik berikutnya dia memegang pucuk kepalaku. Aku semakin sesenggukan. Apa ini kali terakhir dia melakukannya? Aku memejamkan mata. Tak sanggup melihat wajah semringah itu saat menjatuhkan talak padaku.

Lalu tiba-tiba kening ini terasa hangat. Seperti ada sesuatu yang menempel. Perlahan aku memberanikan diri membuka mata. Sepertinya aku sudah pingsan sebelum mendengar kata talak. Seperti berhalusinasi, samar bayangan duda tampan suamiku itu sedang menyentuh dahiku dengan mulutnya. Dia terlihat begitu dekat.

Tak lama tangannya menyentuh kancing atas piyamaku.

Arrgghhh!!!

Seperti tersadar, aku langsung berteriak dan refleks mendorong tubuhnya hingga jatuh terjengkang ke lantai.

"Kau kenapa?" "Aku tidak mau lagi jadi wanita egois seperti yang om katakan selama ini. Aku juga punya hati dan harga diri. Kalau selama ini om juga belum bisa menganggap aku seperti Dea,mantan istrimu itu yang tak bisa kau lupakan dan aku pikir baiknya aku mundur saja. Bukankah seharusnya om mengucapkan terima kasih padaku ?" Lagi-lagi mataku ikut menghangat saat terlibat perdebatan dengannya.

Tidak salah dia selalu mengataiku anak kecil yang cengeng dan kampungan. Selalu saja berlinang air mata jika tengah membahas sesuatu. Padahal dia bilang itu hanya hal sepele yang tidak perlu dibesar-besarkan atau di masalahkan

"Sudah hampir sebulan kita menjalani semua seperti ini. Kau bilang tidak keberatan asal aku menjadi suami yang baik. Lalu kenapa tiba-tiba berubah dan meminta berpisah? Kau tidak malu menyandang status janda di usia yang masih kecil ini?"

Aku terdiam bingung entah harus bagaimana dua puluh tahun, dan dia masih menganggapku anak kecil dasar otak om-om

Tak dapat ku pungkiri,aku tentu saja begitu malu. Bahkan sangat malu. Pasalnya aku telah berbangga diri pada orang-orang yang dulu tak percaya bahwa aku akan menikah dengan cinta pertamaku. Mereka terus-terusan mengejek bahwa aku hanya berkhayal. Hingga akhirnya aku membungkam mulut mereka dengan undangan dan pesta mewah.

Dan apa yang ku dapat sekarang malah belum hampir setahun berlalu belum sampai aku harus kembali berpisah. Pasti mereka berpikir akulah yang dicampakkan. Sedang saat menikah pun mereka bergunjing bahwa aku menjebak pria duda kaya itu.

"Hei,gadis tengil bagaimana? Jadi menggugat ku cerai?kau tak lupa kan kalau perjanjian kita itu selama dua tahun kalau kau melanggar kontrak kau akan tahu apa akibatnya gadis kecil" Dia kembali bertanya.

Kan, kan. Kalau tidak ingin berpisah, kenapa kembali bertanya? Pasti ucapan tadi hanya modusnya saja agar kegirangan hatinya tak terendus olehku.

Atau dia pikir aku tidak berani dan hanya menggertaknya saja?

Tidak, tidak. Keputusanku sudah bulat. Mau berapa lama lagi aku merendahkan diri, berharap hatinya berubah, dan melupakan Dea mantan istrinya itu dari ingatannya.

"Jadi kok kamu tenang saja !" Aku berucap penuh keyakinan.

"Apa kau betul-betul sudah yakin?" Dahinya mengernyit keheranan

"Ya,aku yakin seratus persen malahan " Aku membuang pandangan.

"Baiklah kalau kau benar-benar sudah siap?"

Aku yang di buat keheranan langsung saja menoleh ke arah lelaki itu .Dia mempertanyakan apa aku sudah siap? Menjadi janda di usia yang baru saja genap dua puluh tahunan ini?

Namun aku kembali sadar siap tidak siap aku harus terima, bukankan ini semua juga atas dasar kemauan ku yang ingin berpisah darinya ?

"Aku yakin sudah siap. Benar-benar siap!" ucapku tanpa ragu.

"Tunggulah di kamarmu. Aku mandi dulu. Biar wangi dan membuatmu nyaman. Ini juga pertama kalinya buatku." Dia menggeleng-gelengkan kepala seperti orang yang sedang gugup.

Tentu saja pertama kali. Memangnya dia sudah berapa kali mengucap kata cerai?

Aku menuruti ucapannya dan melangkahkan kaki menuju kamar. Sebuah pertanyaan bermain-main di kepalaku. Kenapa dia menyuruhku menunggu di dalam?

Kamu tunggu saja di kamar,udah habis makan kan?. Aku mau bersih-bersih mandi dulu gerah banget . Biar wangi dan bikin kamu nyaman juga kan . Lagian ini juga bukan yang pertama kalinya buat kita berdua" Aku yang hanya membisu diam menggeleng-gelengkan kepala seperti orang yang sedang gugup.

Ellena berusaha melotot ke arah lelaki yang telah sah menjadi suaminya itu . Lalu menarik tanganku yang masih berada dalam pegangannya. Sejak kapan suamiku ini jadi pria mesum yang memikirkan nina ninu malam pengantin,ihh membayangkan semuanya bikin aku bergidik sendiri .

Apa iya wajahku yang cantik,manis dan imut ini terlihat seperti sedang membutuhkan sesuatu yang sensitif dan seindehoy seperti itu? Berpacaran saja tidak pernah,ketemunya aja dadakan . Mana mungkin aku yang polos ini memikirkan hal-hal menjijikkan seperti itu,cukup sekali aja yah nggak tahu sekarang

"Kenapa diam aja bocah tengil? Saya tebak kamu pasti mau dan tak mampu menolak pesona duda muda seperti ku?" Suamiku itu malah kembali bertanya dengan nada tegas.

Aku kok jadi mikir yah sekarang sepertinya dialah yang menginginkan hal itu. Dasar mata lelaki mata keranjang!

Aku memasang wajah cemberut. Sekujur pipiku kini terasa panas mendengar ajakan konyol seperti itu.

"Om diam deh jangan asal bicara sok tahu banget sih !" Aku sedikit membentak. Agar dia tahu kalau pikirannya

Menurut ku apa ada istilah pingitan untuk istri yang akan dicerai?

Atau suami istri yang akan berpisah tidak boleh bertemu lagi? Apa baru berniat saja sudah menjadikan kami tidak halal untuk saling bertatap muka karena ada kemungkinan akan tidak sengaja saling menyenggol?

aww ... munafik sekali laki-laki itu. Sok alim. Lalu bagaimana hubungan dia dengan Dea itu ? Merangkul bahkan menciumnya dengan mesra saat status mereka masih berpacaran. Dia hanya beralasan saja agar tidak bertemu denganku.

Aku benar-benar menurutinya berdiam diri di dalam kamar.

Waktu sudah menunjukkan hampir magrib. Tak lama terdengar suara azan. Kali ini aku sengaja memperlambat diri ke kamar mandi untuk berwudu. Tahu bahwa lelaki itu langsung ke sana.

Aku menguping dari depan pintu, lalu segera keluar untuk berwudu setelah mendengar pintu ditutup dari kamar sebelah.

Kamar mandi di rumah ini memang tak ada yang berada di dalam kamar. Usai menikah, Rivaldo langsung mengajakku untuk pindah dan mengontrak rumah.

Padahal aku tahu, dia pasti hanya ingin membuatku merasa tak nyaman. Tinggal di rumah mewah, sedang sebelumnya aku tinggal di rumah sempit dan tak punya asisten rumah tangga untuk membersihkan rumah.

Namun aku tetap harus membuktikan bahwa aku benar-benar pantas menjadi istri yang baik baginya. Mengikuti kemana dia pergi dan melayani kebutuhannya sehari-hari.

Memasak, mencuci, bahkan membersihkan rumah dengan ikhlas aku jalani. Semewah apa pun seseorang hidup, tak mungkin tak mengenal mesin cuci. Perkara memasak, ada banyak tutorial yang bisa aku lihat di beranda youtube. Pernikahan ini sungguh bukan suatu beban buatku.

Yang menjadi masalah hanyalah sikap suamiku yang masih tak bisa menganggapku sebagai kekasih hati layaknya dia memperlakukan Dea. Aku cuma hal itu sebagai istrinya menginginkan itu.

Usai salat magrib aku mendengar ketukan di pintu kamar. Aku bergegas melipat mukena dan juga sajadah.

Mataku terpaku melihat om duda itu lini berdiri di depan pintu. Rambutnya yang masih basah sisa-sisa air wudu membuat mataku mengerjab. Cahaya wajahnya tampak memancar setelah melakukan ibadah.

Ya, aku memang terlalu berlebihan dalam menggambarkan sesosok pria yang aku idolakan sejak masih ingusan itu.

"Apa kamu sudah siap?" Aku mengangguk. Jika belum selesai salat, mana mungkin aku bisa membukakan pintu untuknya.

Tanpa dipersilakan dia langsung masuk. Membuatku menelan ludah atas sikapnya. Padahal selama ini dia hanya masuk jika keluarga salah satu dari kami menginap di sini.

"Om mau apa sih sebenarnya ?" tanyaku heran. Dia langsung mengambil posisi duduk di tepi ranjang.

Dahinya mengernyit. Alis tebalnya menyatu memandangku.

"Bocah ingusan kenapa kau masih saja bertanya ? Kau sendiri yang meminta. Ayo cepat!" Tangannya bergoyang seperti sedang memanggil anak kecil.

Ada apa ini? Apa memang seperti ini proses perceraian? Kenapa harus dilakukan malam ini juga? Aku yang ragu atau dia yang begitu bersemangat?

Bukankah hal ini harus dibicarakan lagi dengan masing-masing keluarga? Kenapa harus dilakukan saat berdua

Bagaimana jika aku menangis sampai pingsan? Apa calon mantan suamiku nanti masih tetap peduli dan mau menolongku?

Kalau dia langsung buang badan dan bilang kalau aku sudah bukan tanggung jawabnya lagi, bagaimana?

"Cepatlah. Mau, tidak?" Dia kembali bersungut. Aku memasang wajah cemberut. Tak menyangka kalau dia akan seantusias ini menyambut keputusanku.

"Ke sini!" Dia menepuk ranjang di sebelahnya. Aku menurut saja.

Tak mau lagi dibilang anak kecil yang plinplan dan suka berubah pikiran. Padahal jauh di lubuk hatiku, aku tak mau perpisahan ini terjadi. Aku masih secinta itu dengan laki-laki tampan ini.

Ya, Tuhan! Tolong aku. Berikan keajaiban agar suamiku berubah pikiran dan mengurungkan niatnya. Tak mungkin lagi aku yang membatalkan. Sudah habis semua harga diriku selama ini di hadapannya. Tak ada lagi sisa sedikit pun.

Dengan dada yang bergetar aku duduk di sebelahnya. Mataku kembali menghangat dan ingin sekali menangis sejadi-jadinya.

"Jangan takut. Aku tahu ini akan sakit untukmu. Tapi, bukankah ini yang kau inginkan?"

Air mataku tak bisa lagi kubendung. Hanya sakit untukku, katanya? Kalau dia sama sekali tak merasa sakit, setidaknya jangan tunjukkan wajah bahagia di hadapanku.

"Jangan menangis gadis cengeng! Setelah malam ini kau bukan lagi anak-anak. Berhenti bersikap manja. Aku tak suka." Lirih suaranya terdengar.

Detik berikutnya dia memegang pucuk kepalaku. Aku semakin sesenggukan. Apa ini kali terakhir dia melakukannya? Aku memejamkan mata. Tak sanggup melihat wajah semringah itu saat menjatuhkan talak padaku.

Lalu tiba-tiba kening ini terasa hangat. Seperti ada sesuatu yang menempel. Perlahan aku memberanikan diri membuka mata. Sepertinya aku sudah pingsan sebelum mendengar kata talak. Seperti berhalusinasi, samar bayangan duda tampan suamiku itu sedang menyentuh dahiku dengan mulutnya. Dia terlihat begitu dekat.

Tak lama tangannya menyentuh kancing atas piyamaku.

Arrgghhh!!!

Seperti tersadar, aku langsung berteriak dan refleks mendorong tubuhnya hingga jatuh terjengkang ke lantai.

"Kau kenapa?" "Aku tidak mau lagi jadi wanita egois seperti yang om katakan selama ini. Aku juga punya hati dan harga diri. Kalau selama ini om juga belum bisa menganggap aku seperti Dea,mantan istrimu itu yang tak bisa kau lupakan dan aku pikir baiknya aku mundur saja. Bukankah seharusnya om mengucapkan terima kasih padaku ?" Lagi-lagi mataku ikut menghangat saat terlibat perdebatan dengannya.

Tidak salah dia selalu mengataiku anak kecil yang cengeng dan kampungan. Selalu saja berlinang air mata jika tengah membahas sesuatu. Padahal dia bilang itu hanya hal sepele yang tidak perlu dibesar-besarkan atau di masalahkan

"Sudah hampir sebulan kita menjalani semua seperti ini. Kau bilang tidak keberatan asal aku menjadi suami yang baik. Lalu kenapa tiba-tiba berubah dan meminta berpisah? Kau tidak malu menyandang status janda di usia yang masih kecil ini?"

Aku terdiam bingung entah harus bagaimana dua puluh tahun, dan dia masih menganggapku anak kecil dasar otak om-om

Tak dapat ku pungkiri,aku tentu saja begitu malu. Bahkan sangat malu. Pasalnya aku telah berbangga diri pada orang-orang yang dulu tak percaya bahwa aku akan menikah dengan cinta pertamaku. Mereka terus-terusan mengejek bahwa aku hanya berkhayal. Hingga akhirnya aku membungkam mulut mereka dengan undangan dan pesta mewah.

Dan apa yang ku dapat sekarang malah belum hampir setahun berlalu belum sampai aku harus kembali berpisah. Pasti mereka berpikir akulah yang dicampakkan. Sedang saat menikah pun mereka bergunjing bahwa aku menjebak pria duda kaya itu.

"Hei,gadis tengil bagaimana? Jadi menggugat ku cerai?kau tak lupa kan kalau perjanjian kita itu selama dua tahun kalau kau melanggar kontrak kau akan tahu apa akibatnya gadis kecil" Dia kembali bertanya.

Kan, kan. Kalau tidak ingin berpisah, kenapa kembali bertanya? Pasti ucapan tadi hanya modusnya saja agar kegirangan hatinya tak terendus olehku.

Atau dia pikir aku tidak berani dan hanya menggertaknya saja?

Tidak, tidak. Keputusanku sudah bulat. Mau berapa lama lagi aku merendahkan diri, berharap hatinya berubah, dan melupakan Dea mantan istrinya itu dari ingatannya.

"Jadi kok kamu tenang saja !" Aku berucap penuh keyakinan.

"Apa kau betul-betul sudah yakin?" Dahinya mengernyit keheranan

"Ya,aku yakin seratus persen malahan " Aku membuang pandangan.

"Baiklah kalau kau benar-benar sudah siap?"

Aku yang di buat keheranan langsung saja menoleh ke arah lelaki itu .Dia mempertanyakan apa aku sudah siap? Menjadi janda di usia yang baru saja genap dua puluh tahunan ini?

Namun aku kembali sadar siap tidak siap aku harus terima, bukankan ini semua juga atas dasar kemauan ku yang ingin berpisah darinya ?

"Aku yakin sudah siap. Benar-benar siap!" ucapku tanpa ragu.

"Tunggulah di kamarmu. Aku mandi dulu. Biar wangi dan membuatmu nyaman. Ini juga pertama kalinya buatku." Dia menggeleng-gelengkan kepala seperti orang yang sedang gugup.

Tentu saja pertama kali. Memangnya dia sudah berapa kali mengucap kata cerai?

Aku menuruti ucapannya dan melangkahkan kaki menuju kamar. Sebuah pertanyaan bermain-main di kepalaku. Kenapa dia menyuruhku menunggu di dalam?

Kamu tunggu saja di kamar,udah habis makan kan?. Aku mau bersih-bersih mandi dulu gerah banget . Biar wangi dan bikin kamu nyaman juga kan . Lagian ini juga bukan yang pertama kalinya buat kita berdua" Aku yang hanya membisu diam menggeleng-gelengkan kepala seperti orang yang sedang gugup.

Kesha berusaha melotot ke arah lelaki yang telah sah menjadi suaminya itu . Lalu menarik tanganku yang masih berada dalam pegangannya. Sejak kapan suamiku ini jadi pria mesum yang memikirkan nina ninu malam pengantin,ihh membayangkan semuanya bikin aku bergidik sendiri .

Apa iya wajahku yang cantik,manis dan imut ini terlihat seperti sedang membutuhkan sesuatu yang sensitif dan bernafsu seperti itu? Berpacaran saja tidak pernah,ketemunya aja dadakan . Mana mungkin aku yang polos ini memikirkan hal-hal menjijikkan seperti itu,cukup sekali aja yah nggak tahu sekarang

"Kenapa diam aja bocah tengil? Saya tebak kamu pasti mau dan tak mampu menolak pesona duda muda seperti ku?" Suamiku itu malah kembali bertanya dengan nada tegas.

Aku kok jadi mikir yah sekarang sepertinya dialah yang menginginkan hal itu. Dasar mata lelaki mata keranjang!

Aku memasang wajah cemberut. Sekujur pipiku kini terasa panas mendengar ajakan konyol seperti itu.

"Om diam deh jangan asal bicara sok tahu banget sih !" Aku sedikit membentak. Agar dia tahu kalau pikirannya

Menurut ku apa ada istilah pingitan untuk istri yang akan dicerai?

Atau suami istri yang akan berpisah tidak boleh bertemu lagi? Apa baru berniat saja sudah menjadikan kami tidak halal untuk saling bertatap muka karena ada kemungkinan akan tidak sengaja saling menyenggol?

aww ... munafik sekali laki-laki itu. Sok alim. Lalu bagaimana hubungan dia dengan Dea itu ? Merangkul bahkan menciumnya dengan mesra saat status mereka masih berpacaran. Dia hanya beralasan saja agar tidak bertemu denganku.

Aku benar-benar menurutinya berdiam diri di dalam kamar.

Waktu sudah menunjukkan hampir magrib. Tak lama terdengar suara azan. Kali ini aku sengaja memperlambat diri ke kamar mandi untuk berwudu. Tahu bahwa lelaki itu langsung ke sana.

Aku menguping dari depan pintu, lalu segera keluar untuk berwudu setelah mendengar pintu ditutup dari kamar sebelah.

Kamar mandi di rumah ini memang tak ada yang berada di dalam kamar. Usai menikah, Rivaldo langsung mengajakku untuk pindah dan mengontrak rumah.

Padahal aku tahu, dia pasti hanya ingin membuatku merasa tak nyaman. Tinggal di rumah mewah, sedang sebelumnya aku tinggal di rumah sempit dan tak punya asisten rumah tangga untuk membersihkan rumah.

Namun aku tetap harus membuktikan bahwa aku benar-benar pantas menjadi istri yang baik baginya. Mengikuti kemana dia pergi dan melayani kebutuhannya sehari-hari.

Memasak, mencuci, bahkan membersihkan rumah dengan ikhlas aku jalani. Semewah apa pun seseorang hidup, tak mungkin tak mengenal mesin cuci. Perkara memasak, ada banyak tutorial yang bisa aku lihat di beranda youtube. Pernikahan ini sungguh bukan suatu beban buatku.

Yang menjadi masalah hanyalah sikap suamiku yang masih tak bisa menganggapku sebagai kekasih hati layaknya dia memperlakukan Dea. Aku cuma hal itu sebagai istrinya menginginkan itu.

Usai salat magrib aku mendengar ketukan di pintu kamar. Aku bergegas melipat mukena dan juga sajadah.

Mataku terpaku melihat om duda itu lini berdiri di depan pintu. Rambutnya yang masih basah sisa-sisa air wudu membuat mataku mengerjab. Cahaya wajahnya tampak memancar setelah melakukan ibadah.

Ya, aku memang terlalu berlebihan dalam menggambarkan sesosok pria yang aku idolakan sejak masih ingusan itu.

"Apa kamu sudah siap?" Aku mengangguk. Jika belum selesai salat, mana mungkin aku bisa membukakan pintu untuknya.

Tanpa dipersilakan dia langsung masuk. Membuatku menelan ludah atas sikapnya. Padahal selama ini dia hanya masuk jika keluarga salah satu dari kami menginap di sini.

"Om mau apa sih sebenarnya ?" tanyaku heran. Dia langsung mengambil posisi duduk di tepi ranjang.

Dahinya mengernyit. Alis tebalnya menyatu memandangku.

"Bocah ingusan kenapa kau masih saja bertanya ? Kau sendiri yang meminta. Ayo cepat!" Tangannya bergoyang seperti sedang memanggil anak kecil.

Ada apa ini? Apa memang seperti ini proses perceraian? Kenapa harus dilakukan malam ini juga? Aku yang ragu atau dia yang begitu bersemangat?

Bukankah hal ini harus dibicarakan lagi dengan masing-masing keluarga? Kenapa harus dilakukan saat berdua

Bagaimana jika aku menangis sampai pingsan? Apa calon mantan suamiku nanti masih tetap peduli dan mau menolongku?

Kalau dia langsung buang badan dan bilang kalau aku sudah bukan tanggung jawabnya lagi, bagaimana?

"Cepatlah. Mau, tidak?" Dia kembali bersungut. Aku memasang wajah cemberut. Tak menyangka kalau dia akan seantusias ini menyambut keputusanku.

"Ke sini!" Dia menepuk ranjang di sebelahnya. Aku menurut saja.

Tak mau lagi dibilang anak kecil yang plinplan dan suka berubah pikiran. Padahal jauh di lubuk hatiku, aku tak mau perpisahan ini terjadi. Aku masih secinta itu dengan laki-laki tampan ini.

Ya, Tuhan! Tolong aku. Berikan keajaiban agar suamiku berubah pikiran dan mengurungkan niatnya. Tak mungkin lagi aku yang membatalkan. Sudah habis semua harga diriku selama ini di hadapannya. Tak ada lagi sisa sedikit pun.

Dengan dada yang bergetar aku duduk di sebelahnya. Mataku kembali menghangat dan ingin sekali menangis sejadi-jadinya.

"Jangan takut. Aku tahu ini akan sakit untukmu. Tapi, bukankah ini yang kau inginkan?"

Air mataku tak bisa lagi kubendung. Hanya sakit untukku, katanya? Kalau dia sama sekali tak merasa sakit, setidaknya jangan tunjukkan wajah bahagia di hadapanku.

"Jangan menangis gadis cengeng! Setelah malam ini kau bukan lagi anak-anak. Berhenti bersikap manja. Aku tak suka." Lirih suaranya terdengar.

Detik berikutnya dia memegang pucuk kepalaku. Aku semakin sesenggukan. Apa ini kali terakhir dia melakukannya? Aku memejamkan mata. Tak sanggup melihat wajah semringah itu saat menjatuhkan talak padaku.

Lalu tiba-tiba kening ini terasa hangat. Seperti ada sesuatu yang menempel. Perlahan aku memberanikan diri membuka mata. Sepertinya aku sudah pingsan sebelum mendengar kata talak. Seperti berhalusinasi, samar bayangan duda tampan suamiku itu sedang menyentuh dahiku dengan mulutnya. Dia terlihat begitu dekat.

Tak lama tangannya menyentuh kancing atas piyamaku.

Arrgghhh!!!

Seperti tersadar, aku langsung berteriak dan refleks mendorong tubuhnya hingga jatuh terjengkang ke lantai.

"Kau kenapa?" "Aku tidak mau lagi jadi wanita egois seperti yang om katakan selama ini. Aku juga punya hati dan harga diri. Kalau selama ini om juga belum bisa menganggap aku seperti Dea,mantan istrimu itu yang tak bisa kau lupakan dan aku pikir baiknya aku mundur saja. Bukankah seharusnya om mengucapkan terima kasih padaku ?" Lagi-lagi mataku ikut menghangat saat terlibat perdebatan dengannya.

Tidak salah dia selalu mengataiku anak kecil yang cengeng dan kampungan. Selalu saja berlinang air mata jika tengah membahas sesuatu. Padahal dia bilang itu hanya hal sepele yang tidak perlu dibesar-besarkan atau di masalahkan

"Sudah hampir sebulan kita menjalani semua seperti ini. Kau bilang tidak keberatan asal aku menjadi suami yang baik. Lalu kenapa tiba-tiba berubah dan meminta berpisah? Kau tidak malu menyandang status janda di usia yang masih kecil ini?"

Aku terdiam bingung entah harus bagaimana dua puluh tahun, dan dia masih menganggapku anak kecil dasar otak om-om

Tak dapat ku pungkiri,aku tentu saja begitu malu. Bahkan sangat malu. Pasalnya aku telah berbangga diri pada orang-orang yang dulu tak percaya bahwa aku akan menikah dengan cinta pertamaku. Mereka terus-terusan mengejek bahwa aku hanya berkhayal. Hingga akhirnya aku membungkam mulut mereka dengan undangan dan pesta mewah.

Dan apa yang ku dapat sekarang malah belum hampir setahun berlalu belum sampai aku harus kembali berpisah. Pasti mereka berpikir akulah yang dicampakkan. Sedang saat menikah pun mereka bergunjing bahwa aku menjebak pria duda kaya itu.

"Hei,gadis tengil bagaimana? Jadi menggugat ku cerai?kau tak lupa kan kalau perjanjian kita itu selama dua tahun kalau kau melanggar kontrak kau akan tahu apa akibatnya gadis kecil" Dia kembali bertanya.

Kan, kan. Kalau tidak ingin berpisah, kenapa kembali bertanya? Pasti ucapan tadi hanya modusnya saja agar kegirangan hatinya tak terendus olehku.

Atau dia pikir aku tidak berani dan hanya menggertaknya saja?

Tidak, tidak. Keputusanku sudah bulat. Mau berapa lama lagi aku merendahkan diri, berharap hatinya berubah, dan melupakan Dea mantan istrinya itu dari ingatannya.

"Jadi kok kamu tenang saja !" Aku berucap penuh keyakinan.

"Apa kau betul-betul sudah yakin?" Dahinya mengernyit keheranan

"Ya,aku yakin seratus persen malahan " Aku membuang pandangan.

"Baiklah kalau kau benar-benar sudah siap?"

Aku yang di buat keheranan langsung saja menoleh ke arah lelaki itu .Dia mempertanyakan apa aku sudah siap? Menjadi janda di usia yang baru saja genap dua puluh tahunan ini?

Namun aku kembali sadar siap tidak siap aku harus terima, bukankan ini semua juga atas dasar kemauan ku yang ingin berpisah darinya ?

"Aku yakin sudah siap. Benar-benar siap!" ucapku tanpa ragu.

"Tunggulah di kamarmu. Aku mandi dulu. Biar wangi dan membuatmu nyaman. Ini juga pertama kalinya buatku." Dia menggeleng-gelengkan kepala seperti orang yang sedang gugup.

Tentu saja pertama kali. Memangnya dia sudah berapa kali mengucap kata cerai?

Aku menuruti ucapannya dan melangkahkan kaki menuju kamar. Sebuah pertanyaan bermain-main di kepalaku. Kenapa dia menyuruhku menunggu di dalam?

Kamu tunggu saja di kamar,udah habis makan kan?. Aku mau bersih-bersih mandi dulu gerah banget . Biar wangi dan bikin kamu nyaman juga kan . Lagian ini juga bukan yang pertama kalinya buat kita berdua" Aku yang hanya membisu diam menggeleng-gelengkan kepala seperti orang yang sedang gugup.

Kesha Zaman berusaha melotot ke arah lelaki yang telah sah menjadi suaminya itu . Lalu menarik tanganku yang masih berada dalam pegangannya. Sejak kapan suamiku ini jadi pria mesum yang memikirkan nina ninu malam pengantin,ihh membayangkan semuanya bikin aku bergidik sendiri .

Apa iya wajahku yang cantik,manis dan imut ini terlihat seperti sedang membutuhkan sesuatu yang sensitif dan bernafsu seperti itu? Berpacaran saja tidak pernah,ketemunya aja dadakan . Mana mungkin aku yang polos ini memikirkan hal-hal menjijikkan seperti itu,cukup sekali aja yah nggak tahu sekarang

"Kenapa diam aja bocah tengil? Saya tebak kamu pasti mau dan tak mampu menolak pesona duda muda seperti ku?" Suamiku itu malah kembali bertanya dengan nada tegas.

Aku kok jadi mikir yah sekarang sepertinya dialah yang menginginkan hal itu. Dasar mata lelaki mata keranjang!

Aku memasang wajah cemberut. Sekujur pipiku kini terasa panas mendengar ajakan konyol seperti itu.

"Om diam deh jangan asal bicara sok tahu banget sih !" Aku sedikit membentak. Agar dia tahu kalau pikirannya

Menurut ku apa ada istilah pingitan untuk istri yang akan dicerai?

Atau suami istri yang akan berpisah tidak boleh bertemu lagi? Apa baru berniat saja sudah menjadikan kami tidak halal untuk saling bertatap muka karena ada kemungkinan akan tidak sengaja saling menyenggol?

Awww ... munafik sekali laki-laki itu. Sok alim. Lalu bagaimana hubungan dia dengan Dea itu ? Merangkul bahkan menciumnya dengan mesra saat status mereka masih berpacaran. Dia hanya beralasan saja agar tidak bertemu denganku.

Aku benar-benar menurutinya berdiam diri di dalam kamar.

Waktu sudah menunjukkan hampir magrib. Tak lama terdengar suara azan. Kali ini aku sengaja memperlambat diri ke kamar mandi untuk berwudu. Tahu bahwa lelaki itu langsung ke sana.

Aku menguping dari depan pintu, lalu segera keluar untuk berwudu setelah mendengar pintu ditutup dari kamar sebelah.

Kamar mandi di rumah ini memang tak ada yang berada di dalam kamar. Usai menikah, Rivaldo langsung mengajakku untuk pindah dan mengontrak rumah.

Padahal aku tahu, dia pasti hanya ingin membuatku merasa tak nyaman. Tinggal di rumah mewah, sedang sebelumnya aku tinggal di rumah sempit dan tak punya asisten rumah tangga untuk membersihkan rumah.

Namun aku tetap harus membuktikan bahwa aku benar-benar pantas menjadi istri yang baik baginya. Mengikuti kemana dia pergi dan melayani kebutuhannya sehari-hari.

Memasak, mencuci, bahkan membersihkan rumah dengan ikhlas aku jalani. Semewah apa pun seseorang hidup, tak mungkin tak mengenal mesin cuci. Perkara memasak, ada banyak tutorial yang bisa aku lihat di beranda youtube. Pernikahan ini sungguh bukan suatu beban buatku.

Yang menjadi masalah hanyalah sikap suamiku yang masih tak bisa menganggapku sebagai kekasih hati layaknya dia memperlakukan Dea. Aku cuma hal itu sebagai istrinya menginginkan itu.

Usai salat magrib aku mendengar ketukan di pintu kamar. Aku bergegas melipat mukena dan juga sajadah.

Mataku terpaku melihat om duda itu lini berdiri di depan pintu. Rambutnya yang masih basah sisa-sisa air wudu membuat mataku mengerjab. Cahaya wajahnya tampak memancar setelah melakukan ibadah.

Ya, aku memang terlalu berlebihan dalam menggambarkan sesosok pria yang aku idolakan sejak masih ingusan itu.

"Apa kamu sudah siap?" Aku mengangguk. Jika belum selesai salat, mana mungkin aku bisa membukakan pintu untuknya.

Tanpa dipersilakan dia langsung masuk. Membuatku menelan ludah atas sikapnya. Padahal selama ini dia hanya masuk jika keluarga salah satu dari kami menginap di sini.

"Om mau apa sih sebenarnya ?" tanyaku heran. Dia langsung mengambil posisi duduk di tepi ranjang.

Dahinya mengernyit. Alis tebalnya menyatu memandangku.

"Bocah ingusan kenapa kau masih saja bertanya ? Kau sendiri yang meminta. Ayo cepat!" Tangannya bergoyang seperti sedang memanggil anak kecil.

Ada apa ini? Apa memang seperti ini proses perceraian? Kenapa harus dilakukan malam ini juga? Aku yang ragu atau dia yang begitu bersemangat?

Bukankah hal ini harus dibicarakan lagi dengan masing-masing keluarga? Kenapa harus dilakukan saat berdua

Bagaimana jika aku menangis sampai pingsan? Apa calon mantan suamiku nanti masih tetap peduli dan mau menolongku?

Kalau dia langsung buang badan dan bilang kalau aku sudah bukan tanggung jawabnya lagi, bagaimana?

"Cepatlah. Mau, tidak?" Dia kembali bersungut. Aku memasang wajah cemberut. Tak menyangka kalau dia akan seantusias ini menyambut keputusanku.

"Ke sini!" Dia menepuk ranjang di sebelahnya. Aku menurut saja.

Tak mau lagi dibilang anak kecil yang plinplan dan suka berubah pikiran. Padahal jauh di lubuk hatiku, aku tak mau perpisahan ini terjadi. Aku masih secinta itu dengan laki-laki tampan ini.

Ya, Tuhan! Tolong aku. Berikan keajaiban agar suamiku berubah pikiran dan mengurungkan niatnya. Tak mungkin lagi aku yang membatalkan. Sudah habis semua harga diriku selama ini di hadapannya. Tak ada lagi sisa sedikit pun.

Dengan dada yang bergetar aku duduk di sebelahnya. Mataku kembali menghangat dan ingin sekali menangis sejadi-jadinya.

"Jangan takut. Aku tahu ini akan sakit untukmu. Tapi, bukankah ini yang kau inginkan?"

Air mataku tak bisa lagi kubendung. Hanya sakit untukku, katanya? Kalau dia sama sekali tak merasa sakit, setidaknya jangan tunjukkan wajah bahagia di hadapanku.

"Jangan menangis gadis cengeng! Setelah malam ini kau bukan lagi anak-anak. Berhenti bersikap manja. Aku tak suka." Lirih suaranya terdengar.

Detik berikutnya dia memegang pucuk kepalaku. Aku semakin sesenggukan. Apa ini kali terakhir dia melakukannya? Aku memejamkan mata. Tak sanggup melihat wajah semringah itu saat menjatuhkan talak padaku.

Lalu tiba-tiba kening ini terasa hangat. Seperti ada sesuatu yang menempel. Perlahan aku memberanikan diri membuka mata. Sepertinya aku sudah pingsan sebelum mendengar kata talak. Seperti berhalusinasi, samar bayangan duda tampan suamiku itu sedang menyentuh dahiku dengan mulutnya. Dia terlihat begitu dekat.

Tak lama tangannya menyentuh kancing atas piyamaku.

Arrgghhh!!!

Seperti tersadar, aku langsung berteriak dan refleks mendorong tubuhnya hingga jatuh terjengkang ke lantai.

"Kau kenapa?" Rivaldo yang tampak terkejut dengan posisi hampir terlentang dengan kedua tangan menyangga tubuhnya.

"Om mau apa,jangan macam-macam ?" Aku memegangi kerah piyama dengan kencang.

Tiba-tiba dahinya mengernyit. Seperti ragu-ragu dia menatapku. Mencoba berpikir atau takut salah. Sejurus kemudian dia menelengkan kepala.

"Mau buat anak,biar nggak jadi cerai?masa nggak boleh?"

"Ya ampun pertanyaan konyol"aku menepuk jidatku sendiri

yang tampak terkejut dengan posisi hampir terlentang dengan kedua tangan menyangga tubuhnya.

"Om mau apa,jangan macam-macam ?" Aku memegangi kerah piyama dengan kencang.

Tiba-tiba dahinya mengernyit. Seperti ragu-ragu dia menatapku. Mencoba berpikir atau takut salah. Sejurus kemudian dia menelengkan kepala.

"Mau buat anak,biar nggak jadi cerai?masa nggak boleh?"

"Ya ampun pertanyaan konyol"aku menepuk jidatku sendiri

yang tampak terkejut dengan posisi hampir terlentang dengan kedua tangan menyangga tubuhnya.

"Om mau apa,jangan macam-macam ?" Aku memegangi kerah piyama dengan kencang.

Tiba-tiba dahinya mengernyit. Seperti ragu-ragu dia menatapku. Mencoba berpikir atau takut salah. Sejurus kemudian dia menelengkan kepala.

"Mau buat anak,biar nggak jadi cerai?masa nggak boleh?"

"Ya ampun pertanyaan konyol"aku menepuk jidatku sendiri

yang tampak terkejut dengan posisi hampir terlentang dengan kedua tangan menyangga tubuhnya.

"Om mau apa,jangan macam-macam ?" Aku memegangi kerah piyama dengan kencang.

Tiba-tiba dahinya mengernyit. Seperti ragu-ragu dia menatapku. Mencoba berpikir atau takut salah. Sejurus kemudian dia menelengkan kepala.

"Mau buat anak,biar nggak jadi cerai?masa nggak boleh?"

"Ya ampun pertanyaan konyol"aku menepuk jidatku sendiri

1
Destaria
seruuu !
Ranita Rani
brian ank e bos e or adekny y?
ChiaEmiiller: anak bos SM adeknya jg kak🙏😇
total 1 replies
Ranita Rani
mampir kak
Zahra Putri Mandala
mampir kak semagt mnulis🤗
ChiaEmiiller: makasih kak😇🍭
total 1 replies
Itzel Juárez
Ngelongo gila!
Nino
Gak sabar nih thor, gimana kelanjutan cerita nya? Update yuk sekarang!
ChiaEmiiller: udh yah kak maaf kalau salah masih pemula soalnya😇♥️
total 1 replies
Codigo cereza
Bermain dengan emosi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!