Menceritakan seorang remaja yang bertekad untuk bertahan hidup apapun caranya. Kenapa harus begitu ? Karena dirinya telah berpindah ke dunia lain.
Cerita ini masih berlatar Multiverse dari cerita 'Pindah Dimensi Lain'.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ryn_Frankenstein, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12 : Barang Berharga.
Hari terus berjalan hingga tak terasa sudah 2 bulan lebih Dika tinggal bersama Arc di desa. Dan sekarang hari telah pagi, karena tidak ada jam dan ponselnya masih keadaan mati, Dika hanya menduga-duga kalau saat ini telah jam 8 pagi. Saat ini, ia tengah memakai pakaian biasa, dan ia juga memakai jaket kulit seperti jubah berwarna coklat pemberian Arc.
Arc juga memberikan kantong berisi koin kepada remaja itu, dan memintanya untuk dibuka setelah sampai di tempat tujuan. Hari ini adalah hari dimana dirinya akan pergi ke kota kerajaan. Semua perlengkapan sudah berada di dalam tas kulit besar pemberian Arc. Dika sedang berada di pintu gerbang desa Koi yang terbuat dari kayu, dia bersama Arc dan beberapa penduduk desa.
"Kau harus hati-hati di sana, jagalah kesehatan." ucap Arc sambil memegang pundaknya Dika.
Dika tersenyum miring. "Aku tak selemah itu. Kau tau kan kek, aku kalau makan banyak, penyakit gak mudah menyerangku."
Arc menghela nafasnya. "Ya.., ya.., ya.., aku tau kau tidaklah lemah, pastikan lagi saat kau memilih pilihan saat mendaftar di sana."
"Dan jangan lupa mengirim kabar sebulan sekali." tambahnya.
Dika menganggukkan kepalanya dengan mantap, lalu ia berpamitan dengan yang lainnya. Setelah berpamitan ke semua penduduk desa Kio yang mengantarkannya, ia segera berjalan menuju rombongan kereta kuda yang telah menunggunya. Kereta kuda yang berjumlah 4, memang karena mereka banyak sekali membawa barang.
Setelah naik, kereta kuda pun mulai berangkat, Dika melambaikan tangannya dan dibalas oleh Arc dan lainnya. Setelah melihat rombongan kereta kuda pergi, Arc dan yang lainnya berbalik dan berjalan masuk ke desa.
"Jadi, anak itu tetap mendaftar ke akademi ?" tanya seseorang pria yang juga dari Ras manusia, sekaligus kepala desa.
Arc menganggukkan kepalanya. "Dia memang belum mahir dalam menggunakan sihir, setidaknya fisiknya sudah mendukungnya. Itu sudah cukup, meskipun awalnya aku kurang setuju, tapi mau bagaimana lagi, dia ahli dalam bela diri."
Kepala desa mengangguk-anggukan kepalanya. "Yah, aku harap dia tidak terkejut setelah dia sampai di sana. Semoga saja dia bisa berkembang, beradaptasi, dan memiliki banyak teman."
"Ya, aku juga berharap seperti itu." sahut Arc yang setuju dengan perkataan kepala desa.
Mereka pun kembali ke rumah masing-masing untuk mengerjakan kegiatan mereka sehari-harinya.
Untuk identitas Dika yang merupakan manusia dari dunia lain atau bumi, hanya Arc dan kepala desa saja yang tau, karena dari gaya bahasanya saja sudah berbeda. Sedangkan penduduk desa, mereka hanya mengetahui kalau Dika adalah seseorang remaja yang tersesat dan hilang ingatan.
.....
Setelah beberapa lama dalam perjalanan, dan mungkin sudah setengah hari, rombongan Dika berhenti untuk beristirahat. Mereka segera membuat api unggun untuk membuat masakan dari bahan yang mereka bawa. Total rombongan kereta kuda sekarang berjumlah 11 orang, karena Dika ikut menumpang.
5 orang yang ikut, mereka adalah yang ahli bela diri dan senjata. Karena untuk sampai ke kota kerajaan tidaklah mudah, dan pastinya sesekali ada bandit yang menghalangi perjalanan mereka. Jadi untuk berjaga dan keselamatan, tentu saja beberapa orang yang ahli bertarung harus ikut, hebatnya mereka adalah mantan petualang.
Selama perjalanan, mereka memang sibuk bercerita, tapi ketika berhenti untuk beristirahat seperti saat ini, mereka lebih heboh dalam bercerita, sesekali bercanda kepada Dika. Dan untuk sampai ke kota Kerajaan membutuhkan waktu hampir seminggu bila berjalan kaki.
Jika menggunakan kereta kuda mungkin tak sampai 5 hari, itu sudah termasuk beberapa kali berhenti dalam sehari untuk beristirahat. Dika memilih menaiki kereta kuda milik salah satu penduduk desa Kio, karena setiap bulannya selalu pergi ke kota kerajaan untuk menjual hasil ternak dan panennya.
Hari ini adalah hari tepat dimana akademi mulai membuka calon pelajar tahun baru, jadi ada kemungkinan Dika baru bisa mendaftar setelah 5 hari dari sekarang. Setelah mungkin ada satu jam beristirahat, mereka segera membereskan semuanya, lalu kembali melanjutkan perjalanan.
.....
Dua hari kemudian, masih dalam perjalanan menuju kota Kerajaan. Untuk nama Kerajaan yang akan mereka datangi adalah Kerajaan Reinhart. Selama berhenti, mereka hanya beristirahat, dan menginap dengan membuat tenda, bila akan mandi, ketika mereka menemukan sungai, sesekali mereka juga memancing ikan dan berburu untuk menambah bahan makanan.
Setelah hari sudah sore, tiba-tiba ada sebuah anak panah muncul menancap di tengah jalan. Tentu saja itu membuat semua rombongan Dika berhenti, seketika kelima orang petarung langsung bersiap untuk turun kereta kuda. Dengan senjata yang mereka bawa, mereka segera mengambil posisi berwaspada.
Dan benar saja, ada sekumpulan bandit yang berjumlah 10, masing-masing dari mereka menggunakan berbagai macam senjata tajam. Seperti pada umumnya mereka meminta para rombongan untuk menyerahkan barang-barang berharga yang mereka bawa, tentu saja, rombongan menolak hal itu.
Hingga akhirnya mereka pun saling bertarung, meski 5 melawan 10 tak adil, tapi mereka yakin bisa mengatasinya. Dika yang sedang nyenyak dalam tidurnya, tiba-tiba ia membuka kedua matanya karena mendengar keributan. Setelah menggosok-gosok kedua matanya, ia melihat keluar.
Sambil menyipit kedua matanya untuk melihat apa yang terjadi. "Sedang apa mereka ?" tanya Dika kepada kusir kuda sekaligus pedagang dan salah penduduk desa Kio.
"Perjalanan kita dihadang bandit." jawabnya dengan tegang.
Dika terlihat mengangguk-anggukan kepalanya, lalu memegang dagunya seakan sedang berfikir. Dalam. Pikirnya mengatakan andaikan ia punya mobil, pastinya tinggal ditabrak saja, tapi itu jelas tidak mungkin, karena di dunia ini tidak ada kendaraan jenis itu.
5 lawan 10 sungguh tidak adil dari jumlahnya, tapi dari segi ketrampilan, para mantan petualang itu lebih unggul, dan gerakan mereka bertarung memang terlihat jelas sudah berpengalaman.
"Kau tak ingin membantu ?" tanyanya kepada Dika.
Dika menoleh. "Tentu saja, aku akan membantu dari sini."
Dika segara mengambil busur dan anak panahnya. Dari dalam gubug kereta kuda, ia akan memanah para bandit itu satu-persatu. Setelah fokus dalam penglihatannya, remaja itu memilih salah satu bandit sebagai target pertamanya. Menunggu ada celah, ia pun melepaskan anak panahnya.
Wusss....!! Jleb..!!
"Aaagghhhh...!!"
Semua orang langsung menghentikan pertarungan, dan mengalihkan sumber teriakan itu. Sedangkan Dika, ia membeku, dan si kusir yang duduk didekatnya melihat Dika dengan tatapan sulit yang diartikan.
"Aaaaggghhh...!! Tidak...!!" salah satu bandit terduduk di tanah, dia merasakan rasa sakit yang luar biasa di bagian antara selangkangannya.
Ingin sekali melepas anak panah yang menusuk barang berharganya, tapi jelas tak mungkin karena akan tambah rasa sakit yang luar biasa. Perasaan bingung, panik, amarah, sedih, sakit, takut, semuanya menjadi satu tercampur aduk.
Semua kesembilan bandit, dan para kelima mantan petualang masih diam tak melanjutkan pertarungan. Mereka melihat sosok bandit yang tengah menangis karena kesakitan. Bahkan mereka semua merasa kasihan dan ngilu melihatnya.
"Nak, kau tidak sengaja memanah barang berharganya, 'kan ?" tanya si kusir kepada Dika yang terdiam kaku ditempatnya.
lanjutkan