Cintanya pada almarhumah ibu membuat dendam tersendiri pada ayah kandungnya membuatnya samam sekali tidak percaya akan adanya cinta. Baginya wanita adalah sosok makhluk yang begitu merepotkan dan patut untuk di singkirkan jauh dalam kehidupannya.
Suatu ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis namun sayangnya gadis tersebut adalah kekasih kakaknya. Kakak yang selalu serius dalam segala hal dan kesalah pahaman terjadi hingga akhirnya.........
KONFLIK, Harap SKIP jika tidak biasa dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Membujuk gadisku.
Satu bulan kemudian.
Bang Rama sibuk menggendong baby Rudha. Sekarang Dilan sudah belajar aktif dalam kegiatan pertemuan rutin. Sebenarnya Bang Rama sudah melarangnya karena baby Rudha baru melewati usia satu bulan beberapa hari ini tapi nampaknya Dilan sudah mulai bosan dengan hawa rumah dan ingin mencoba kegiatan baru.
Namun untuk kegiatan kepengurusan, Bang Rama masih belum mengijinkannya sebab baby Rudha masih belum bisa terlalu kecil dan sangat membutuhkan perhatian lebih.
"Waaahh.. sudah gemuk sekali ya Bang." Bang Riffat sampai takjub melihat keponakannya. Wajar saja, selama ini Bang Rama selalu memberikan apapun yang terbaik untuk putra pertamanya itu.
"Kuat minum susu, Om." Jawab Bang Rama.
"Kalau lihat bayi lucu begini, rasanya aku pengen nikah, Bang."
"Sabaaar, momong anak gadis orang itu nggak mudah. Mapan saja tidak cukup untuk menikah. Kau tau.. Abang saja yang sudah berusaha keras untuk berjalan lurus masih saja sering menginjak batu sandungan." Kata Bang Rama.
"Insya Allah aku juga belajar hati-hati."
Tak lama Prada Decky dan Prada Jubair menghampiri.
"Ijin, Dan..!! Susunya Bang Rudha sudah datang. Langsung kami antar ke rumah?" Tanya Prada Jubair.
"Iya. Tolong ya, Ber..!!"
Prada Decky memberikan amplop dan box lumayan tebal pada Bang Rama. "Ijin, Ini ada paketan dan amplop dari Panglima daerah."
Bang Rama sudah tau pasti di dalam amplop tersebut ada sejumlah uang untuk baby Rudha.
"Barang dan uang itu tolong serahkan pada istri saya..!! Saya tidak mau tau apapun tentang uang itu." Perintah Bang Rama.
"Siap..!!"
-_-_-_-_-
Sore itu Dilan baru mengurus amplop dan box dari Om Juan.
Dilan membuka dan melihat isi amplop tersebut beserta sebuah kartu ATM. Di dalam box juga ada banyak mainan dan pakaian.
"Ada uang cash sepuluh juta, kartu ATM dan barang bayi." Dilan menyerahkannya begitu saja pada Bang Rama. "Abang yang urus..!!" Ucapnya enteng.
"Itu tanggung jawab ayah untuk anaknya. Kamu yang simpan. Kalau bisa tidak usah di pakai. Di simpan saja uangnya untuk masa depan anak..!!" Kata Bang Rama datar saja.
Dilan mengerti perasaan Bang Rama saat ini. Ada bentuk rasa kecewa dan tidak berdaya tapi tidak bisa berbuat apapun karenanya.
"Iya, di simpan saja. Rudha sudah punya Papa yang hebat." Jawab Dilan akhirnya mengembangkan senyum Bang Rama.
...
Bang Rama kembali dari sholat isya. Seperti biasa dirinya selalu menenangkan hati dan pikiran di masjid Batalyon bersama para rekan anggota yang lain.
Suasana rumah nampak sepi dan tidak terdengar suara bahkan suara Baby Rudha yang biasanya terdengar kali ini pun tidak terdengar.
"Apa Dilan dan Rudha tidak ada di rumah. Tapi tidak mungkin mereka pergi tanpa ijinku." Gumam Bang Rama.
Bang Rama membuka pintu kamar depan dan baby Rudha tertidur pulas, ia pun melangkah ke kamar tengah dan melihat Dilan sedang sholat isya.
Bang Rama terhenyak sesaat melihat cantiknya Dilan dalam balutan mukena.
"Subhanallah." Gumamnya lagi. Bang Rama sampai mengusap dadanya melihat cantiknya paras istri kecilnya. Senyumnya tersungging tipis. "Alhamdulillah."
~
Dilan sudah melipat sajadah dan mukenanya. Bang Rama pun masuk ke kamar tengah. Sekilas mereka saling menatap kemudian membuang pandangan.
Pipi Dilan merona, sikaplah mulai gelisah. Bang Rama pun mulai salah tingkah tapi tidak mungkin dirinya menunggu Dilan karena pasti istrinya itu tidak akan melakukannya.
'Bagaimana cara menyapanya?? Apa Dilan mau??'
"Dek..!!"
Dilan duduk dan tidak berani menatap wajah Bang Rama. Bak ABG yang sedang kasmaran, Bang Rama menyentuh jemari Dilan dan menggenggamnya.
Entah kenapa kali ini denyut nadi Bang Rama terasa tidak normal. Dulu, dirinya bisa mendapatkan wanita manapun yang ia inginkan. Namun kini ada perasaan cemas dan takut.
"Deekk..!!!"
"Iya, Bang. Kenapa sih?" Dilan pun tidak berani menanggapi suaminya secara berlebihan.
"Lorongnya sudah di paving?" Tanya Bang Rama.
Dilan mengangguk pelan. Ada rasa takut tersendiri di hati Dilan pasalnya ia pengalaman dan ingatan dirinya akan 'hal' satu itu tidaklah baik.
Dulu Om Juan melakukannya hanya sekedarnya saja. Setelah selesai, Om Juan akan segera meninggalkannya. Begitu pula dengan pria yang pernah merasakan tubuhnya akan langsung melempar uang bahkan ada yang meludahinya mungkin karena dirinya sangat mengecewakan.
"Ada apa, dek?? Kamu belum siap?? Kalau belum siap, Abang tidak akan memaksa." Kata Bang Rama kemudian beranjak tapi kemudian Dilan meraih tangan Bang Rama.
"Tidak apa-apa. Tapi.. Dilan tidak pintar." Ucapnya sendu.
Bang Rama menarik pinggang Dilan dan posisi mereka kini semakin merapat. "Terus terang Abang belum pernah melakukannya, tapi bukan berarti Abang buta naluri. Dulu kamu melakukannya dalam tekanan, sekarang kamu bebas meluapkan inginmu, tidak apa-apa. Kamu istri sah Abang. Mulai saat ini kita terapkan Fathul izhar bersama. Tidak ada yang dominan di antara kita karena kita saling membutuhkan. Sudah kewajiban Abang memberimu nafkah batin dan kamu juga paham bahwa lemahnya suamimu adalah urusan alu dan lumpang."
Bang Rama mengangkat dagu istri kecilnya. Dilan melihat Bang Rama menelan saliva dengan susah payah. Ia kembali menunduk tapi Bang Rama mengangkatnya kembali. Suami Dilan itu mengecup basah bibir Dilan namun perlahan Bang Rama mengeratkan pelukan, deru nafas itu semakin memburu dan kecupnya semakin terasa dalam. Sejenak kemudian Bang Rama menarik diri dalam keraguan.
"Abaang.. Dilan takut. Dilan pasti mengecewakan Abang."
.
.
.
.