Sheila Cowles, seorang anak yatim piatu, menjalani kehidupan sederhana sebagai cleaning service di sebuah toko mainan anak-anak.
Suatu hari, karena kecerobohannya, seorang wanita hamil besar terpeleset dan Sheila menjadi tersangka dalam kejadian tersebut.
"Kau telah merenggut wanita yang kucintai. Karena itu, duniamu akan kubuat seperti di neraka," kata Leonard dengan penuh amarah.
"Dengan senang hati, aku akan menghadapi segala neraka yang kau ciptakan untukku," jawab Sheila dengan tekad yang bulat.
Bagaimana Sheila menghadapi kehidupan barunya sebagai ibu sambung bagi bayi kembar, ditambah dengan ancaman Leonard yang memendam dendam?
🌹Follow akun NT Othor : Kacan🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kacan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MDHD 12 (Ancaman Hanny)
Sheila bertambah panik kala bibir pria di depannya semakin menjurus ke bibirnya.
Mata Sheila mendelik lebar. Bahkan, ia sampai harus memundurkan kepalanya demi menghindari bibir Leonard yang berusaha menciumnya.
"Aku bukan Zora, sadarlah! Aku ini wanita yang kau benci!" pekik Sheila dengan napas memburu.
Bukan Zora?
Sontak Leonard yang dalam pengaruh alkohol melepas rengkuhannya dari tubuh ramping Sheila.
Dengan sempoyongan pria itu mundur, lalu membungkukkan badan demi bisa menelisik wajah Sheila yang terlihat sinis.
"Zora sayang ... kenapa dada kamu mengecil?" tanya Leonard seraya menyentuh dada Sheila dengan ujung telunjuknya.
Tubuh Sheila terkesiap, wajahnya berubah kesal, dengan kasar ia menangkis tangan Leonard dari dadanya.
"Kecil kau bilang?!" Berang Sheila dengan dada yang sudah naik turun.
Sheila merasa tidak rela asetnya dikatai, walau hal itu memang fakta. Miliknya memang kecil. Namun, walau kecil tetap saja dada namanya.
Leonard menyeringai, ia menegakkan tubuhnya kembali.
"Jangan marah sayang, aku tetap menginginkanmu walau dadamu sudah berubah," ucap Leonard samar.
Sheila memutar bola matanya malas, mendengar ocehan tidak jelas suaminya.
Daripada ia gila melawani orang mabuk bicara, lebih baik dirinya pergi.
Lantas Sheila pun membalik badan hendak meninggalkan kamar.
Namun, baru selangkah terlaksana. Tiba-tiba tubuhnya sudah melayang dalam pikulan Leonard.
"Aaaa!" Sheila berteriak kaget.
Kepalanya terasa pusing karena ulah gila Leonard yang menggendongnya ala karung beras.
Leonard membawa tubuh ramping itu tanpa memperdulikan suara berisik Sheila yang memekakkan telinga, lalu menjatuhkan tubuh ramping wanita itu ke atas ranjang.
Bugh!
"Aw! Hei Singa gila sadarlah!" Sheila berteriak dengan wajah meringis kesakitan.
Lama-lama pinggangnya bisa patah karena Leonard yang suka mencampakkannya ke sembarang tempat.
"E-eh kau mau apa?"
Wajah Sheila berubah panik. Dia memberingsut mundur saat Leonard merangkak maju ke arahnya.
Sret!
Tubuh Sheila terseret saat kedua kakinya ditarik secara tiba-tiba oleh Leonard.
Kini tubuh wanita bertubuh ramping itu berada dalam kungkungan Leonard.
Deg! Deg! Deg!
Jantung Sheila berpacu begitu cepat, sampai-sampai kesulitan untuk bernapas. Ia begitu ketakutan, apalagi tatapan Leonard yang menatapnya dengan penuh minat.
Sheila menguatkan diri, ia berusaha melepaskan diri dengan memukuli dada bidang pria yang memerangkap tubuhnya.
Namun, bukannya membuat Leonard kesakitan dan pergi. Pria itu malah menarik tangannya ke atas kepala, membuat pergerakannya semakin terkunci.
"I want you," bisik Leonard dengan suara terdengar serak.
Sheila menggeleng-gelengkan kepala kuat. Keringat mulai mengucur di pelipis dan keningnya.
Leonard tidak memperdulikan penolakan wanita di bawah tubuhnya. Sosok yang ia lihat saat ini adalah Zora, wanita yang dicintainya. Bukan Sheila!
Pengaruh alkohol membuat gairah pria itu semakin memuncak.
Dengan santai Leonard menurunkan gaun tidur yang dikenakan Sheila menggunakan satu tangannya, sedangkan tangan yang lainnya ia gunakan untuk menahan tangan Sheila.
Sheila menangis ketakutan, ia menendang-nendangkan kakinya agar bisa terlepas dari kungkungan Leonard yang berubah menjadi singa kelaparan.
Sialnya! Leonard langsung menahan kedua kaki Sheila dengan cara menjepitnya di antara pahanya.
Sheila semakin tidak bisa bergerak.
Hal itu dimanfaatkan oleh Leonard yang semakin aktif melepaskan seluruh kain yang melekat di tubuh Sheila hingga tidak tersisa.
Bak bayi yang baru lahir, tubuh Sheila tampak polos.
Bahkan, aset bagian bawahnya terpampang dengan jelas.
Dinginnya pendingin ruangan menusuk hingga ke dalam tulang Sheila, ia tidak dapat melakukan apa pun selain memohon minta dilepaskan.
"Aku merindukan harummu," ucap Leonard dengan suara terdengar serak nan berat seraya mengendus tulang selangka Sheila.
Sheila menangis terisak. "Lepaskan aku Singa gila! Aku bukan Zora!" teriaknya merasa frustasi.
Leonard menulikan telinganya. Tanpa memperdulikan teriakan Sheila, bibirnya merambat turun, lalu langsung melahap da-da Sheila dengan rakus.
Seperti orang yang kehausan, Leonard mencecap bukit mini itu dengan sangat kuat sampai-sampai Sheila tidak dapat menahan suara desa-hannya.
"Ahhss ... h-hentikan," pinta Sheila dengan kepala mendengak tinggi.
Perlakuan Leonard membuat Sheila merasakan sensasi aneh pada tubuhnya. Apalagi saat lidah pria itu memainkan puncak bukitnya dengan lihai.
Leonard menarik puncak bukit Sheila dengan kuat, lalu melepaskannya begitu saja dari kuluman mulutnya, menghasilkan bunyi decap yang begitu nyaring.
Clap!
Sheila memejamkan matanya sesaat. Rasa perih, nikmat, dan jijik berpadu menjadi satu.
Namun, detik berikutnya mata Sheila langsung terbuka lebar saat ia merasakan kakinya direnggangkan oleh Leonard.
"Let's play, Honey." Leonard menatap sayu ke arah tubuh Sheila.
Pria itu melepaskan tangan Sheila, ia hendak membuka sabuk pinggangnya.
Melihat ada celah, Sheila langsung beringsut mundur.
Pergerakan tangan Leonard sontak berhenti, ia kembali merangkak—hendak menangkap tubuh wanita itu.
Namun, Sheila dengan sigap melayangkan tendangan bebas ke pentungan yang sudah mengembang itu dengan sekuat tenaga sebelum Leonard berhasil menangkapnya.
"AHRGGG!" Leonard meringkuk kesakitan di atas ranjang.
Sheila mendengus, "Rasakan! Jangan coba-coba masuk ke gawangku!"
Wanita bertubuh ramping itu bergegas turun dari ranjang, buru-buru dirinya memunguti pakaiannya yang berhamburan di atas lantai.
Dia menoleh sejenak, melihat Leonard yang meringis kesakitan dengan perasaan puas.
Tanpa berlama-lama lagi, Sheila berlari menuju kamar mandi.
Sheila mengunci pintu kamar mandi untuk berjaga-jaga jika saja Leonard datang secara tiba-tiba.
Dengan langkah gontai ia berjalan ke depan wastafel. Ia menatap pantulan dirinya di depan cermin dengan wajah kesal.
"Dasar Singa kelaparan! Berani-beraninya dia memainkan dadaku," gerutunya sambil mengusap dadanya dengan kasar, berusaha menghilangkan jejak mulut Leonard walau berujung sia-sia.
Huh!
Sheila menghela napas kasar, ia memejamkan matanya. Kilatan bayangan Leonard yang hampir memasukinya terbesit di kepala, sontak matanya langsung terbuka.
"Otakku jadi kotor karena ulahnya," keluh Sheila sambil mengacak-acak rambut pendeknya.
Penampilannya saat ini persis seperti singa betina, dan hal itu semakin membuatnya kesal.
Tidak ingin mirip seperti Leonard si singa gila. Ia pun berjalan ke bawah shower, lalu menyalakan benda itu.
Rintik-rintik air membasahi seluruh tubuh Sheila, ia membersihkan dirinya dengan begitu teliti. Tak perduli walau waktu sudah memasuki tengah malam.
Tak berselang lama, ia menyelesaikan acara membersihkan tubuhnya.
Diambilnya handuk putih, lalu diusapkannya ke permukaan kulitnya yang basah hingga mengering.
Sheila dengan cepat memakai pakaiannya, lalu keluar dari kamar mandi.
Terlihat Leonard yang sudah tidak sadarkan diri terlentang di atas ranjang.
"Dia mati atau tidur ya?" Sheila merasa penasaran, ia menghampiri pria itu.
Dilihatnya perut Leonard bergerak naik turun.
Sheila bernapas lega, ternyata suaminya itu masih bernapas. Ia pikir tendangan mautnya membuat pria itu meninggal.
Akhirnya, Sheila memutuskan untuk keluar. Malam ini ia memilih tidur di kamar si kembar.
*
*
*
Pagi menyapa, seisi rumah disibukkan dengan kesibukan masing-masing.
Sheila baru saja selesai memandikan dua bayi gembul, kini bayi gembul itu tampak semakin cantik dengan menggunakan baju serba merah jambu.
"Bwa wa muaa." Dua bayi gembul yang berada di dalam baby box itu terlihat kesenangan saat Sheila memelet-meletkan lidahnya.
Cklek!
Tiba-tiba sosok Leonard dan Hanny masuk dengan gaya yang begitu angkuh.
"Geser!" usir Leonard.
Sheila menggeser tubuhnya sambil mencebikkan bibir. Masih pagi, tapi suami dan mertuanya berhasil merusak suasana hatinya.
Seolah tidak mengingat kejadian semalam, Leonard tampak bersikap seperti biasa. Yaitu, tak acuh dan kasar.
"Nanti malam para relasi bisnis Leo akan datang untuk makan malam. Ingat! Jangan mengaku-ngaku sebagai istri anakku di depan mereka!" ancam Hanny penuh peringatan.
Sheila terhenyak, ia diperlakukan seperti wanita yang gila pengakuan.
"Huaaaa aaaa."
"Huaaaa aaaa."
Viona dan Viola menangis kencang. Kedua bayi gembul itu seolah dapat merasakan apa yang tengah Sheila rasakan.
Bersambung ....
Nah loh baby twins pun takut sama grandma-nya😌✌️
di tunggu kelanjutan ya