Daisy Moreland diusir dari rumah, dikhianati kekasih dan berakhir di ranjang bersama pria asing.
Berniat melupakan masalah yang terjadi, kedatangannya ke kelab malam justru menambah daftar panjang masalahnya.
Daisy terjebak menikah dengan Daren karena memiliki wajah yang sama persis dengan calon istrinya yang kabur.
Bagaimana bisa?
Bagaimana nasib Daisy selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei-Yin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabar duka
Waktu berlalu dengan cepat, hubungan Daren dan Daisy merenggang akibat kejadian malam itu. Keduanya hampir tak pernah berinteraksi sekalipun mereka tinggal di kamar dan di atap yang sama.
Daisy memilih diam bukan karena marah, dia hanya bingung dengan perasaannya. Sementara Daren mengira jika Daisy tengah marah, jadi pria itu pun ikut diam membiarkan kemarahan Daisy reda dengan sendirinya.
“Nyonya, apa yang Anda inginkan untuk makan malam?”
“Apa saja,” jawabnya tanpa menoleh.
Daisy sibuk menatap layar laptop. Sebuah berita tentang kecelakaan beredar ramai di media sosial. Sebuah truk bermuatan besi panjang menabrak mobil pribadi terparkir di bahu jalan yang sepi. Masih belum diketahui apa penyebabnya, tetapi diketahui dua korban meregang nyawa di tempat.
Namun, begitu dia memperbesar gambar dan mengamatinya lekat, sebuah teriakan histeris keluar dari bibirnya. “Ayah! Ibu! Tidak mungkin itu mereka,” desisnya mencoba meyakinkan diri. Tubuhnya gemetar, air mata sudah tak lagi bisa ditahan. Lelehan cairan bening membasahi pipi putih mengalir bak air hujan.
Daisy mengambil ponsel, menghubungi Raina dan meminta pelayannya datang. Setelah itu dia menghubungi Daren yang tengah bekerja. Begitu panggilan tersambung bibirnya langsung mendesak pria itu untuk mencari tahu.
Tak sampai sepuluh menit Daren kembali menghubungi dan membenarkan berita yang beredar. Identitas korban kecelakaan adalah sepasang suami istri Moreland.
Tubuh Daisy limbung, jatuh terduduk dengan suara isak tangis yang memilukan.
“Nyonya!” Raina yang baru masuk langsung berlari cepat ke arah Daisy. “Apa yang terjadi, Nyonya?”
Tak mampu menjawab, Daisy hanya menangis sambil memeluk Raina. Wanita itu mengusap punggung bergetar sang nyonya muda.
“Antarkan aku ke rumah sakit.” Dengan suara serak dan tubuh yang masih tak bertenaga, Daisy mencoba untuk bangun. Dia menyembutkan nama rumah sakit tempat kedua korban kecelakaan berada.
“Anda sakit, Nyonya?”
Daisy menggeleng. “Antarkan saja, aku sudah meminta izin Daren.”
Sepanjang perjalanan, Daisy tak bisa mendeskripsikan perasaannya. Meyakinkan diri bahwa dua korban yang diberitakan bukanlah orang tuanya. Kemungkinan terburuk jika itu benar mereka, Daisy harap keduanya masih selamat.
Begitu tiba di lobi, Daisy segera turun diikuti Raina menuju pusat informasi. Bertanya tentang korban kecelakaan yang ramai dibahas media. Begitu mendengar bahwa mereka berada di kamar mayat, tangis Daisy langsung pecah kembali.
Satu perawat mengantarnya menuju kamar mayat. Begitu sampai di sana, tangannya gemetar membuka penutup kain.
“Tidak ... Ayah! Ibu! Kenapa kalian meninggalkanku dengan cara seperti ini?” Tangis Daisy pecah begitu melihat dua orang mayat yang benar-benar menunjukkan wajah kedua orang tuanya.
Tubuh Daisy hampir saja jatuh andai Raina tak segera membantunya. Wanita yang bertugas sebagai pelayan sekaligus pengawal pribadi itu masih tak banyak bertanya. Dia heran, tetapi memilih mengamati.
Sambil menunggu proses persetujuan kepulangan mendiang orang tuanya, Daisy mendengarkan kronologi dari para polisi yang bertugas. Korban meninggal akibat tertusuk besi yang menancap tepat di area vital.
Tiba-tiba Daisy bingung harus membawa orang tuanya ke mana. Dia tidak lagi memiliki tempat tinggal, membawa mereka ke Red mansion juga tidak mungkin. Untunglah saat itu Daren tiba tepat waktu. Pria yang menjadi suaminya itu langsung memeluk, mengusap punggungnya lembut sambil menenangkannya.
“Ke mana aku harus membawa mereka?” isak Daisy.
“Biarkan mereka dibawa ke gereja sebelum akhirnya dimakamkan. Aku sudah mengurus semuanya,” balas Daren.
Daisy benar-benar terlihat rapuh. Meski suaranya tak lagi terdengar, tetapi air mata masih terus mengalir.
Keadaannya benar-benar terlihat kacau dan berantakan.
*
Bersimpuh di depan pusara kedua orang tuanya. Begitu peti mati yang membawa jasad mereka tertimbun tanah, tangis Daisy langsung pecah. Gadis itu berteriak seolah masih tidak terima akan fakta bahwa mereka benar-benar telah tiada.
Daren hanya menatap datar, tak juga menenangkan. Seolah membiarkan Daisy mengungkapkan kesedihan ... hanya untuk hari ini. Karena besok Daren pastikan bahwa istrinya itu tak akan menangisi mereka lagi.
Langit tampak gelap, suara gemuruh petir membuat Daisy mendongak ke atas, menatap kumpulan awan mendung yang menggantung di langit.
“Bahkan langit pun ikut merasakan apa yang aku rasakan,” gumannya pelan, tetapi masih terdengar di telinga Daren.
“Ayo pulang, sebentar lagi hujan,” ajak Daren.
Daisy menggeleng pelan. “Aku masih mau di sini.”
Gerimis mulai jatuh, tetapi tak membuat Daisy ingin beranjak dari posisinya. Segera saja Daren yang sudah mulai bosan, mengangkat tubuh wanita itu dalam gendongan dan membawanya keluar dari area pemakaman.
Begitu sampai di mobil, Daren lempar tubuh istrinya.
“Kau ini kasar sekali,” gerutu Daisy mengusap kepalanya yang terbentur sandaran mobil.
“Maka dari itu kau harus patuh. Aku tidak akan selalu menuruti keinginanmu, Daisy. Jadi jangan menantangku!” geram Daren dengan suara dingin dan datar.
Daisy tak menjawab, dia menatap pria itu dengan kening berkerut. Sungguh aneh. Jangan-jangan pria di sebelahnya ini memiliki kepribadian ganda? Sebentar baik, tiba-tiba terlihat kekejaman dari sorot matanya.
“Besok aku akan ke kantor polisi untuk mengambil barang-barang mereka.”
Daren tak menjawab, dia hanya berdehem sebagai jawaban.
Sepanjang perjalanan hanya diisi keheningan. Daisy melempar pandangan keluar dan mengingat orang tuanya air mata kembali menetes.
Ternyata duka atas perpisahan dunia itu benar-benar menyakitkan. Dan Daisy tak menyadari bahwa sumber lukanya berasal dari pria yang duduk di sebelahnya.
Yup, benar, memang semua yang terjadi adalah ulah dari Daren. Pria itu sengaja mencabut masalah sampai ke akarnya, karena dia tahu bahwa keduanya telah merencakan sesuatu untuk memeras Daisy dan menekannya.
Daren tak pernah melepaskan orang-orang yang berurusan dengannya begitu saja.
Salah besar jika mereka berpikir jika Daren akan bermurah hati. Pria itu memang tak menunjukkan secara langsung, tetapi dia mengintai pergerakan setiap orang-orang yang bersinggungan dengannya.
Sepasang suami istri Moreland itu berniat memprovokasi Daisy untuk kembali pada mereka. Namun, sebelum itu terjadi Daren lebih baik memutus tali penghubung di antara mereka. Yaitu kematian. Maka dengan satu perintah mutlak, Alegra langsung menjalankan titah dari sang tuan.
Semalaman Daren membiarkan Daisy menangisi kematian mereka.
Keesokan paginya Daisy diantar oleh Raina dan Arfa mengunjungi kantor polisi untuk mengambil barang-barang milik mendiang orang tuanya pada saat kecelakaan. Ada dua koper besar dan satu koper kecil dan beberapa paper bag, begitu mendapati semua barang mereka kembali ke mansion.
Memegang dua buah ponsel, dia coba menyalakan sayang tak bisa.
“Apa baterainya habis?” batinnya.
Dia mencoba mencari charger dan mengisi daya, sayang ponselnya tak bisa menyala.
Daisy membuka isi koper. Isinya hanya pakaian dan beberapa surat menyurat. Namun, begitu tangannya membuka koper kecil yang sejak tadi diabaikan, matanya terbelalak lebar, tangannya gemetar hebat saat mendapati tumpukan uang yang masih tersusun rapi.
Belum berhenti rasa penasaran karena uang dengan nilai fantastis, lagi dan lagi dia dikejutkan karena melihat kotak perhiasan yang isinya banyak. Beberapa keping emas batangan dan perhiasan, lalu lebih kecil lagi ada beberapa cincin dan kalung berlian yang ditafsir nilainya lebih dari seratus ribu dollar.
“Dari mana mereka mendapatkan semua ini?” monolog Daisy, heran sekaligus takjub.
To Be Continue ....
mati terhormat ditangan orang jahat
bukan mati kelaparan sebagai gelandangan... ahay
kalo mau nafsu makan... pesen aja nasi liwet.. ikan asin.. lalapan.. jangan lupakan pete sama jengkol ya