Shanum adalah seorang gadis desa yang di besarkan di keluarga sederhana. Ayahnya bekerja sebagai seorang OB di sebuah perusahaan terbesar di kota Metropolitan. Karena kecerdasan yang di miliki Shanum ia selalu mendapatkan beasiswa hingga ke Perguruan Tinggi. Namun sayang semua yang ia dapat tidaklah cuma-cuma. Di balik Beasiswa yang di dapat Shanum ternyata ada niat terselubung dari sang Donatur. Yaitu ingin menjodohkan sang Putra dengan Shanum padahal Putranya sudah memiliki Istri. Apakah Shanum bersiap menerima perjodohan itu! Dan Apakah Shanum akan bahagia jika dia di poligami??? Ikuti terus ceritanya.... Selamat membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Sudaryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
" Maaf ya Bu, keluarga saya memang terlalu ceplas-ceplos. " ujar Ayah tidak enak. Ayah terus menunduk.
"Oh tidak apa-apa Pak! Tidak apa-apa. " sahut Bu Aisyah cepat.
Walaupun terlihat jelas wajahnya mulai menunjukkan raut enggan yang amat sangat, setelah semua orang duduk laki-laki yang dari tadi hanya diam, terlihat mulai mengeluarkan suaranya. Terdengar tegas dan juga berat. Terlihat jelas berwibawa.
Pak, Bu. Saya dan istri saya malam ini datang ingin melamar Shanum untuk anak kami, tapi sebelum itu saya akan memperkenalkan diri saya dulu. Saya adalah Hermawan orang tua dari laki-laki yang akan melamar Shanum! " Ujar laki-laki yang bernama Hermawan itu sambil tersenyum kecil. "Jadi jangan sampai lho kalian semua menduga-duga kalo Shanum akan menikah dengan laki-laki tua seperti saya. " ujar pak Hermawan lagi.
"Maafkan saudara-saudara saya sekali lagi ya, Pak. Saya benar-benar mohon maaf. " ujar Ayah dengan raut wajah yang teramat sangat bersalah, bagaimana pun juga Pak Hermawan dan Bu Aisyah ini adalah atasannya di kantor. Walaupun Pak Rohman hanya sebagai seorang OB di perusahaan Pak Hermawan, tapi mereka tidak pernah membedakan status para karyawannya.
"Tidak apa-apa Pak, yang penting saya sudah memberitahu agar nanti tidak salah lagi. " jawab Pak Hermawan yang meluruskan salah paham tersebut
"Oh, jadi Bapak ini adalah orang tua dari laki-laki yang akan melamar Shanum ya? Yah syukur lah, kami kira Shanum rela menikah dengan laki-laki tua karena dia sudah kebelet mau nikah. Apa lagi Shanum ini hidupnya memang memprihatinkan ya Pak. Jadi wajarlah kalau kami mengira Dia rela menikah dengan laki-laki tua untuk memperbaiki kehidupannya. Karena kami dengar juga calon suami Shanum sudah memiliki istri, itu artinya Shanum di poligami ya Pak!!!" Ujar Bude Retno yang semakin meremehkanku.
Aku menunduk bukan karena aku malu, tapi lebih tepatnya aku menunduk untuk menyembunyikan wajahku yang merah menahan amarah. Jika tidak ada Bu Aisyah dan Pak Hermawan di sini, maka sudah bisa ku pastikan aku akan menyahuti kalimat pedas dari Bude Retno.
Bagaimana bisa dia terlihat memojokkan dan juga menghina ku di depan orang lain. Padahal aku ini adalah keponakannya sendiri.
"Kalau untuk masalah di poligami, itu menjadi urusan kami, karena kami punya alasan tersendiri untuk melakukan itu. Yang penting anak kami nantinya bisa bersikap adil itu sudah cukup bukan. " ujar Bu Aisyah tersenyum sinis.
"Yah semoga saja begitu. Wajar juga kan Bu, kalau kami bertanya-tanya akan hal itu. Karena Shanum adalah keponakan kami. Kamilah yang tau bagaimana dirinya. Dia itu sering kali iri dengan kebahagiaan sepupunya Riska yang sudah menikah dengan seorang manajer. Padahal Riska hanya lulusan SMA. Makanya ketika melihat Bapak tadi kami langsung mengira. Kalau dia rela menikah dengan Bapak-bapak agar bisa keluar dari lingkaran kemiskinan. "
"Astagfirullahaladzim, Mbak! Bagaimana bisa Mbak bicara seperti itu. "Ujar Bunda dengan nada kesal.
Biasanya Bunda tidak pernah meladeni ucapan-ucapan dari saudara-saudara Ayah, tapi sepertinya Bunda sudah merasa amat sangat kesal, pembicaraan mereka yang semakin keterlaluan.
" Aduh kamu ini Lasmi, kenapa harus di ambil hati sih! Kami ini kan cuma bercanda. " ucap Bude Retno dengan santainya. " ya sudah lanjutin aja nih acaranya, ngomong-ngomong kenapa anak kalian tidak bisa ikut menghadiri acara ini Pak, Bu? " tanya Bude Retno mengalihkan pembicaraan.
Aku langsung mendongak, dan ikut menoleh ke arah Bu Aisyah. Karena memang aku begitu penasaran kenapa Mas Bisma tidak ikut hadir melamar ku malam ini.
"Eh tunggu dulu, kalo di lihat-lihat kalian ini seperti bukan dari keluarga melarat ya, soalnya kalian kemari menggunakan baju bagus dan mobil mewah. Padahal kami pikir orang yang akan melamar Shanum adalah seorang kuli bangunan atau maximal OB lah. " kata bulek Tatik dengan wajah mengejek.
"Iya Alhamdulillah kami bekerja jadi pembantu di rumah majikan kami yang kaya raya dan baik hati. Sehingga kami pun di pinjamkan baju dan juga mobil mewah oleh Tuan kami. Demi bisa melamar Shanum. " sahut Bu Aisyah. Dengan suara yang terdengar datar.
"Wah....ternyata cuma Pembantu to? Pasti suaminya supir ya? Duh ternyata calon suaminya Shanum anak supir, ya lebih baik sih dari pada seorang kuli bangunan atau anak OB, kayak Shanum. Kalian memang benar-benar jodoh karena sederajat. Tidak seperti menantu saya yang manajer lho. "Ujar Bude Retno sambil mengangguk-anggukan kepala.
"Iya saya memang hanya seorang supir, dan istri saya pembantu di rumah pemilik Rumah Sakit Islamik Hospital yang terbesar di jakarta. Ujar Pak Hermawan menyahuti.
Aku, Ayah dan juga Bunda kemudian saling berpandangan, Kami benar-benar tidak habis pikir kenapa Pak Hermawan dan juga Bu Aisyah berbicara seperti itu. Padahal mereka pemilik Rumah Sakit Islamik Hospital terbesar di jakarta dan juga perusahaan Properti.
" Wah baik sekali majikan kalian yang mau meminjamkan mobil mewah agar kalian terlihat pantas dan juga kaya malam ini. "Ejek Bude Retno.
"Ya begitulah, Alhamdulillah majikan kami sangat baik. " ujar Bu Aisyah dengan santai.
"Baiklah, Pak. Bagaimana dengan lamaran kami? Apa keluarga Pak Rohman bersedia menerimanya. " tanya Pak Hermawan cepat.
"Kalau kami Sih terserah Shanum saja Pak. " ucap Ayah lembut.
"Nah, Shanum. Ibu dan juga Bapak datang ke sini untuk melamar kamu seperti yang kita bicarakan tempo hari, Bagaimana? Kamu mau kan menerima Bisma sebagai calon suami kamu? Tanya Bu Aisyah ke arah ku dengan wajah berseri-seri.
"Iya, Bu. Saya bersedia menerima Mas Bisma untuk menjadi suami saya. Ujar ku menyahuti.
Karena ku tahu, tidak ada gunanya aku menolak. Dan pilihan ku hanyalah menerima lamaran ini. Toh ini hanyalah agenda formalitas, karena sejatinya aku, Bu Aisyah, Ayah dan juga Bunda, sudah berbicara panjang lebar dan aku menerima Mas Bisma untuk menjadi Suamiku. Karena Bu Aisyah meminta atau lebih tepatnya.....mengancam keluarga ku, Ayah akan di pecat, serta beasiswa yang telah aku gunakan harus di kembalikan. Jika aku menolak pernikahan ini.
"Oh iya, Bu. Anaknya kenapa tidak ikut? Dan apa pekerjaannya sekarang ini? Tanya Bulek Tati tiba-tiba.
"Kebetulan anak saya itu tidak bekerja Bu, Dia hanya duduk di rumah saja. Karena dia memang lumpuh, Dan kakinya tidak bisa di gerakan. Sehingga dia hanya bisa duduk di kursi roda saja. " Ujar Bu Aisyah dengan raut wajahnya yang sulit untuk ku artikan. Dan yang tidak ku duga adalah tiba-tiba terdengar gelak tawa yang memenuhi isi rumah ku.
HAHAHAHAHA........
"Lumpuh? " ulang Rasti.
Wanita bunting itu kembali tertawa di ikuti anggota keluarga Ayah yang lain, ya saudara ayahlah yang gencar Menghinaku. Mereka bagaia sekali mendengar kabar ini.