NovelToon NovelToon
Bukan Tulang Rusuk, Tapi Tulang Punggung (Penyesalan Papa Dari Anakku)

Bukan Tulang Rusuk, Tapi Tulang Punggung (Penyesalan Papa Dari Anakku)

Status: tamat
Genre:Tamat / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / Slice of Life
Popularitas:536.3k
Nilai: 5
Nama Author: Rositi

Di pertengahan tahun 1980, Dewi merasakan pedihnya dijadikan tulang punggung layaknya sapi perah, tapi tetap dianggap sebagai benalu. Bahkan, KDRT kerap Dewi maupun anaknya dapatkan dari suami dan juga keluarga suami, yang selama 5 tahun terakhir Dewi nafkahi. Karenanya, Dewi nekat menjadikan perceraian sebagai akhir dari rumah tangganya.

Dewi bertekad bahagia bahkan sukses bersama kedua anaknya. Segala cara Dewi lakukan, termasuk menjadi ART, sebelum akhirnya menjadi warung keliling. Namun pada kenyataannya, menjadi sukses bukanlah hal mudah. Terlebih, Dewi masih saja diganggu orang-orang dari masa lalunya. Dewi sampai berurusan dengan hukum akibat fitnah keji, sebelum akhirnya mengikuti program transmigrasi di era Orde Baru yang tengah berlangsung.

Akan tetapi karena sederet cobaan itu juga, Dewi menemukan cinta sejati sekaligus kesuksesan yang selama ini Dewi perjuangkan. Kesuksesan yang membuat Prasetyo sekeluarga sangat menyesal!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12 : Tukang Ojek

“Kenapa kita enggak balik ke rumahmu saja?” tanya Prasetyo setengah jengkel. Apalagi selain tidak mau tinggal di kontrakan sama dengan keluarganya, ibu Retno memilih hotel sebagai tempat tinggal mereka malam ini.

“Jangan tanyakan itu karena aku sedang kurang mood!” balas ibu Retno bergegas menuju tempat tidur.

“Loh, kok kamu balas begitu? Kalau kamu enggak mood, kenapa akhir-akhir ini, kamu terus minta aku nikahin kamu? Malahan pas Dewi lahiran, kamu sampai memaksa aku buat enggak urusin dia.” Prasetyo menyusul sang istri. Iya, sang istri. Karena meski baru pernikahan siri, bos yang dulu selalu ia manfaatkan baik tubuh maupun materinya, memang sudah ia nikahi.

“Jangan dibahas dulu. Aku beneran capek. Apalagi cara kamu minta aku menghormati keluargamu yang enggak beradab, beneran bikin aku jengkel!” balas ibu Retno yang malah membuat Prasetyo jengkel.

Andai yang berbicara seperti tadi, Dewi. Prasetyo yang paling anti keluarganya dikata-katai, pasti sudah memuku.li Dewi sampai Dewi tak bisa bicara lagi. Namun karena itu ibu Retno yang mengatakannya, Prasetyo tidak memiliki keberanian untuk mengam.uknya. Kedua tangan Prasetyo hanya mengepal di sisi tubuh. Hanya sampai begitu karena meski sampai gemetaran pun, Prasetyo tak memiliki nyali untuk mengamu.k ibu Retno.

Keesokan harinya, suasana jauh lebih cerah dari hari sebelumnya. Tak kalah cerah dari suasana hati Dewi yang siap mengurus perceraiannya dari Prasetyo. Seperti biasa, beres memandikan Alif, Dewi tinggal mandi dan bersiap makan bersama keluarga bosnya. Sementara kini, putrinya yang baru saja diberi nama Dwi Utari oleh sang majikan, tengah dijemur di teras. Alif yang ada di sana sambil memakan bakpao, sesekali akan cekikikan menganggap tingkah adiknya yang tidur tapi sibuk ngempeng, lucu.

“Ya sudah, sekarang aku mandi dulu. Habis itu baru bantu seterika pakaian, sebelum pergi ke kontrakan buat urus pengajuan gugatan perceraian,” batin Dewi merasa tak memiliki beban berarti. Sebab selama lima tahun terakhir, beban terberat dalam hidupnya memang Prasetyo dan keluarganya.

“Si Alif ditinggal saja. Lagian kamu perginya juga sebentar, kan?” ucap ibu Aminah ketika Dewi masih sibuk menyelesaikan pakaian yang diseterika.

“Enggak apa-apa. Alif anaknya anteng kok. Disetelin tivi, ditemenin nonton saja dia anteng,” yakin ibu Aminah.

“Ya sudah Bu, begitu saja,” balas Dewi sambil tersenyum canggung kepada ibu Aminah.

“Nanti naik ojek saja biar lebih cepat. Tapi kamu harus tetap bilang ke ojeknya, jangan ngebut dan pilih jalannya juga harus hati-hati. Soalnya kamu baru lahiran!” ucap ibu Aminah lagi kemudian memberikan uang untuk ongkos ojek kepada Dewi.

Setelah Dewi dan anak-anaknya tinggal di sana, kebahagiaan ibu Aminah dan sang suami, tampak makin bertambah. Kini saja, keduanya tengah merancang membuat ayunan bayi. Keduanya khususnya ibu Aminah bingung mau membeli ayunan ranjang, atau membuat ayunan menggunakan kain saja?

“Contoh beruntungnya punya pasangan tepat, bahagia sampai akhir,” batin Dewi turut bahagia melihat keharmonisan sang majikan.

Setelah siap-siap, Dewi segera pamit. Ia memperlakukan majikannya layaknya orang tuanya sendiri.

“Mama mau pergi bentar. Alif di sini sama Ibu, nanti Mama pulang ya. Kita nonton tivi!” bujuk ibu Aminah.

“Iya, Mama cuma bentar kok. Alif yang nurut, ya!” lembut Dewi sambil mengusap-usap pipi Alif.

Di depan gerbang rumah ibu Aminah, mas Abdul Khodir yang memakai motor, baru saja turun dari motornya. Hidup mas Abdul Khodir jadi tidak bisa tenang gara-gara telah menikahkan suami dari wanita muda dan memiliki dua anak masih kecil-kecil. Niatnya, mas Abdul ingin memberi sejumlah uang agar Dewi bisa membuka usaha kemudian move on dari Prasetyo. Apalagi bagi mas Abdul, laki-laki seperti Prasetyo tidak layak dicintai. Namun bukannya memberikan uang, baru juga melihat Dewi, mas Abdul sudah diteriaki, “Ojek!”

“Mas, tolong antar saya ke belakang pasar Rebo, ya!” seru Dewi sudah langsung menghampiri mas Abdul.

“Memangnya tampangku, tampang tukang ojek, ya?” batin mas Abdul mau-mau saja mengantar Dewi yang sudah telanjur ia kasihani. Apalagi dari alamat tujuan Dewi saja, itu jelas kontrakan Prasetyo.

“Eh, si Mbaknya enggak ingat aku. Apa memang kemarin malam, dia enggak lihat-lihat aku, saking emosinya dia ke Pras? Duh, ... kalau gini caranya, aku berasa jadi pelindung calon janda!” batin mas Abdul.

“Mas, jalannya tolong jangan ngebut ya. Pilih jalan juga yang halus. Soalnya saya baru lahiran,” ucap Dewi.

“Oke, Mbak. Sip! Omong-omong, Mbaknya sudah punya anak berapa?” ucap mas Abdul sengaja mengajak Dewi mengobrol. Selain agar tidak begitu canggung, mas Abdul juga sengaja mencari informasi tentang Dewi, agar bantuan yang akan ia berikan, tepat sasaran.

Sampai di kontrakan, Dewi sudah langsung membayar mas Abdul. Namun, mas Abdul sengaja tidak pergi. Mas Abdul penasaran dengan apa yang akan Dewi lakukan di kontrakan.

“Bayarannya enggak kurang, kan, Mas? Apa tarif ojek sudah naik, ya?” tanya Dewi heran lantaran mas Abdul ia dapati masih di depan gang.

“Oh, enggak ... sama sekali. Beneran enggak kurang kok, Mbak. Ini saya cuma sambil nunggu pelanggan. Mana tahu ada yang mau naik ojek lagi, kan lumayan,” ucap mas Abdul yang tentu saja hanya berbohong.

Mendengar itu, Dewi langsung menghela napas lega sambil mengangguk-angguk.

“Ya sudah, saya mau sekalian turun, mana tahu ada yang mau ngojek, Mbak!” ucap mas Abdul dan langsung dibalas positif oleh Dewi.

“Iya, Mas. Silakan. Mana tahu memang rezekinya Mas,” ucap Dewi. Segera ia pergi dari sana dan menjadikan kontrakan tempat sempat ia tinggal, sebagai tujuannya.

Tanpa Dewi sadari, sebenarnya mas Abdul hanya tengah memantaunya.

“Akhirnya kamu pulang juga! Sudah sana langsung beres-beres! Dasar menantu enggak punya o.tak! Enggak tahu diri kamu ya! Sudah untung anak saya mau menikahi wanita miskin seperti kamu! Eh, ini ... Pura-pura capek hanya karena baru lahiran!” ucap ibu Surmi yang kebetulan membukakan pintu untuk Dewi.

“Itu mulut isinya petasan batin.g apa gimana? Bisa-bisanya baru datang sudah ditodong begitu. Tapi cocok sih sama mbak Retno. Sama-sama bermulut pedas!” batin mas Abdul.

Dewi sengaja diam. Karena Dewi yakin, andai dirinya jujur alasannya ke sana untuk mengambil buku nikah dan lainnya, pasti ibu Surmi tidak akan memberinya izin.

“Kamu sudah tahu kan, kalau Prasetyo akhirnya sadar?” ucap ibu Surmi yang bermaksud membuat Dewi hancur atas pernikahan Prasetyo dan ibu Retno.

“Mas Pras sadar gimana, Bu? Memangnya selama ini, mas Pras kesuru.pan?” ucap Dewi sengaja mengunci pintu kamarnya.

Jangan tanya bagaimana keadaan kamar di sana. Karena keadaannya memang jauh dari layak huni. Tujuan Dewi adalah laci lemari. Di sana, semua surat nikah, termasuk KK miliknya dan Prasetyo masih tersimpan rapi.

“Kamu kalau ngomong jangan asal njeplak ya, Wi! Saya tahu, kamu bukan orang berpendidikan. Dari kecil kamu enggak pernah makan bangku sekolahan, makannya kamu jadi urakan!” marah ibu Surmi meledak-ledak di depan pintu.

“Lah, ... dari dulu, aku memang enggak doyan bangku sekolahan, Bu. Karena sesusah-susahnya aku, paling banter ya makan hati!” ucap Dewi dengan santainya. Ia sudah berhasil memboyong apa yang ia cari, ke dalam tasnya.

“Ini sudah cukup! Aku tinggal pulang dan urus suratnya nanti dibantu pak Mahmud!” batin Dewi.

1
Andri
1980 mak q aja belum nikah hhhh
Nuryanti Yanti
Mijo selingkuh agaknya...SM ibu safangah atau GK SM Mega.....
Andri
aminah ki jian
Andri
kok panggah bertahan aneh
Nuryanti Yanti
Mega ni Pasti terlibat
Nuryanti Yanti
nyesel nti km buuu
Nuryanti Yanti
suami lucnat
Nuryanti Yanti
mereka TDK akan bs hidup tnp mu Dewi....tenang sj
test terts
Luar biasa
Cut Anyak Mawarni
ini adalah contoh yg paling nyata
Amrih Wiludjeng
bagus ceritanya
Amrih Wiludjeng
polisi bodohhh
Stevanus Tarigan
kenapa judulnya Dewi yang malang
Moms Raka
semangat thooorr lanjut
cerita seperti ini sering terjadi d lingkungan kita
Baiq husnul Paizah
sering terjadi kehidupan seperti itu sudah lumrah.
Moms Raka
laannjuuuuttt thooorr
Annie Soedjono
Kak Ros ga pernah gagal mengaduk aduk emosi kami para readers..
Tengkyuu thor..
Tiya Aurel
tapi nyatanya orang modelan kaya bu Retno itu beneran ada dan banyak...
IG : Rosit92❣️❣️🏆🏆💪🤲: Pengalaman juga yah Kak
total 1 replies
delphinia didong
modus ..menjadikan penyakit sebagai senjata agar anak menurut apa yg diinginkan oleh ibu .....tragis !!!!( tapi ini reel terjadi di keluargaku )
Sarti Patimuan
Semangat buat author nya semoga ada rezeki dan keajaiban dari editor ditempat lainnya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!