"Aliza suka kak diva!!"
"gue gak suka Aliza!!"
"kak diva jahat!!"
"bodo amat"
apakah seorang Aliza akan melelehkan hati seorang ketua OSIS yang terkenal dingin dan cuek itu?atau Aliza akan menyerah dengan cintanya itu?
"Aliza,kenapa ngejauh?"
"kak diva udah pacaran sama Dania"
"itu bohong sayang"
"pret"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akuadalahorang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ke rumah diva
Aliza dan Diva tiba di rumah Diva. Aliza memperhatikan rumah Diva yang sederhana, tetapi terasa nyaman. Begitu masuk ke dalam, Diva menggandeng tangan Aliza, mengajaknya lebih jauh masuk ke rumah. Aliza merasa udara di dalam rumah itu sejuk dan menyenangkan.
Di ruang tengah, ibu Diva sedang menonton TV. Begitu melihat kedatangan mereka, ibu Diva tersenyum menyambut.
"Assalamualaikum," salam Aliza dan Diva serempak.
"Waalaikumsalam, sini nak," jawab ibu Diva lembut. Aliza mendekat, tersenyum, dan menyalami ibu Diva.
Melihat ibu Diva yang anggun dan sangat muslimah, Aliza merasa sedikit malu. Ia duduk bersama ibu Diva di sofa, sementara Diva memilih duduk di kursi yang terpisah. Ibu Diva terus tersenyum, membuat Aliza semakin salah tingkah.
"Halo, tan—"
"Ibu," potong ibu Diva yang bernama Laura.
"Oh, halo ibu. Nama saya Aliza, adiknya Bang Nathan," ujar Aliza, memperkenalkan diri dengan sopan. Laura tersenyum ramah.
"Senang kenal kamu, Aliza. Panggil saja ibu, karena aku ibunya Diva," jawab Laura santai. Suasana mulai mencair, dan mereka tertawa bersama.
Kemudian Laura melirik Diva. "Diva, kenapa baru bawa Aliza ke sini?" tanyanya, tersenyum penuh arti.
Diva tersenyum kecil. "Kan baru pacaran, Mah."
Laura mengerutkan keningnya, merasa aneh. Diva tampak gelisah, takut rahasianya terbongkar.
"Sejak kapan? Bukannya kamu kenal Aliza dari SMP? Kamu sering cerita tentang dia ke mama," lanjut Laura.
Diva terdiam, sementara Aliza memandanginya dengan bingung.
"Kenal dari SMP? Aliza nggak kenal, kok, sama Kak Diva, Bu," sahut Aliza polos.
Laura semakin bingung dengan percakapan penuh tanda tanya itu. "Masa kamu nggak kenal Diva?" tanyanya lagi.
"Mungkin Diva diam-diam suka sama kamu," ledek Laura sambil tertawa kecil. Diva hanya menunduk, malu.
"Iya, Bu," jawab Diva pelan, membuat Aliza terkekeh kecil.
"Baiklah, ibu mau masak dulu buat kalian. Tunggu di sini, ya?" ujar Laura sambil beranjak ke dapur. Keduanya mengangguk.
Setelah Laura pergi, Aliza mendekat ke Diva yang masih duduk diam. Tatapannya penuh rasa penasaran.
"Kenapa, By? Mau nanya?" tanya Diva, mencoba mencairkan suasana.
Aliza mengangguk. "Singkatnya... jadi, kamu suka sama aku sejak dulu? Bahkan sebelum aku kenal Ikbal?"
Diva mengangguk sambil tersenyum malu. "Iya. Cerita selesai," jawabnya ringan.
Aliza memukul pelan tangan Diva. "Kamu tuh harusnya jujur sama aku dari dulu, jadi aku nggak sampai pacaran sama si Mokondo itu!"
Diva tertawa melihat omelan Aliza. "Yang penting sekarang kamu udah tahu, kan?"
Aliza mendekat lagi. "Kamu tahu aku sampai hampir masuk rumah sakit karena galauin Mokondo itu?"
"Apa kabar sekarang?" ledek Diva.
"Dasar, bacot!" jawab Aliza kesal.
Diva langsung berdiri, wajahnya berubah datar. "Tadi kamu bilang apa?"
Aliza menutup mulutnya rapat-rapat, merasa bersalah.
"Aku nggak suka kamu ngomong kasar ya, Aliza Exelyn Zamora," ujar Diva tegas.
Aliza mencoba menggenggam tangan Diva, tapi Diva menepisnya dan beranjak pergi.
"Jangan marah, By," pinta Aliza hampir menangis.
"Bantu mama di dapur aja. Aku mau ganti baju," kata Diva sambil berlalu.
"Jahat!" teriak Aliza kesal.
Diva berhenti sejenak, menoleh dengan tangan dilipat di dada. "Siapa yang duluan ngomong nggak sopan?"
Aliza menghentakkan kaki, tak mau kalah. "Bodo amat!" ujarnya, lalu pergi ke dapur. Diva menggeleng kesal.
"Dibilangin malah ngambek. Dasar cewek!" gumam Diva sambil berjalan ke kamarnya.
---
Nathan yang baru saja tiba di rumah melihat ibunya sedang memasak, sementara ayahnya sibuk membaca koran. Nathan duduk di kursi dan menyandarkan punggungnya dengan santai. Ayahnya memperhatikan dengan bingung.
"Mana Exelyn?" tanya ayahnya. Nathan langsung duduk tegak.
"Katanya mau ke rumah Diva," jawab Nathan. Ayahnya mengangguk pelan.
"Papa percaya sama Aliza kalau dia sama Diva, tapi Papa tetap ngawasin dia," ujar ayahnya. Nathan pun mengangguk setuju.
"Nathan juga gitu, Pah," tambahnya. Ayahnya kembali mengangguk sambil tersenyum kecil.
Tak lama kemudian, Karina—ibu Nathan—membawa makanan ke meja makan untuk mereka.
"Ayo makan!" ajak Karina dengan semangat.
Namun, sebelum mulai makan, Karina berkomentar dengan nada bercanda, "Kalau jam 10 belum pulang juga, siap-siap tuh Aliza kena geprek sama Mama."
Mereka pun tertawa bersama mendengar ucapan Karina.
Sementara itu, di rumah Diva, mereka sedang makan bersama. Aliza makan dengan lahap, membuat Diva tertawa kecil diam-diam. Meski begitu, Diva masih merasa sedikit kesal pada Aliza. Di meja makan, Diva duduk di depan Aliza dan ibu mereka, Laura.
"Enak?" tanya Diva singkat.
Aliza mengangguk sambil disuapi oleh Laura.
"Habis!" seru Aliza penuh semangat, membuat Laura tersenyum melihat Aliza makan dengan antusias.
"Ibu mau cuci piring dulu, ya," ujar Laura sambil berdiri.
"Ibu, Aliza bantu, ya," kata Aliza, ikut berdiri.
Laura menoleh dan menggeleng. "Enggak usah, duduk saja."
Namun, Aliza tampak canggung. "Aliza bantu saja, Bu... Aliza enggak enak kalau cuma diam."
Laura tersenyum sabar. "Enggak usah. Mending kamu bujuk Diva aja yang lagi marah," ujarnya sambil mengarahkan pandangan ke Diva.
Aliza mengerutkan kening. "Ibu tahu Kak Diva marah?"
Laura mengangguk. "Kalau Diva marah, dia diam. Biasanya, kalau lagi makan, kan, dia banyak bicara."
Aliza tersenyum kecil mendengar itu. Setelah itu, Laura meninggalkan meja untuk mencuci piring.
Diva berdiri dari kursinya dan berjalan ke ruang TV. Aliza hanya diam sejenak, lalu bangkit dan mendekati Diva yang kini duduk di depan TV sambil menonton Naruto di YouTube. Aliza memberanikan diri memeluk Diva dari samping.
"Kakak sakit hati sama Aliza?" tanya Aliza lembut.
Diva tidak menjawab, hanya terus menatap layar.
"Aliza tadi enggak sengaja bilang ‘bacot’ ke Kak Diva. Jangan marah ya, Kak..."
Namun, Diva masih diam, membuat Aliza semakin merasa bersalah.
"Aliza minta maaf banget, Kak Diva. Aliza janji enggak akan bilang kata-kata kasar lagi ke Kak Diva atau di depan Kak Diva."
Akhirnya, Diva menoleh ke arah Aliza.
"Kalau ingkar?" tanya Diva dingin.
Aliza terdiam sesaat, lalu tersenyum. "Kalau Aliza ingkar, Aliza bakal nurutin semua kemauan Kak Diva."
Diva menggeleng pelan, lalu tiba-tiba mendekatkan wajahnya dan mencium pipi Aliza. "Pengen itu," kata Diva santai.
Aliza terkejut dan langsung menundukkan wajahnya, menelusupkan muka ke dada Diva karena malu. "Jangan gitu, Kak... Malu..." gumamnya pelan.
Diva tertawa puas melihat Aliza yang salah tingkah. "Hahaha!"
Dari kejauhan, Laura memperhatikan mereka dengan senyum lega. Mama senang kamu bisa tertawa lagi, Diva, batinnya.
---