" Menikah dengan siapa?! om pamungkas?!!" suara Ratih meninggi, di tatapnya semua anggota keluarganya dengan rasa tak percaya.
" Pamungkas adalah pilihan terbaik untukmu nduk.." suara papanya penuh keyakinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hal yang tidak wajar
" Om tidak perlu tidur di kamarku lagi, aku sudah sehat.." ujar Ratih berada di depan pintu kamarnya.
" Tentu saja, kau sudah terlihat jauh lebih baik.. mana ada orang sakit makan sate dua puluh tusuk.." sahut Pamungkas tersenyum tipis.
" Tapi tetap bangunkan aku jika ada sesuatu.." Pamungkas menyerahkan bungkusan bungkusan kantong plastik yang berada di tangannya pada Ratih.
" Ah.. ini, sampai rumah biar kuganti semua biaya yang sudah om keluarkan ya?" kata Ratih sembari menerima barang barang yang di belikan Pamungkas.
" Apa sih Rat, kau ini selalu membahas hal yang tidak penting.. aku ini om mu, bukan orang lain..
tidak ada perhitungan dalam keluarga.." Pamungkas memandang Ratih serius.
Ratih terdiam,
" Ya sudah.. segera mandi sana lalu istirahat.." ujar Pamungkas berjalan menuju kamarnya.
" Om..?" panggil Ratih tiba tiba,
" hemm..?" langkah Pamungkas terhenti, ia berbalik ke arah Ratih.
" ah.. tidak om, tidak jadi.."
mendengar itu Pamungkas mengerutkan dahinya,
" katakan saja," kata Pamungkas,
" tidak om, tidak jadi.. aku masuk ke kamar ya om..?" Ratih buru buru masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintunya dengan cepat.
Sedangkan Pamungkas masih terbengong heran,
" owalah.." gumam Pamungkas lalu melanjutkan langkahnya.
" Sekarang hanya tinggal menunggu waktu, dia pasti akan melaporkanmu ke kantor.." ujar laki laki berusia enam puluh tahun itu pada putra bungsunya.
" Papa sudah sering memperingatkan mu untuk tidak berbuat semaumu,
kau bukan bujang lagi,
masa sih tidak bisa kau mengurangi kebiasaan burukmu?" imbuh laki laki tua itu lagi, dia sudah merasa frustasi melihat kelakuan putranya.
" Sudahlah pa, jangan di marahi terus, nanti anak itu tambah strees..?!" si ibu menyela.
" Kau selalu ikut campur saat aku menasehati putramu! beginilah hasilnya! dia jadi seenaknya!,
sampai kapan kau akan terus ini memanjakannya?!" tegas si bapak sudah habis kesabarannya.
" Kau sudah cukup mencoreng wajahku! bagaimana aku menghadapi orang tua Ratih?! mereka adalah teman baikku sejak sekolah?!" tegas bapaknya lagi,
" Arga tidak mungkin selingkuh jika Ratih melayaninya dengan baik pa?!" si ibu lagi lagi membela putranya.
" Baguslah! bela dia terus! bela! kalau kau di pecat dan menjadi pengangguran, mintalah uang pada mamamu! jangan padaku!" si bapak menggebrak meja, lalu berjalan pergi dengan emosinya yang meluap luap.
" Anak tidak tau diri!" masih terdengar suara laki laki tua itu menggerutu kesal.
Arga diam, ia tak bicara sedikitpun,
" Kenapa kau berselingkuh dengan Tias sih nak? memangnya tidak ada perempuan lain??" tanya Ibunya duduk dekat dengan Arga.
" Kalau kau mencari yang lebih baik mama merasa wajar saja, tapi Tias..?
dalam hati mama tidak setuju,
mama membelamu karena sudah seharusnya mama membela, tapi mama tidak suka dengan Tias,
Dia hanya menginginkan kehidupan yang nyaman?,
keluarganya tidak setara dengan keluarga kita atau keluarga Ratih,
apa kau tidak berpikir dulu sebelum kau mengajaknya naik ke tempat tidurmu??" ujar Ibunya sesungguhnya juga ikut kecewa, bagaimanapun, sosok menantunya yang sekarang lebih baik dalam hal apapun.
" Mama sudah bilang, jangan main perempuan lagi, tapi kata kata mama tidak pernah kau dengar..
sekarang kalau sudah begini tidak ada yang bisa mama lakukan untuk membelamu, mas mu pun tidak akan mau membelamu lagi Arga.."
mendengar kata kata ibunya Arga menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Ia mulai tampak frustasi dan ketakutan.
Ratih melihat Pamungkas berjalan keluar dari hotel tengah malam,
dalam hati Ratih bertanya tanya, apa yang sedang di cari omnya itu tengah malam begini.
Ratih mengambil jaket dan segera keluar dari kamar,
ia tidak mau kehilangan jejak omnya.
Pamungkas berjalan dengan langkah tenang menjauh dari hotel.
Sementara Ratih terus mengikutinya dari kejauhan.
Pamungkas berhenti dan duduk di pagar batu, di tepian telaga,
Membakar rokoknya dan menghisapnya perlahan.
Ratih yang melihat Pamungkas duduk tenang sendirian segera mundur dan berbalik.
" Kenapa kembali? sudah penasarannya?" tanya Pamungkas, sedari tadi ia sudah tau kalau di ikuti.
" Om.." Ratih canggung karena ketahuan.
" Kemari.." suara Pamungkas tenang,
" tak apa kemarilah.." Pamungkas meyakinkan Ratih untuk mendekat.
Setelah Ratih mendekat laki laki itu membuang rokoknya yang masih panjang ke jalan yang entah kenapa sudah mulai sepi.
" Apa yang kau lakukan? kenapa kau tidak tidur tenang di hotel?" tanya Pamungkas dengan pandangan serius.
" Aku tidak bisa tidur om, dan kebetulan.. aku.."
" dan kebetulan kau melihatku turun? lalu mengikutiku karena penasaran?"
Ratih mengangguk bersalah.
" Kau kira om mu ini apa? aku keluar karena aku ingin menikmati udara malam,
bukan karena aku sedang berbuat macam macam di belakangmu.." jelas Pamungkas membuat Ratih semakin merasa tak nyaman, seharusnya ia diam saja dan tidak turun untuk mengikuti om nya itu, entah apa yang membuatnya bersikap impulsif,
apa karena om nya yang biasanya kaku dan jarang bicara padanya itu bersikap lebih dekat dan perhatian padanya sekarang.
" Kau mengikuti ku seperti aku ini seorang tersangka saja..
kau kira aku janjian dengan seseorang?"
Pamungkas tersenyum tipis.
" Aku bukan orang baik Rat, tapi percayalah.. om mu ini adalah orang yang selalu berusaha untuk jujur dalam hal apapun..
jadi jangan berpikir macam macam pada om.."
Ratih tertunduk,
" aku tidak om.." jawab Ratih,
" tidak apa?"
" tidak berpikir buruk pada om sama sekali.."
" lalu untuk apa mengendap endap mengikutiku,
kalau mau ikut keluar kau tinggal memanggilku saja, bukan mengendap endap seperti itu.."
Ratih membisu, benar kata Pamungkas, harusnya dia memanggil Pamungkas.
" Maafkan aku om," ucap Ratih benar benar merasa tak enak pada omnya itu.
" Ya sudah, apa ada yang mau kau makan? tapi sudah banyak kios yang tutup.." Pamungkas tetap bersikap sewajarnya meski dalam hati gemas melihat keponakannya itu.
" Tidak om, aku masuk saja.."
" kenapa? sudah susah payah jadi intel kok..
duduklah sebentar, toh besok kita sudah pulang.."
" om mengejekku, aku hanya penasaran om, bukan mencurigai om..?"
" ah, apa bedanya Ratih.. sama sama ingin tau kan..?"
Ratih diam, ia tak ingin lagi menyahut karena ekspresi om nya itu terlihat sedang kurang baik.
Mata Ratih menemukan rokok yang di buang oleh Pamungkas tadi,
melihat rokok itu masih panjang, perasaan ratih semakin tidak nyaman,
sudah pasti omnya kesal, pikir Ratih.
Ratih melirik Pamungkas,
rupanya omnya itu sedang sibuk menatap rembulan, penuh dan terang.
Pamungkas yang menyadari Ratih diam saja sedari tadi menoleh,
memandangi keponakannya yang ternyata juga sedang memandanginya itu.
Keduanya beradu pandang,
sama sama tak beralih, hingga rasa yang tak wajar menyergap keduanya.
Suasana malam, dan sinar rembulan yang hangat membuat rasa tidak wajar itu semakin pekat.
Menyadari ada dorongan besar dalam hatinya, Pamungkas membuang pandangannya.
emang kamu pikir si ratih itu ga punya hati apa.....
luka karna dikhianati sama org terdekat itu susah sembuhnya, kamu malah ngerecokin si ratih mulu
slading online juga nih
istri rasa ponakan itu perlu pemahaman yang besar 😆😆