( Zona Cinta Manis )
Midea Lestari harus menelan pil pahit ketika difitnah sudah menabrak seorang wanita yang tengah hamil besar hingga tewas. untuk menebus kesalahan yang bukan karena perbuatannya, ia harus mendekam di balik jeruji besi dan merelakan masa depannya.
Satu bulan mendekam dipenjara, akhirnya Dea dibebaskan karena keluarga korban membayar jaminan untuknya. sebagai gantinya Dea terpaksa menikah dengan Shady Hutama, duda tampan yang istrinya tewas dalam kecelakaan itu. Dea menjadi ibu pengganti untuk putri Shady yang bernama Naura.
Bagaimana lika liku kehidupan rumah tangga Shady dan Dea? Apakah Dea bisa meruntuhkan kerasnya hati Shady yang selalu menaruh dendam padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkanmiliar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12 - Tentang Dea
"Mas Shady? Apa yang dia lakukan disini?"
Dea masih mematung dengan memandangi Shady dan ayahnya yang sedang berbincang. Pandangan matanya yang kosong akhirnya bertemu dengan tatapan mata Shady yang kini juga mengarah kepadanya.
Karsa yang menyadari tatapan Shady segera menoleh menatap putrinya.
"Nduk, kemarilah!"
Suara Karsa membuyarkan konsentrasi Dea.
"I-iya, Pak." Dea menghampiri mereka berdua.
"Ini Tuan Shady, dia bilang jika selama ini kamu bekerja sebagai pengasuh di rumahnya," jelas Karsa.
"Oh, iya Pak. Dea memang bekerja.di rumah Tuan Shady." Dea nampak canggung dengan situasi ini.
"Bagaimana bisa dia ada disini?" Batin Dea bertanya-tanya.
"Tuan Shady bilang beliau sedang ada urusan bisnis disini, makanya dia mampir sekalian kemari. Dia sangat berterimakasih karena kamu sudah bekerja dengan baik di rumahnya."
Dea tersenyum kecut.
"Nduk, biarkan Tuan Shady beristirahat di kamar kamu. Tuan Shady pasti lelah."
"Eh?! Ka-kamarku?" Dea kaget.
"Iya. Mari Tuan Shady. Jangan sungkan. Maaf ya kalau rumahnya kecil."
"Ah, tidak apa, Pak. Saya sangat berterimakasih karena bapak mau menerima saya disini."
Dea mengerucutkan bibirnya. Tak memiliki pilihan lain, Dea merelakan kamarnya untuk di singgahi oleh Shady.
"Silakan masuk, Tuan," ucap Dea dengan setengah hati.
Shady memasuki kamar milik Dea dan menutup pintunya.
"Bagaimana Tuan bisa ada disini?" Tanya Dea masih dengan mode tak ingin berbasa basi.
"Bukankah bapakmu sudah mengatakannya tadi? Aku sedang ada urusan bisnis disini." Shady masih terlihat santai.
"Oh ya? Dimana? Dan harusnya Tuan menginap di hotel berbintang, bukan malah datang ke rumah saya!"
Dea yang kini berani bicara ketus terhadap Shady membuat pria itu ikut kesal. Ia menarik tubuh Dea dan menempelkannya di dinding.
"Kau! Kau sendiri kabur tanpa izin dari suamimu! Apa kau pikir itu adalah sikap seorang istri?" Ucap Shady penuh penekanan.
Dea merasa terintimidasi dengan sikap Shady saat ini.
"Maaf..." Lirih Dea. Ia sangat takut jika Shady melakukan kekerasan terhadapnya lagi. Ia memilih mengalah.
Shady melepaskan cengkeramannya dari bahu Dea. Suara panggilan Marni membuat Dea segera keluar dari kamar itu. Sebisa mungkin Dea harus bisa menghindari Shady. Ia tak ingin jantungnya tidak baik-baik saja jika berada di dekat Shady.
...***...
Hari pun berganti malam. Entah dengan cara apa Shady membujuk Karsa, namun ayah Dea itu mengizinkan Shady untuk menginap di rumahnya selama pria itu berada di sana. Ingin sekali Dea menolak, tapi rasanya ia tak punya nyali.
Rumah yang tadinya nampak reot kini telah di renovasi berkat uang yang diberikan Shady untuk Dea. Gaji yang di berikan Shady tentunya tidak main-main jumlahnya. Dan itu sangat cukup menopang ekonomi keluarga Dea. Makanya Karsa ingin membalas kebaikan hati Shady yang notabene adalah majikan putrinya.
Malam ini Dea baru saja selesai mencuci piring kotor bekas makan semua orang rumah. Marni mendekati Dea dan mengusap punggung putrinya.
"Kamu sudah bekerja keras selama ini, Nduk. Harusnya bukan kamu yang menjadi tulang punggung keluarga ini. Maafkan ibu dan bapak yang hanya menyusahkanmu saja."
Dea terhenyak dengan kalimat ibu kandungnya.
"Ibu! Jangan bicara begitu! Ini sudah menjadi kewajiban Dea sebagai anak tertua di rumah ini. Dea tidak merasa terbebani, Bu. Dea ikhlas menjalani semua ini."
Marni memeluk putrinya yang harus menanggung beban berat sejak ia masih kecil.
"Beruntung kamu mendapatkan majikan yang baik. Kamu harus bisa menjaga hubungan yang baik dengan keluarga Tuan Shady. Mereka adalah orang baik."
Dea hanya membalas dengan seulas senyum tipis di bibirnya. Dea memeluk ibunya dengan erat.
Tanpa disadari, sepasang mata sedari tadi mendengarkan semua obrolan ibu dan anak itu. Shady yang berniat mengambil air minum, akhirnya ia urungkan setelah mendengar semua perjuangan Dea.
Shady memilih untuk kembali ke kamar milik Dea. Shady melangkahkan kakinya ke arah lemari kecil yang ada di sudut kamar.
Shady menatap beberapa foto yang berjejer rapi disana. Foto saat Dea masih kecil hingga masa sekarang ada disana.
Tanpa sadar Shady menarik sudut bibirnya. Ia mengambil salah satu foto Dea yang masih remaja. Gadis itu tersenyum lebar di foto itu.
"Kapan aku bisa melihat senyum indahmu ini, Dea?" gumam Shady sambil mengusap foto gadis itu.
...***...
Keesokan harinya, Shady keluar kamar dalam keadaan sudah rapi. Ia meminta Dea mengantarnya ke sebuah gedung pertemuan yang akan menjadi tempat meetingnya nanti.
Selama perjalanan, Dea terus bertanya-tanya dalam hatinya. Apakah benar Shady memang memiliki urusan bisnis disini? Atau itu hanya sebagai alasan saja?
Tentu saja Dea merasa senang jika terbukti benar Shady datang kemari hanya untuk menemui dan menjemputnya.
"Apa benar ini tempatnya?" Tanya Shady yang membuat Dea tersadar.
"Oh? Iya benar, ini tempatnya. Kalau begitu aku akan kembali lagi ke rumah naik angkot." Dea bersiap keluar dari mobil, namun tangan Shady memegangi tangan Dea.
"Jangan pergi!"
"Eh?!"
"Tunggu sampai aku selesai meeting. Kau bisa kan?"
Dea nampak ragu. Tapi sepertinya akan sulit menolak keinginan Shady.
"Jadi benar dia ada urusan bisnis disini?" batin Dea.
"Jangan bilang kau berpikir jika aku kesini untuk menemuimu!"
Wajah Dea memerah. "Tidak! Tentu saja tidak! Ayo cepat turun, Tuan. Bukankah kau harus mengikuti rapat?" Dea segera turun dari mobil yang di sewa Shady.
Shady datang ke kota asal Dea menggunakan kereta api. Lalu ia memutuskan untuk menyewa mobil agar lebih mudah bermobilitas.
Shady memasuki sebuah private room yang sebenarnya sudah ia reservasi untuk mengelabui Dea.
"Kau tunggulah di ruang tunggu dan jangan kemana mana hingga aku selesai. Mengerti?!"
Dea hanya mengangguk patuh. Dea memasuki ruang tunggu lalu bermain ponsel disana.
Dua jam telah berlalu, Shady mengakhiri pekerjaannya yang ia lakukan dengan cara video conference. Shady menghampiri Dea yang berada di ruanh tunggu.
"Ayo pergi!" Ucap Shady tanpa rasa bersalah.
Dea beranjak dari duduknya dengan menghentakkan kakinya kesal. Ia mengikuti langkah Shady yang ternyata menuju mobil di parkiran.
...***...
"Bagaimana, Bang? Apa kamu sudah sedikit mengubah penilaianmu terhadap Dea?" Tanya Nilam menghampiri Shady di ruang kerjanya.
"Apa maksud Ibu?" Shady sudah kembali ke Jakarta, sedangkan Dea masih berada di kampung halamannya.
"Dea adalah gadis yang jujur, bukan? Apa kamu mulai percaya jika dia bukanlah penyebab kecelakaan itu?"
Shady hanya diam. Ia mengingat momen kebersamaan dirinya bersama Dea sebelum kembali ke ibukota.
#
#
#
Shady melajukan mobilnya menuju ke sebuah tempat yang ia cari di internet. Shady memilih pantai untuk menghabiskan waktunya bersama Dea.
"Tuan? Kenapa kita kemari?" Tanya Dea dengan penuh tanya.
"Entahlah. Aku hanya ingin melepaskan penat saja."
Shady turun dari mobil dan berjalan menuju bibir pantai. Dea mengikuti langkah Shady.
Angin pantai yang sepoi-sepoi menerpa wajah Dea. Entah sudah berapa lama ia tidak merasakan ketenangan seperti ini.
"Maafkan aku, Dea..." Ucap Shady lirih.
Dea menatap Shady. Raut penyesalan seakan tergambar di wajah tampannya.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan." Jawaban ketus Dea membuat Shady menoleh.
"Aku ingin percaya padamu. Tapi..." Suara Shady tercekat.
"Sudahlah! Tidak perlu membahasnya. Aku akan lulus dengan cepat. Jadi kita bisa segera mengakhiri pernikahan pura-pura ini!"
Dea melangkah pergi meninggalkan Shady. Hatinya sakit ketika mendengar Shady yang masih tak percaya dengannya.
Shady yang sadar sudah membuat suasana kacau, segera mengejar Dea dan mencekal lengannya. Ia balikkan tubuh Dea hingga menghadap dirinya lalu memeluknya.
Dea terkejut mendapat pelukan dari Shady. Hati mereka sedang sama-sama terluka.
"Bersabarlah! Aku mohon! Tunggulah sampai aku bisa menemukan pelaku yang sebenarnya," bisik Shady.
Dea memejamkan matanya. Sudah sangat jelas dalam ingatan Dea jika pelakunya adalah, Shezi, sahabatnya. Namun semua harapan seakan sirna karena kekuasaan yang dimiliki keluarga Kalendra.
Dea mendorong tubuh Shady menjauh. "Aku tidak butuh bukti apapun, Tuan. Aku hanya ingin Tuan bisa percaya padaku. Itu saja! Jika Tuan belum bisa melakukannya, maka sebaiknya aku benar-benar pergi dari kehidupan Tuan dan juga Naura."
Shady hanya mematung mendengar kalimat Dea. Ia memejamkan mata merutuki kebodohannya yang makin membuat Dea terluka.
B e r s a m b u n g
dan yg mengirim bunga ke makam nola adalah rasya.
ceritanya bagus