Dinda, 24 tahun, baru saja mengalami patah hati karena gagal menikah. Kehadiran seorang murid yang bernama Chika, sedikit menguras pikirannya hingga dia bertemu dengan Papa Chika yang ternyata adalah seorang duda yang tidak percaya akan cinta, karena kepahitan kisah masa lalunya.
Akankah cinta hadir di antara dua hati yang pernah kecewa karena cinta? Mampukah Chika memberikan seorang pendamping untuk Papanya yang sangat dia sayangi itu?
Bila hujan tak mampu menghanyutkan cinta, bisakah derasnya menyampaikan rasa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terpaksa Menginap
Dio melangkah perlahan mendekati Dinda, kemudian memegang bahu Dinda dengan kedua tangannya.
Dinda sedikit tersentak, dan tidak menyangka Dio akan dengan spontan melakukan hal itu kepadanya.
"Terima kasih Bu Dinda, demi putriku apapun akan kulakukan, termasuk memintamu untuk menginap sehari di rumahku!" ucap Dio.
"Bisa bilang terima kasih juga si Singa itu!" batin Dinda.
Lalu dengan refleks, Dio menggandeng tangan Dinda, melangkah menuju ke mobilnya.
Dinda merasakan genggaman tangan yang hangat, bahkan lebih hangat dari pada saat dia masih bersama Ken dulu.
Kemudian Dio membukakan pintu jok depan mobilnya itu.
"Maaf Pak Dio, Bukankah saya tidak boleh duduk di jok depan ya? Saya duduk di belakang saja! Supaya Bapak lebih nyaman!" tukas Dinda, saat Dio mempersilakan dia masuk.
"Oh, jadi Bu Dinda mau duduk di belakang? Baiklah, silakan Bu!" ucap Dio sambil menutup pintu depan dan membukakan pintu belakang mobilnya itu.
Setelah Dinda naik ke dalam mobil itu, Dio kemudian menyalakan mesin mobilnya dan langsung melajukannya menuju ke rumahnya.
Sepanjang perjalanan menuju ke rumah Dio, mereka tidak banyak bicara, sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Mereka saling risih dan sungkan seorang terhadap yang lain, suasana menjadi hening dan kaku.
"Bu Dinda, aku akan mengganti kerugian tiket kereta api yang tidak jadi kau gunakan itu!" ujar Dio memecahkan kesunyian.
"Tidak usah, lagi pula harga tiket kereta api itu tidak mahal juga!" tukas Dinda.
"Tapi, tetap saja kau di rugikan, aku tidak suka merugikan orang lain!" cetus Dio.
Dinda tidak menjawab ucapan Dio, dia juga tidak tahu bagaimana caranya menolak Dio yang akan mengganti rugi tiket kereta apinya yang tidak jadi digunakan itu.
"Aku akan mengganti kerugiannya tiga kali lipat!" ujar Dio.
"Jangan Pak! Kalau mau mengganti, cukup satu tiket saja! Tidak usah berlebihan!" sergah Dinda.
"Hmm, jaman sekarang, masih ada ya yang menolak uang, padahal kau cuma seorang guru yang gajinya ..."
"Cukup Pak Dio! Jangan meremehkan profesiku!"
"Ups! Maaf ... rupanya anda mudah tersinggung Bu Guru!"
Dinda menggigit bibirnya, rasanya begitu kesal mendengar ucapan dari Dio, yang seolah meremehkan dan merendahkan profesinya sebagai seorang guru.
Tak lama kemudian mereka sudah sampai di tempat tujuan. sebuah rumah mewah dan megah terbentang di salah satu perumahan elit yang ada ada di Jakarta.
Seorang security membukakan pintu gerbang rumah itu, setelah Dio memarkirkan mobilnya, Dia kemudian turun dan langsung membukakan pintu jok belakang di mana Dinda duduk.
"Mbak Yuyun! Tolong bawa bu gurunya Chika ke kamarnya Chika sekarang, dan siapkan kamar tamu untuknya!" teriak Dio.
"Siap Pak!" sahut Mbak Yuyun yang datang tergopoh-gopoh menghampiri mereka.
Setelah berkata demikian, Dio langsung beranjak pergi kembali ke mobilnya, dan dan meluncur begitu saja meninggalkan rumah itu, kembali ke kantornya.
"Mari Bu, saya antarkan dulu ke kamar, untuk menaruh kopernya!" ujar Mbak Yuyun sambil membawakan tas koper milik Dinda menuju ke sebuah kamar tamu, yang terletak tidak jauh dari ruang tamu rumah itu.
Dinda kemudian mengikuti di belakangnya.
Sebenarnya dalam hati, Dinda sangat risih menginap di rumah seseorang yang tidak ada hubungan apapun terhadapnya, hanya hubungan antara guru dan murid.
Apalagi Papanya Chika itu adalah seorang duda, apa kata orang nanti, jika mereka tahu Dinda bermalam di rumah ini.
"Bu Dinda mau langsung ke kamar Non Chika?" tanya Yuyun membuyarkan lamunan Dinda.
"Eh, boleh Mbak!" sahut Dinda.
Setelah menaruh tas kopernya di kamar tamu, Dinda lalu mengikuti Mbak Yuyun berjalan ke lantai dua, menuju ke kamar Chika.
Dinda mengedarkan pandangannya di sekeliling rumah yang sangat luas dan besar ini, rumah sebesar ini hanya di huni oleh sedikit orang.
Kemudian mereka sampai di kamar Chika, kamar yang interiornya khas anak-anak itu, yang terlihat sangat luas, dengan tempat tidur besar dan semua pernak-perniknya berwarna Biru muda.
Chika nampak tidur berselimut di tempat tidurnya itu, saat melihat kedatangan Dinda dia langsung tersenyum.
"Bu Dinda datang juga! aku kira Papa bohong mau jemput Bu Dinda ke tempat kost Bu Dinda!" ujar Chika.
Dinda kemudian langsung duduk di tepi tempat tidur Chika, sambil memegang dahinya dengan punggung tangannya.
"Hmm, jadi rupanya Chika yang menyuruh Papa menjemput Bu Dinda ya!" kata Dinda.
"Hehehe iya Bu, aku pura-pura mogok makan supaya Papa menuruti keinginanku! Padahal waktu Papa pergi, aku sudah makan banyak lho sama Mbak Yuyun!" sahut Chika sambil tertawa cekikikan.
"Ya ampun Chika! Bukan hanya orang lain yang Kau kerjai, Papamu sendiri bahkan Kau kerjai juga? Anak nakal!" cetus Dinda sambil mencubit dagu Chika gemas.
"Kalau aku tidak berakting begitu, Papa tidak akan mengijinkan aku untuk meminta Bu Dinda menginap di sini, aku kan kesepian Bu! Aku bosan setiap hari ketemu Mbak Yuyun terus!" sahut Chika.
"Tapi tadi ibu pegang, Chika masih panas badannya, rutin minum obat ya, pokoknya besok Chika sudah harus sembuh, supaya Bu Dinda bisa cepat pulang!" ujar Dinda.
"Tidak mau ah! Aku mau berlama-lama sakit supaya Bu Dinda lebih lama disini!" sahut Chika.
"Non Chika jangan seperti itu! nanti Mbak Yuyun bilangin ke papa lho!" ancam Mbak Yuyun.
"Berani mengadu ke Papa, aku semprot Mbak Yuyun pakai Baygon, mau?!" sahut Chika.
"Hush Chika! Jangan bicara begitu sama orang yang lebih tua! Bu Dinda tidak suka!" hardik Dinda. Chika langsung terdiam.
"Maaf!" ucap Chika.
"Sekarang Chika istirahat dulu di kamar, tidur siang! Orang kalau lagi sakit, obat mujarabnya ya istirahat! Jangan pecicilan! Nanti Bu Dinda akan kembali lagi ke sini di sore hari, setelah Chika bangun tidur, oke?!" ujar Dinda.
Chika menganggukan kepalanya, mau tidak mau dia harus menuruti Dinda, atau Dinda akan pergi lagi dari rumah ini.
Setelah Chika mulai tidur, Dinda kemudian keluar dari kamar itu dan berjalan menuju ke kamar tamu untuk beristirahat sebentar.
"Bu Dinda kalau mau makan, makan siang sudah siap di meja makan ya! Anggap saja rumah sendiri Bu, lagipula tidak ada orang lain lagi di sini!" tawar Mbak Yuyun saat Dinda melewati ruang makan dari lantai atas.
"Iya Mbak, terima kasih, memangnya tidak ada saudara atau siapapun yang datang ke sini?" tanya Dinda.
"Pak Dio itu anak tunggal Bu, orang tuanya ada di luar negeri, paling ada saudara jauh yang tinggal di luar kota!" jawab Mbak Yuyun.
"Kalau saudara dari Mamanya Chika?" tanya Dinda lagi.
"Sejak mamanya Non Chika meninggal, orang tuanya tidak pernah lagi datang ke sini, orang tua dan saudaranya dari Mamanya itu tinggal di Papua!" sahut Mbak Yuyun.
Dinda menganggukkan kepalanya, sekarang dia sedikit paham, Chika memang benar-benar sendirian di rumah ini.
Bersambung ...
****
Ayo dukung karya ini guys, supaya bisa memenangkan kontes wkwkwkw 😂