Namanya Elisa, dia terlahir sebagai putri kedua dari keluarga Hanggara, namun hal itu tak membuat nasibnya bagus seperti kakaknya.
Dia bahkan dikenal sebagai perempuan arogan dan sangat jahat di kalangannya, berbeda dengan kakaknya yang sangat lembut dan pandai menjaga sikap.
Marvin Wiratmadja, adalah putra dari Morgan Wiratmadja. Terlahir dengan kehidupan super mewah membuatnya tumbuh menjadi orang yang sedikit arogan dan tak mudah di dekati meski oleh lawan jenisnya.
Namun siapa sangka, ketertarikannya justru tertuju pada seorang gadis yang dikenal berhati busuk dan semena-mena bernama Elisa Hanggara.
Bagaimana takdir akan mempertemukan mereka?
Baca episodenya hanya disini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sujie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Pertama Bekerja
Baru kali ini, waktu terasa bergulir begitu cepat bagi Elisa. Karena sejak ia pulang kemarin, hingga malam hari ia asik belajar tentang bidang pekerjaan yang akan ia geluti di esok hari.
Dan hari ini, seolah menyambut kegembiraan Elisa. Langit begitu nampak cerah dengan cahaya matahari yang mulai nampak dari ufuk timur.
Dengan semangat Elisa membuka matanya dan bersiap-siap. Ia mandi dan memakai baju yang baru dibelinya dari butik kemarin sore, kemudian duduk di meja riasnya sambil mengaplikasikan satu persatu alat make up nya. Sangat lihai, begitulah keahliannya. Ia bisa membuat wajahnya nampak kalem, glamor ataupun terkesan tegas.
Selesai berdandan ia memejamkan matanya sebentar seraya berharap agar hari ini ia diberi kelancaran dan dipertemukan dengan orang-orang baik saat di kantor nanti.
Elisa mulai mengayunkan kakinya, membuka pintu kamarnya dan menguncinya dengan rapat untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti beberapa waktu yang lalu, Stevi meletakkan kond*m bahkan pernah meletakkan testpack lengkap dengan dua garis merahnya di laci Elisa. Entah dari mana ular sawah itu mendapatkan benda itu.
Bisa dibayangkan bagaimana reaksi orang tua Elisa saat itu? Ya, mereka sangat murka sekali. Keadaannya kacau sekali, dan Lisa habis dimarahi oleh mereka.
Tamparan? Jangan tanya lagi. Pipi Lisa sudah biasa menerimanya. Kulitnya juga sudah menebal sejak lama, apalagi telinganya.
"Pagi semua," sapa Lisa dingin seraya duduk ditempatnya.
Aroma wangi dari tubuh Elisa mengusik indera penciuman Stevi, hingga membuatnya melirik ke arah adiknya. Penasaran juga dia, dimana Lisa diterima bekerja?
"Lisa, semoga urusanmu lancar hari ini." Stevi memegang pergelangan tangan adiknya dan menatapnya lembut.
Cih ... apa kau tidak bosan berpura-pura seperti itu terus? Baik kau melamar saja jadi artis.
"Awas! Nanti tanganmu kotor! Aku mau mengambil makanan." Kata Lisa datar seraya menarik tangannya.
"Lisa!" Hanggara melirik tajam pada Lisa.
"Papa, sudahlah. Mungkin Lisa sedang terburu-buru. Iya kan Lisa?" Stevi bersikap manis.
"Bagus kalau kau tahu." Lagi-lagi dia hanya menjawab sekenanya dengan datar tanpa melihat ataupun melirik lawan bicaranya.
Lisa lalu menyantap makanannya tanpa menghiraukan kiri kanannya. Toh sebentar lagi dia juga akan keluar dari rumah ini.
Membayangkan akan hidup sendiri dengan bebas di apartemen membuatnya bersemangat hari ini. Kenapa tidak dari dulu? pikirnya.
"Lisa berangkat, Pa, Ma." Elisa pamit setelah sarapannya selesai. Ia melenggang begitu saja dari hadapan ayah, ibu dan kakaknya.
Ia lalu masuk ke dalam taxi yang telah dipesannya tadi.
"Kemana Non?"
"Gedung utama Globalindo, Pak." Elisa masih membenarkan posisinya.
"Oh ... kantor pusat itu ya?" tanya sopir taxi memastikan. Karena dikalangan mereka gedung itu lebih sering disebut sebagai kantor pusat.
"Betul, Pak."
"Siap, Non." Sopir taxi itu lalu melajukan mobilnya dengan lembut melintasi jalan raya yang belum terlalu padat.
Stevi berniat mengikuti kemana adiknya pergi. Tapi karena hari ini, ia harus memimpin pertemuan penting dengan beberapa kliennya. Akhirnya ia urungkan niatnya.
Beberapa waktu berlalu, taxi yang membawa Elisa telah sampai ditempat yang dituju.
"Non kerja disini ya?" tanya sopir taxi setelah mobilnya berhenti.
"Iya, Pak."
"Hebat, Non. Katanya susah loh kalau mau masuk kerja disini."
Elisa hanya tersenyum saja, kemudian turun dan menyerahkan selembar uang pada pengemudi taxi itu.
"Saya duluan ya, Pak? Terimakasih karena tidak membuat saya terlambat."
Elisa lalu melangkahkan kakinya memasuki area halaman gedung yang menjulang tinggi dihadapannya.
Ia tersenyum pada sekuriti yang berjaga di depan gedung.
Apapun rumor yang telah beredar tentangnya, bukan lagi menjadi halangan bagi Lisa untuk terus maju dengan tetap menegakkan kepalanya.
Kalah? Jangan harap lagi. Elisa telah bangkit dari keterpurukannya. Tidak akan ada lagi kata kalah ataupun mengalah.
Memasuki bagian dalam gedung, Elisa menyampaikan perihal kedatangannya pada resepsionis yang ada di depan.
Dan salah satu dari resepsionis itu pun mengantarkan Lisa menuju ruang kerjanya. Sebuah ruangan dengan beberapa meja serta layar monitor lengkap dengan penghuninya masing-masing sudah ada disana.
Rupanya ia akan punya teman diruangan ini, semoga saja mereka bisa bekerjasama dengannya dengan baik.
Bimo? Dia di ruangan ini juga?
"Teman-teman. Ini adalah tim baru untuk kalian. Semoga kalian bisa bekerjasama dengan baik." Feni, resepsionis itu menjelaskan.
Lisa tersenyum pada mereka semua. Syukurlah orang-orang yang ada di ruangan itu nampaknya baik-baik.
"Hai, Lisa. Aku Nia, selamat datang di tim kami," ujar salah satu dari mereka seraya berdiri dan berjalan mendekati Lisa.
"Aku Evi, dan ini Dina."
Elisa lalu menyambut uluran tangan mereka satu persatu dan mulai mengobrol satu sama lain.
"Baiklah, jika kalian sudah saling mengenal. Aku pamit dulu. Oh ya, kalian jangan lupa untuk mengajarinya."
"Siap!" seru ketiga wanita itu secara bersamaan.
Feni pun lalu pergi dari sana dan menutup pintunya. Ya, walau sebenarnya ruangan itu transparan juga, karena sekat dindingnya terbuat dari kaca.
"Kamu duduk disitu ya, Lisa. Dia anak baru juga, sama sepertimu." Evi berbicara seraya menunjukkan tempat kerja Lisa.
"Baiklah." Lisa lalu berjalan menuju mejanya.
"Jangan takut pada kami, kami akan mengajarimu, juga Bimo. Kita harus jadi tim yang hebat." Nia juga ikut berbicara.
"Setuju!" Seru Dina seraya mengangkat tangannya. Wanita berkacamata yang dikenal paling rajin diantara mereka.
Elisa tersenyum melihat kelakuan teman-teman barunya.
Syukurlah, semoga mereka bisa menjadi teman yang baik untukku. Sepertinya mereka cukup absurd juga tingkahnya.
hmm🤔, bisa jdi sih..atau mngkin kembaran stevi kh!!??