"Si4l, apa yang wanita itu rencanakan?
Mengapa setelah surat cerai kutandatangani, dia justru ... berubah?”
...
Lyara Elvera, seorang gadis yang tak merasakan keadilan di keluarganya. Kedua orang tuanya hanya memusatkan kasih sayang pada kakaknya, sementara Lyara tumbuh dengan rasa iri dan keinginan untuk di cintai
Namun, takdir berkata lain. Sebelum kebahagiaan menyentuhnya, Lyara meregang nyawa setelah terjatuh dari lantai tiga sebuah gedung.
Ketika ia membuka mata, sosok misterius menawarkan satu hal mustahil, kesempatan kedua untuk hidup. Tiba-tiba, jiwanya terbangun di tubuh Elvera Lydora, seorang istri dari Theodore Lorenzo, sekaligus ibu dari dua anak.
Namun, hidup sebagai Elvera tak seindah yang terlihat. Lyara harus menghadapi masalah yang ditinggalkan pemilik tubuh aslinya.
“Dia meminjamkan raganya untukku agar aku menyelesaikan masalahnya? Benar-benar jiwa yang licik!”
Kini Lyara terjebak di antara masalah yang bukan miliknya dan kehidupan baru yang menuntut penebusan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sandi Ponsel
Theodore mendudukkan Eira di ranjang kecilnya dan menatapnya dengan seksama. Namun, Eira terlihat enggan, ingin segera keluar kamar. Anak itu mulai merengek karena jajannya masih berada di tangan Lyara dan ia ingin mengambil camilannya tadi.
"Mau ke Mamaaa, jajan Eilaaaaa!" seru Eira dengan kesal.
"Jawab Papa dulu baru ke Mama. Tadi Eira ke mana sama Mama? Ketemu sama pria enggak?" tanya Theodore, membuat Eira terdiam sejenak dan menatapnya dengan mata berbinar, tapi ragu.
"Iya, Mama beltemu pliaaa," ucap Eira, yang membuat Theodore terkejut.
"Kalau nda ada pliaaa itu, nda jalan mobilnya. Nda bica pake mantla cihiiiil," lanjut Eira, yang membuat Theodore mulai paham.
"Supir taksi?" tebak Theodore. Seperti yang ia duga, Eira mengangguk dengan semangat.
"Sudah kaaan? Eila itu cibuuuk tau nda? Beltanya nanti, tunggu Eila nda cibuk," ucap anak itu sambil lekas pergi, meninggalkan Theodore yang mengusap wajahnya dengan kasar.
Tadi dia begitu panik saat membayangkan istrinya pergi membawa putri mereka. Rasa takut dan cemas menguasai dirinya, takut Wanita itu akan melakukan hal-hal yang membahayakan Eira. Atau bertemu dengan seorang pria yang membuatnya merasa ... cemburu.
"Aku terlalu berlebihan," gumamnya pelan. Ia menyadari, putrinya tidak berbohong. Anak sekecil Eira memiliki tingkat kejujuran yang tinggi. Ia hanya menyampaikan apa yang dilihatnya.
Tiba-tiba rasa bersalah menghantuinya. Ia ingat jelas perkataannya sendiri? bahwa Zeya lebih baik daripada sang istri. Kata-kata itu menvsuk hati wanita itu tentunya. Ia mengusap wajahnya lagi dengan kasar, ingin berteriak pada dirinya sendiri.
"B0dooooh, kenapa kamu katakan hal itu padanya? Ck," geram Theodore, lalu segera keluar kamar untuk mencari Elvera. Ia berkeliling, sampai akhirnya membuka pintu kamar istrinya secara tiba-tiba.
"Aaa!" teriak Lyara kaget. Ia sedang memakai sheet mask yang baru dibelinya. Namun Theodore tanpa sadar telah membuka pintu begitu saja.
"Om ngapiiiin?!" seru Lyara dengan syok.
Theodore tampak salah tingkah, otaknya mendadak berhenti bekerja. Ia hanya terpaku menatap istrinya yang kini menatapnya tajam.
"A-aku ...," kata Theodore terbata-bata.
"Kenapa ponselmu tidak bisa dihubungi hah? Kemana ponselmu?" seru Theodore. Tadinya ia ingin meminta maaf, tapi rasa kaget dan gengsinya membuatnya kesulitan.
"Ponsel? Aku enggak bawa ponsel, tuh ada di meja nakas," balas Lyara sambil memperbaiki sheet masknya. Theodore menatapnya singkat, kemudian berjalan mendekati meja nakas dan mengambil ponsel istrinya.
"Ngapain juga aku bawa ponsel, gak ada guna. Sandinya aja aku lupa," ujar Lyara, membuat Theodore terdiam.
"Lupa? Bagaimana bisa?" tanya Theodore penasaran.
Lyara menghela napas panjang. "Entahlah, aku merasa melewati waktu yang panjang sehingga banyak hal yang aku lupakan," jawab Lyara dengan tatapan berbeda dari biasanya.
Theodore merasa apa yang dikatakan istrinya tak masuk akal. Ia seorang dokter, orangnya berpikir logis, sesuai diagnosa dan fakta. Kata-kata Elvera baginya hanyalah sesuatu yang kosong.
Tangannya terulur, meraih ponsel itu, dan mencoba menyalakannya. "Kamu tahu sandinya?" tanya Lyara sambil memperhatikan Theodore.
"Enggak, kita saling menjaga privasi satu sama lain, itu janji kita sejak menikah, bukan?" jawab Theodore, lalu duduk di sofa. Lyara ikut duduk di sebelahnya, menatap pria itu dengan serius.
"Ponsel privasi, aset tubuh mana ada privasi. Tuh udah jadi anak dua, apalagi yang mau di privasikan," celetuk Lyara, yang membuat Theodore hampir tersedak lud4hnya sendiri.
Ia menoleh, memandangi Elvera yang tampak mendekat, fokus pada apa yang sedang dilakukan Theodore. "Ingat-ingat, berapa sandinya," tegur Theodore, menormalkan perasaannya.
Lyara terdiam sejenak. "Mungkin ... ulang tahun anak-anak, coba."
Theodore mencoba memasukkan angka tersebut, tapi hasilnya tetap salah. Lyara berpikir keras. "Ulang tahunmu?" tebaknya.
Theodore kembali memasukkan angka itu, namun tetap salah. Mereka pun menunggu sampai detik berikutnya.
"Mungkin ... tanggal pernikahan kita?" tebak Lyara, yang membuat Theodore tersentak.
Kesempatan terakhir untuknya, Theodore memasukkan tanggal pernikahan mereka. Jantungnya berdegup kencang, campuran gugup dan cemas. Saat jarinya menekan angka terakhir, layar kembali menunjukkan sandi salah.
"Yaaah salah lagi, berarti apa dong? Aku gak ingat sama sekali," ucap Lyara sambil memvkul pelan lengan Theodore.
Namun Theodore terdiam, menatap layar ponsel dengan mata mematung. Detik-detik berlalu, dan akhirnya ia mencoba sekali lagi, menekan angka yang ia curigai sebagai sandi ponsel istrinya.
Dan yah … berhasil. Theodore hanya terdiam, tubuhnya menggenggam ponsel dengan perasaan campur aduk—kecewa dan marah. Tapi Lyara langsung heboh, seolah tak terjadi apapun.
"Waaah keren! Ponselnya sudah bisa terbuka!" seru Lyara, merebut ponsel itu, dan mulai melihat isinya.
"Ponsel mahal mah begini yah, gak ngelag," gumam Lyara.
"Kamu tahu aku masukin tanggal penting siapa?" tanya Theodore dengan suara berat, tanpa menatap Lyara.
"Siapa?" tanya Lyara, tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.
"Elvera, aku tak menyangka dia masih se-spesial itu untukmu," lirih Theodore, lalu beranjak pergi, meninggalkan istrinya yang diam, menatap kepergiannya dengan tatapan bingung.
"Kenapa dia?" gumam Lyara heran. Saat membuka ponselnya kembali, rasa penasaran muncul lagi.
"Aaa ck! Kenapa terkunci lagi sih?! Mana itu si Om," gerutu Lyara kesal. Namun dia tersentak. Ia terdiam, perasaan yang rumit memenuhi dirinya.
"Tadi katanya ... pria itu? Pria itu siapa?" gumamnya heran.
"Ih enggak tahu lah, aku setres jadi Elvera. Minta ganti raga bisa gak sih?! Permasalahanku rumit, tapi ini jauh lebih rumiiit dan aku setreeeees!" teriaknya frustasi.
.
.
.
.
Pagi itu, Lyara terbangun dari tidurnya. Ia terduduk di ranjang dan meraih gelas air putih, meminumnya perlahan. Matanya menatap ke arah benda yang semalam ia letakkan di atas nakas, lalu meraihnya dan membuka kotak kecil itu.
“Kayaknya Eira yang ambil ini, mungkin dia kira permen,” gumam Lyara sambil tersenyum tipis.
“Penasaran, isinya kayak gimana yah?” lanjutnya, membuka kotak merah itu dan menatap isinya. Di dalamnya masih tersimpan rapi dalam bungkus berwarna perak. Lyara mengambil salah satunya, menatapnya dengan seksama.
“Bener-bener mirip permen,” bisiknya sambil tersenyum kecil.
Ting!
Tong!
Suara bel berbunyi keras. Lyara segera bangkit dari ranjang dan berlari mendekati jendela kamarnya, menengok ke arah pintu utama. Di sana, Zeya tampak sedang berdiri dengan pakaian olahraga, sepertinya hendak jogging.
“Astagaaa, nenek ini lagi-lagi? Dia mau ngajak suamiku biar jogging sendirian? Oooh, tidak bisa,” gumam Lyara sambil memasukkan benda asing itu ke saku cardigan panjangnya. Lalu melangkah menuju pintu, tapi berhenti sejenak di depan cermin meja rias.
“Jangan kayak gini,” ucapnya pelan pada diri sendiri. Ia sengaja mengacak rambutnya, mengambil lipstik merah di meja, dan mengoleskannya tipis di atas d4danya. Ia juga membuka sedikit cardigan yang menutupi gaun tidurnya, memberi kesan kasual namun menggoda.
“Untung Si Elvera kelihatan gunungnya, enggak tepooos kayak si Nenek peooot,” gumamnya ceria.
Tatapannya berubah, menjadi tajam. "Kita lihat nenek peoooot, sepanas apa dirimu nanti,"
___________________
Siapkan pemadaaaaam😆
terus misterinya adalah siapakah istri mike ?
kakakbya lyara kah..
wkwkwk
pusing sendiri
wis mendingam ikutin alurnya mbak Othor aja d... /Kiss/
penasaran dan nunggu lanjut
trs kalau el sdh lepas kB itu hamil Anak Bryan huhhhh kenapa rumit sekala hidupnya ara dan el ..
berharap Aja authornya kasih juga ara dan el mereka ketukar ara di raga el dan el di raga ara .. terus Si el nikah ma mike dan hamil muga gitu