Tania seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama paman dan bibinya yang kebetulan tidak memiliki keturunan. Di usianya yang ke 20 tahun ini Tania harus berjuang sendiri melanjutkan hidupnya karena paman dan bibinya pun sudah meninggal dunia.
Memiliki seorang sahabat yang baik, tentu merupakan anugerah bagi Tania. Shasa adalah sahabat yang selalu ada untuknya. Mereka bersahabat mulai dari SMA. Siapa yang menyangka persahabatan mereka akan berubah menjadi keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecelakaan
Dua hari kemudian.
Malam ini seperti biasanya, pulang kuliah Tania pergi ke rumah Mbak Dini. Cuaca malam ini agak mendung dan gerimis. Tania memang sengaja tidak shalat Maghrib di kampus karena waktu ia pulang masih jam 5 dan masih bisa shalat di rumah Dini.
Sekitar jam 17.30, Tania sampai di rumah Dini. Ia numpang shalat di sana. Setelah selesai shalat, seperti biasa Dini mengajak Tania untuk makan malam bersama.
Kita beralih ke Saif.
Saif sudah berada di pesawat. Ia sangat senang karena tugasnya sudah selesai dan dapat kembali ke Indonesia dengan membawa kabar gembira. Ia juga sudah tidak sabar ingin kembali mengajar.
Beberapa saat kemudian, Saif sampai di Bandara Internasional Juanda. Shasa yang menjemputnya. Kebetulan Ayah dan bunda sedang keluar kota. Mereka pergi ke Jakarta karena ada acara di rumah saudaranya.
"Abang... " Shasa melambaikan tangannya saat melihat Saif keluar dari pintu.
"Kan sudah abang bilang jangan kamu yang jemput. Bahaya, ini sudah malam. "
"Kan sekarang sudah ada abang, hehe... "
"Kalau dibilangin pasti ada saja jawabannya. Mana kuncinya? Biar abang yang bawa."
"Nih."
Shasa menyerahkan kunci mobilnya kepada Saif. Mereka berjalan menuju parkiran. Setelah keduanya masuk ke dalam mobil, Saif pun tancap gas menuju perjalanan pulang.
Sekitar 10 menit kemudian, Shasa mendapat telpon dari nomer Tania. Ia pun langsung menjawabnya.
"Assalamu'alaikum, Tania."
"Wa'alaikum salam. "
Shasa terkejut karena yang menelponnya suara laki-laki bukan Tania.
"Maaf ini saya sedang pegang handphone mbak yang kecelakaan."
"Apa, kecelakaan?"
"Iya mbak. Saya menelpon nomor terakhir yang dihubungi korban. Apa mbak saudara mbak ini?"
"Astaghfirullah... iya Pak. Saya saudaranya. Bagaimana keadaannya? "
"Kami sudah memanggil ambulan. Mbak ini korban tabrak lari. Korban akan dibawa ke rumah sakit. Sepertinya korban mengalami patah kaki. "
"Innalillahi wainnailaihi roji'un. Baik, pak Terima kasih. Pak, tolong bapak jaga barang miliknya. Kami segera ke sana. Posisi di mana? "
"Jalan Simpang, mbak."
"Baik, Terima kasih."
Tubuh Shasa mendadak gemetar mendengar kabar tersebut. Saif yang juga mendengar obrolan Shasa pun segera meminggirkan mobil.
"Dek, siapa yang kecelakaan?"
"Tania."
"Apa?"
"Bang, segera ke jalan Simpang. "
"Okey okey."
Saif pun melajukan kembali mobilnya dengan lebih cepat. Pikirannya sudah tidak karuan. Ia sangat mengkhawatirkan keadaan Tania setelah mendengar penjelasan Shasa.
Beberapa saat kemudian mereka sampai di lokasi. Orang yang sebelumnya menelpon Shasa dan motor yang di pakai Tania masih berada di tempat.
"Pak, bagaimana saudara saya?"
"Baru saja dibawa ke rumah sakit RS AL, mbak. Maaf ini handphone dan kunci motornya."
"Pak, boleh saya minta tolong?" Ujar Saif.
"Iya, mas?"
"Bapak tolong antarkan motor ini ke alamat ini karena kami akan menyusul ke rumah sakit. Ini tip untuk bapak." Ujar Saif sambil memberikan kartu nama dan tiga lembar ratusan ribu.
"Ya Allah banyak sekali, mas."
"Tidak apa, itu untuk membalas kebaikan bapak. Maaf kami harus segera ke rumah sakit. Ayo, dek."
Mereka masuk lagi ke dalam mobil dan menyusul Tania ke rumah sakit.
"Ya Allah, malang sekali nasib Tania." Lirih Shasa namun Saif masih bisa mendengarnya.
Saif semakin tak karuan. Ia mempercepat laju mobil hingga Shasa ketakutan.
"Pelan bang, aku takut."
Saif baru menyadarinya. Ia pun mengurangi kecepatannya sehingga akhirnya mereka sampai di RS AL. Said mencari tempat parkir mobil. Setelah itu mereka turun dan langsung menuju UGD.
Tania dalam keadaan setengah sadar. Beruntung kepalanya tidak terbentur. Tangannya hanya lecet. Namun Kaki kirinya yang mengalami patah tulang.
"Maaf apa anda keluarganya?"
"Iya dok, bagaimana keadaannya?"
"Semua organ dalamnya baik-baik saja. Tapi kaki kirinya harus segera dioperasi. Bagaimana?"
"Lakukan yang terbaik, dok."
"Baik, tolong tanda tangani surat pernyataan ini, Pak."
Saif pun segera menandatanganinya.
Beberapa saat kemudian, Tania dibawa ke ruang operasi. Sedangkan Saif dan Shasa mengikutinya . Setelah Tania masuk ke ruang operasi, Shasa dan Saif menunggunya di depan ruangan tersebut.
Shasa tak kuat menahan air mata. Ja tidak tega melihat keadaan Tania.
"Hei, jangan nangis! Berdo'alah, dek."
"Bang, kenapa cobaan Tania begitu berat? Dia tidak mempunyai siapa pun di dunia ini. Ditambah lagi, ia harus mengalami semua ini? Aku tidak dapat membayangkan bagaimana perasaannya, bang. Ya Allah, kenapa tidak aku saja yang Engkau uji."
"Astaghfirullah, istigfar dek. Allah tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan manusia. Yakinlah, Tania pasti kuat. Ada kita yang akan selalu menjaganya."
"Makasih, bang." Shasa memeluk Saif. Saif mengusap kepala adiknya.
Shasa menelpon orang tuanya untuk memberitahu kabar Tania. Ayah dan bunda sangat terkejut. Mereka akan segera pulang besok pagi dari Jakarta.
Saif mondar mandir di depan ruang operasi. Mulutnya tak henti berdzikir dan berdo'a.
Setelah 3 jam kemudian, operasi pun selesai. Dokter keluar dari ruang operasi.
"Bagaimana, dok?"
"Alhamdulillah, operasinya berhasil."
"Alhamdulillah ya Allah." Ucap Saif dan Shasa.
"Terima kasih, dok." Saif menjabat tangan dokter.
"Sama-sama, pak. Ini sudah menjadi tugas kami. Sebentar lagi nona Tania akan dipindahkan ke ruang PACU sebelum ke ruang rawat inap. Karena pasien belum sadarkan diri."
"Baik, dok. Sekali lagi terima kasih."
Shasa dan Saif dapat bernafas lega malam ini.
"Dek, kamu harus tidur. Besok kamu kuliah. Ini sudah jam 12 malam."
"Tidur di mana, bang?"
"Tidur di rumah. Biar abang suruh Pak sopir jemput kamu. Abang yang akan jaga Tania di sini. Besok pagi baru kamu ke sini."
"Iya, iya."
Saif menghubungi sopir untuk menjemput Shasa ke rumah sakit. Sebenarnya Saif tidak enak mengganggu sopir malam-malam begini. Tapi ia terpaksa melakukannya karena ia tidak mungkin meninggalkan Tania sendirian.
Setelah sopir sampai di rumah sakit, Shasa pun turun ke bawah diantar Saif. Ia takut karena suasana rumah sakit saat ini sudah sangat sepi.
"Bang, aku pulang dulu. Kabari kalau ada apa-apa."
"Iya, dek. Pak, maaf ya sudah merepotkan."
"Ndak pa-pa, den. Sudah tugas saya."
"Ya sudah, hati-hati pak."
Setelah mengantar Shasa, Saif kembali lagi ke atas. Tania sudah dibawa ke PACU. Di ruang ini, pasien akan dipantau ketat oleh staf medis hingga efek anestesi hilang dan kondisinya stabil.
Sementara itu, Saif duduk di depan PACU. Ia berusaha untuk memejamkan mata meski hanya sekejap.
Sekitar jam 3 pagi, Saif terbangun. Ia baru sadar jika sedang tidur sambil duduk. Saif segera mengintip ke kaca yang ada di pintu ruang PACU. Ia melihat seorang perawat masih menjaga Tania. Saif pun masuk ke dalam.
"Bagaimana, sus? "
"Efek anestesi belum hilang, pak. Jadi pasien masih mengigau."
Nampak Tania masih memejamkan matanya, namun mulutnya tak henti berbicara.
"Tidak-tidak, Tania ingin ikut ibu dan ayah. Tania tidak punya siapa-siapa di dunia ini. Ndak akan ada yang mau sama Tania, bu. hiks hiks...."
Tania benar-benar mengeluarkan air mata. Saif mengambil tisu untuk menghapusnya.
"Bang Saif, bang Saif... "
Saif terkejut mendengar Tania menyebut namanya.
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Biar lebih gampang merawat Tania dan full pahala
Aku yakin ayah ,bunda sama Sasha setuju
semoga cepat sembuh dan kabar bahagia untuk Tania soon y Thor 🤲🥰