"Ma, Papa Anin masih hidup atau sudah pergi ke Sur_ga?" tanya bocah cantik bermata sayu yang kini berusia 5 tahun.
"Papa masih hidup, Nak."
"Papa tinggal di mana, Ma?"
"Papa selalu tinggal di dalam hati kita. Selamanya," jawab wanita bersurai panjang dengan warna hitam pekat, sepekat hidupnya usai pergi dari suaminya lima tahun yang lalu.
"Kenapa papa enggak mau tinggal sama kita, Ma? Apa papa gak sayang sama Anin karena cuma anak penyakitan? Jadi beban buat papa?" cecar Anindita Khalifa.
Air mata yang sejak tadi ditahan Kirana, akhirnya luruh dan membasahi pipinya. Buru-buru ia menyeka air matanya yang jatuh karena tak ingin sang putri melihat dirinya menangis.
Mendorong rasa sebah di hatinya dalam-dalam, Kirana berusaha tetap tersenyum di depan Anin.
Sekuat tenaga Kirana menahan tangisnya. Sungguh, ia tak ingin kehilangan Anin. Kirana hanya berharap sebuah keajaiban dari Tuhan agar putrinya itu sembuh dari penyakitnya.
Bagian dari Novel : Jodoh Di Tapal Batas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 - Kunjungan Mendadak
"Iya, Pa." Jawab Aldo yang memang tak ingin mengelak.
Aldo sangat kenal watak ayahnya. Seno paling benci dibohongi maupun diselingkuhi. Alhasil Aldo berbicara apa adanya perihal kehamilan palsu Kirana mulai dari awal hingga akhirnya terbongkar.
"Sekarang Kirana hamil sungguhan," ucap Aldo.
"APA ??" Seno dan Dokter Heni secara bersamaan ikut terkejut.
Aldo pun sedikit heran melihat reaksi keduanya orang tuanya dan sempat menoleh ke arah Hana yang diam dengan kepala menunduk.
"Apa Hana belum kasih tau ke papa dan bunda soal Kirana sekarang lagi hamil sungguhan?" batin Aldo.
"Jadi ini maksudnya gimana, Do? Kirana hamil bohongan atau sungguhan?" desak Seno dengan nada suara serta mi_mik wajah kebingungan.
Aldo pun akhirnya menceritakan pada kedua orang tuanya tentang Kirana yang benar-benar positif hamil saat ini, karena sebulan yang lalu mereka berdua telah melakukannya.
"Astaga !!" keluh Seno.
"Kok astaga sih, Mas. Ya, Alhamdulillah dong. Kan sebentar lagi Mas Seno mau punya cucu, kok bilang astaga. Gak bersyukur itu namanya!" tegur Dokter Heni.
"Ya astaga, Bun. Aldo kan nikah sama Kirana karena hamil duluan, yang kata anak-anak zaman now bilang menanam saham sebelum nikah. Bukan nikah karena cinta. Eh, sekarang kok bisa hamil beneran?"
"Ya bisa lah!" jawab Dokter Heni sedikit ketus pada Seno. "Aldo kan pria normal kayak Mas Seno. Kirana juga sudah jadi istrinya. Jadi, mereka mau melakukan hal itu ya wajar dong. Apa yang salah?" sambungnya.
Seketika Aldo bernafas lega karena mendapat pertolongan dari bidadari cantik yang sejak dulu menjadi peri baik hati di keluarganya, Dokter Heni. Hati ibu sambungnya itu memang seluas samudera dan tak ada ujung tepinya. Sangat baik sekali.
Seno pun akhirnya legowo menerima kehamilan Kirana yang benar-benar nyata, bukan fatamorgana lagi atau kehamilan palsu.
"Huft !! Papa dan bunda harusnya marah sama Mbak Kirana. Kenapa sekarang mereka malah mendukung kehamilannya? Tuhan memang gak adil sama aku!" batin Hana mengeluh.
☘️☘️
Keesokan harinya Seno dan Dokter Heni berpamitan pulang. Mereka membawa mobil pribadi bersama sang sopir. Keduanya tak pulang langsung ke Bandung melainkan diam-diam mampir ke kediaman Kirana.
Tentu saja hal itu dilakukan tanpa sepengetahuan Aldo dan Hana. Demi saling menjaga perasaan anak dan menantu pertamanya. Itulah alasan para lansia tersebut.
Awalnya Seno belum mau bertemu Kirana, karena hatinya masih kecewa sama menantunya itu. Namun, Dokter Heni pada akhirnya berhasil membujuk komandan tampan se-Kecamatan itu untuk bertandang ke rumah Kirana.
Bahkan sebelum tiba di kediaman Kirana, Dokter Heni dan Seno sempat mampir ke sebuah toserba lengkap. Mereka membeli beberapa kebutuhan rumah tangga terutama untuk ibu hamil baik itu buah, su_su, hingga baju hamil.
Kirana begitu terkejut saat membuka pintu rumahnya yang ternyata kedua mertuanya datang mengunjunginya.
"Pa_pa-Bun_da," sapa Kirana dengan suara bergetar antara terkejut, takut dan perasaan bersalah bercampur aduk di hatinya.
Menebak-nebak maksud kedatangan kedua mertuanya tersebut.
"Assalammualaikum," sapa Dokter Heni seraya tetap tersenyum manis penuh ketulusan pada Kirana.
Dokter Heni juga kecewa dengan Kirana perihal kehamilan palsunya di awal pernikahan. Akan tetapi, Dokter Heni berpikir ia juga hanya manusia biasa bukan Tuhan. Maka ia juga tidak punya hak untuk menghakimi Kirana.
Di dalam hati kecilnya, Dokter Heni masih berkeyakinan jika Kirana adalah anak yang baik.
"Wa_alaikum_salam," balas Kirana dengan nada suara terbata-bata.
"Ma_ri ma_suk Pa, Bunda." Sedikit gugup melanda Kirana ketika ia mempersilahkan kedua mertuanya itu untuk masuk ke dalam rumahnya. Kirana masih terkejut.
Dokter Heni dan Seno pun perlahan melangkah masuk ke rumah Kirana. Sebelumnya, Seno menyuruh sang sopir membawa belanjaan mereka tadi untuk dibawa masuk.
Kirana pun tercengang.
Satu bagasi penuh dibuka yang berisi barang-barang untuk dirinya dan kebutuhan calon buah hatinya selama dalam kandungan diangkut oleh sopir pribadi mertuanya tersebut satu per satu.
"Bun, banyak sekali." Kirana seketika terenyuh mendapat perhatian sebegitu banyak dari kedua mertuanya itu.
Sungguh, ia merasa tak pantas menerima hal ini. Kirana merasa dirinya bukan wanita baik-baik. Datang karena dendam masa lalunya pada keluarga Seno hingga berhasil masuk menjadi duri pada pernikahan Aldo dan Hana.
Akan tetapi, Tuhan masih begitu baik padanya dengan memberikan kedua mertua yang tetap menyayanginya. Riak air mata haru tak mampu dibendung oleh Kirana.
"Ya kan namanya wanita hamil pasti banyak yang dibutuhkan. Anggap ini bentuk kasih sayang dari kami sebagai orang tuamu sekaligus calon kakek nenek calon bayimu dengan putra bunda," cicit Dokter Heni seraya menggandeng lengan Kirana penuh kelembutan.
"Sudah jangan sedih. Wanita hamil dilarang menangis nanti katanya anaknya ikutan cengeng. Hehe..." ucap Dokter Heni seraya menghibur Kirana.
"Makasih banyak, Bun." Kirana berucap terima kasih sembari menyeka air matanya yang menetes.
"Sama-sama, Sayang."
☘️☘️
Kini mereka bertiga sudah duduk bersama di ruang tamu. Kirana juga sudah menyiapkan cemilan dan teh hangat untuk kedua mertuanya itu di meja ruang tamu.
"Maaf, Pa-Bun. Suguhannya cuma seadanya. Kirana tak tau kalau papa dan bunda mau datang ke sini," ucap Kirana tulus meminta maaf.
Kirana sejak tadi terus menundukkan kepalanya dan hanya sesekali mengangkat pandangannya ke arah kedua mertuanya terutama Seno. Sebab, ia melihat wajah ayah mertuanya itu seakan menyimpan kecewa atau amarah.
"Tak apa, Ki. Tak perlu repot-repot segala. Seperti orang lain saja. Kita kan satu keluarga. Benar kan, Pa?" sahut Dokter Heni lalu beralih pandang dari Kirana ke arah sang suami yang duduk di sampingnya.
"Hem,"
Kirana sendiri tak tau jika kedua mertuanya itu sudah mengetahui perihal kehamilan palsunya.
Tiba-tiba ada dorongan dalam hati kecil Kirana untuk mengatakan sesuatu pada kedua mertuanya. Ia tak ingin ada penyesalan lebih dalam di kemudian hari. Sebuah kejujuran.
"Papa-Bunda. Ki mau minta maaf," ucap Kirana membuka pembicaraan serius dengan kedua mertuanya.
"Kenapa?" tanya Dokter Heni.
Bersambung...
🍁🍁🍁
siapa ya yg fitnah kirana , kasian kirana yg sabar ya ki😭
kasian bgt bumil di dorong polisi ko gitu ya
astagfirullah, cmn bisa inhale exhale
Pen jambak Aldo boleh gak sih?? Tapi takut dimarahin pak Komandan...
Do, bnr² lu yee, suami gak bertanggung jawab!!! Pantes kmrn nangis sesunggukan, merasa berdosa yak... Tanggung Jawab!!! Kudu dibwt bahagia ntu si Kirana sama anak²nya sekarang!!!
lanjutkan.....
Hamil 1 ajah berat, apalagi ini hamil kembar dah gt gak ada support system... hebat kamu Kirana, mana cobaan datang bertubi² 👍👍👍 saLut
alasanya jelas karena dia merasa kecewa karena Kirana tidak lagi bisa digunakan sebagai boneka balas dendamnya pada Aldo