*"Ah ... ampun, Kak. U-udah! Naya ngakuh, Naya salah."*
Masa remaja yang seharusnya dilalui dengan ceria dan bahagia, mungkin tidak akan pernah dialami dengan gadis yang bernama Hanaya Humairah. Gadis cantik yang lemah lembut itu, harus terpaksa menikah dengan Tuan muda dingin nan kejam.
Demi menyelamatkan ibunya dari tuduhan penyebab kematian mama dari sang tuan muda, ia rela mengorbankan kebahagiaannya.
Akankah Gadis itu bisa menjalani hari-harinya yang penuh penderitaan.
Dan akankah ada pelangi yang turun setelah Badai di kehidupannya.
Penasaran ...?
Yuk ikuti kisahnya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggraini 27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 11
"Kenapa dengan kak malik ya? Kok tidak seperti biasanya, diam terus," monolog Naya dengan dirinya sendiri.
Naya, naya. Sungguh anehnya dirimu. Suami marah terus, nanti kamu sakit hati. Sekalinya diam saja, malah bingung sendiri. Ckckck ...
.
Sambil menunggu Malik siap mandi. Naya sudah menyiapkan pakaian ganti untuk suaminya. Entah seleranya si empunya atau pun tidak. Dengan berani, dia menyiapkan itu semua.
Setelah itu. Barulah dia turun ke bawa, membantu menyiapkan makan malam bersama bik Nanik.
"Loh, Bik. Makan malam sudah siap semua, toh. Baru aja Naya mau bantuin," ucap Naya yang sudah melihat hidangan di atas meja makan.
"Hehe. Iya, Non. Takut nanti den Maliknya nunggu lama," terang bik Nanik dengan senyum ciri khasnya.
"Iya, bik. Kak Malik juga masih mandi kok. Mungkin sebentar lagi juga turun," sambung Naya.
"Oh, yasudah kalo gitu, Non. Bibik kebelakang lagi ya. Eh ... tapi, Enon. Mau makan di sini apa di belakang, Non?" tanya bik Nanik sebelum pergi.
"Di belakang aja, Bik. Tapi, nanti. Setelah kak Malik selesai makan," tutur Naya.
"Oh, yaudah kalo gitu. Biar bibik siapkan juga di meja belakang ya, Non," ucap bik Nanik.
"Eh ... gak usah, bik. Biar nanti Naya ambil sendiri aja. Bibik makan aja duluan, setelah itu istirahat. Biar ini nanti Naya yang bereskan," terang Naya.
"Tapi, Non ... "
"Ehem ...." Malik berdehem saat baru turun dari kamarnya.
"Bibik ke belakang dulu ya, Non," lirih bik Nanik, setelah itu pergi.
"Kak Malik mau makan pakai apa? Sini biar Naya ambilkan," tawar Naya yang mengambil piring yang di pegang Malik.
"Terserah!" jawab Malik singkat.
Naya pun langsung mengambilkan nasi, sayur beserta lauk/pauknya.
"Segini cukup, Kak?" tanya Naya menunjukkan isi piring yang ia pegang.
"Hm."
Naya pun langsung meletakkan di meja di hadapan Malik.
"Makan!" Malik malah menyodorkan piring yang berisi itu kepada Naya.
"Loh, tapi itu ...."
"Loh, gak dengar! Gue suruh makan, ya makan!" seru Malik menyuruh memakan makanan yang diambilkan Naya.
"I-iya, kak." Naya pun mengambil piring itu. Dan ingin membawanya ke belakang.
"Loh, mau kemana? Duduk!" seru Malik yang menyuruh dia duduk. Satu meja makan dengannya.
"Ta-tapi, kak ...." Lagi-lagi Naya tidak bisa meneruskan ucapanya. Karena tatapan tajam Malik. Dia pun memilih duduk, untuk memakan makanan yang dia ambil tadi.
Sedangkan Malik mengambil makanannya sendiri.
Disela-sela makanya. Naya sesekali melirik ke arah Malik. Bingung, kenapa dengan sikap suaminya saat ini.
'Sepertinya suasana hati kak Malik saat ini tidak buruk. Apa hari ini saat yang tepat untuk aku ngomong ya?' batin Naya bermonolog sendiri.
Setelah selesai. Naya pun membersihkan meja makan terlebih dahulu. Sedangkan Malik sudah berada di atas kamarnya sedari tadi.
Dia pun mencuci piring kotor bekas makan mereka tadi. Setelah itu, Naya pun berinisiatif membuatkan hot coklat green tea untuk Malik. Sebagai pembuka untuk mengobrol dengan sang suami.
***
Di dalam kamar. Naya berjalan menuju arah balkon. Di mana sang suami berada, dengan membawa hot coklat green tea pastinya.
"Kak Malik, maaf ganggu. Ini Naya bawakan coklat green tea, biar agak rilex pikirannya. Diminum ya, kak. Mumpung masih panas ni." Naya menyodorkan segelas coklat drink itu.
"Loh, nyuruh gue minum minuman yang masih panas gitu, hah!" bentak Malik.
Seketika membuat tangan Naya gemetar, begitu juga dengan gelas yang ia pegang.
"Eh, maksud Naya hangat, Kak. Takutnya kalau sudah dingin gak enak," Naya berucap sebisa mungkin, menghilangkan rasa gugupnya.
Malik pun melirik Naya sekilas. Kemudian mengambil gelas itu dan meminumnya.
"Ngapain, lo masih disini?" tanya Malik, yang dari tadi jengah dengan kehadiran Naya yang tak kunjung pergi dari hadapannya.
"I-itu, Kak. Ada yang mau Naya omongi," ucap Naya sedikit gugup.
"Katakan!" tegas Malik.
"Em ... itu, Kak. Izini Naya sekolah lagi ya. Setidaknya sampai tamat SMA aja," ucap Naya cepat, setelah itu menundukkan kepalanya.
"Maksud, loh. Gue harus biarin lo tinggal dengan ibu lo gitu. Sampai lo tamat sekolah. Oh tidak ...!" seru Malik.
"Bu-bukan begitu, Kak. Setidaknya Naya bisa lanjuti sekolah di sini. Tidak perlu kakak mengeluarkan uang. Karena Naya bisa masuk dengan jalur beasiswa," terang Naya.
"Jadi, lo kira! Gue gak mampu gitu. Untuk nyekolahi, lo. Gini-gini, gue juga punya usaha sendiri ya," ucap Malik yang tidak terima. Dia kira, Naya merendahkannya.
"Bu-bukan gitu maksud Naya, kak," tutur Naya. Yang menepis segala prasangka buruk tentangnya.
"Bukan gitu! Jadi Apa?" tanya Malik tegas.
"Naya cuma gak mau, makin menambah hutang dengan keluarga kakak aja. Karena Naya belum tau, bagaimana caranya melunasi hutang-hutang kami," ucap Naya lirih.
"Emang itu yang gue mau, B*doh!" tukas Malik.
"Tapi sampai kapan, Kak!" Kali ini Naya sudah tidak bisa menahan emosinya.
"Sampai gue, Puas!" seru Malik dengan senyum devilnya.
Deg.
Seketika kristal bening pun keluar juga dari kelopak matanya, yang sudah tidak bisa terbendung lagi.
"Loh, udah lupa kata-kata gue kah waktu itu! Kalo gue gak suka ada orang nangis di hadapan gue!" ucap Malik mengingatkan.
Bersambung...