Sebuah kota kecil bernama Reynhaven, seorang pria ditemukan tewas di rumahnya, tepat lima menit sebelum tengah malam. Di pergelangan tangannya, ada tanda seperti lingkaran berwarna hitam yang terlihat seperti dibakar ke kulitnya. Polisi bingung, karena tidak ada tanda-tanda perlawanan atau masuk secara paksa. Ini adalah korban kedua dalam seminggu, hingga hal ini mulai membuat seluruh kota gempar dan mulai khawatir akan diri mereka.
Di lain sisi, Naya Vellin, seorang mantan detektif, hidup dalam keterasingan setelah sebuah kasus yang ia ambil telah gagal tiga tahun lalu hingga membuatnya merasa bersalah. Ketika kasus pembunuhan ini muncul, kepala kepolisian memohon pada Naya untuk kembali bekerja sama, karena keahliannya sangat diperlukan dalam kasus ini. Awalnya ia sangat ragu, hingga akhirnya ia pun menyetujuinya. Akan tetapi, dia tidak tahu bahwa kasus ini akan mengungkit masa lalunya yang telah lama dia coba lupakan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Wahida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penemuan di Tengah Malam
"Selamat malam, pemirsa. Sebuah kasus pembunuhan menggemparkan warga Reynhaven. Seorang korban ditemukan tewas di kediamannya bertepatan di ruang tamunya sendiri, tanpa meninggalkan jejak apapun yang mengarah pada pelaku. Hingga kini, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan intensif. Tidak ada tanda-tanda perlawanan atau bukti fisik yang ditemukan di lokasi kejadian, membuat kasus ini sedikit sulit untuk dipecahkan. Polisi meminta masyarakat yang memiliki informasi untuk segera melapor. Kami akan terus mengikuti perkembangan kasus ini. Tetaplah waspada dan jaga keamanan lingkungan Anda. Saya, Sienna Harlow, pamit. Selamat malam."
Dunia maya kini digemparkan dengan penemuan mayat yang ditemukan di sebuah apartemen korban. Korban ditemukan oleh sang istri yang baru saja pulang dari dinas luar negeri.
Kini, disekitar apartemen itu mulai dikelilingi oleh masyarakat yang tinggal di tempat yang sama. Berbagai tatapan yang tertuju pada korban dan juga keluarga korban.
Evan Sanders seorang detektif muda mulai memasuki kawasan tkp bersama dengan kepala detektif yaitu Owen Hernandes.
Sebelum kejadian berlangsung, Evan dan Owen tengah menikmati makan malam mereka bersama rekan-rekan lainnya. Malam ini, mereka bertugas untuk menjaga kawasan Reynhaven.
Reynhaven adalah sebuah kota kecil yang memiliki banyak penduduk. Kota ini sangat aman, damai, tentram, dan begitu indah. Hanya kejahatan kecil yang selalu terjadi disini. Tidak banyak kasus besar di kota ini.
Kini, kota Reynhaven kembali gempar seperti tiga tahun yang lalu. Walaupun bukan sejenis kasus yang sama, tetapi cukup membuat kegemparan di masyarakat Reynhaven.
"Ketua, hari ini kita makan apa?" tanya salah satu detektif yang bernama Rayyan.
"Apakah, hari ini anda yang akan mentraktir kami, ketua?" sahut yang lain.
"Hei bocah! Kalian ini!" tegur Owen ketua detektif distrik 16.
"Ayolah ketua, apa anda tidak merasa kasihan pada kami? Malam ini kita akan lembur. Agar tetap segar selama lembur, kami butuh asupan perut. Ayolah, ketua," bujuk Rayyan.
"Hahh, bocah ini. Ya sudah, pesan apapun yang kalian inginkan." Owen merasa tidak tega dengan anak buahnya ini. Melihat wajah mereka yang kegirangan karena di traktir makanan, membuat dirinya tersenyum bahagia.
Owen melihat kepada Evan. Evan Sanders, juniornya yang sangat terampil. Keterampilannya itu, membuat dia mengingatkan seorang rekan yang pernah bekerja sama dengannya tiga tahun yang lalu. Evan pria tampan dan sangat kaku. Dia tidak mampu untuk menyampaikan perasaannya.
"Evan, apa yang sedang kamu pikirkan?" Owen menepuk bahu Evan untuk menyadarkan lelaki itu dari lamunannya.
Evan kaget sejenak, lalu memperhatikan orang yang baru saja menepuk bahunya. "Ah, ketua. Tidak, saya tidak memikirkan apapun," jawabnya.
"Malam ini tidak perlu terlalu tegang. Malam ini akan sama seperti malam-malam biasanya. Ini bahkan sudah jam 23.30. Dan kita juga belum mendapatkan laporan apapun. Sama seperti biasanya, jadi jangan menghiraukan apapun. Kita bisa berganti-gantian berjaga malam ini. Tidak usah semuanya," ujar Owen menenangkan kegelisahan di raut wajah Evan.
"Tidak ketua. Saya tidak menghiraukan hal itu. Saya tahu, bahwa kota ini adalah kota yang aman. Hanya saja...."
"Hanya saja?" Owen mengerutkan dahinya.
"Apakah saya boleh menanyakan hal ini pada anda?" tanya Evan.
"Memang pertanyaan apa?"
"Siapa Naya Vellin?" tanya Evan.
Semua orang menghentikan aktivitasnya ketika mendengarkan nama Naya Vellin. Evan melihat rekan-rekannya. Inilah yang membuat Evan bingung. Ketika dia menyinggung nama Naya Vellin, wajah semua orang tiba-tiba tampak kaku.
"Haha, aku sudah pernah mengatakannya padamu. Naya Vellin adalah seniormu dulu," jawab Owen.
"Ya, saya tahu itu. Tapi...."
Ucapan Evan terhenti ketika Rayyan mengatakan pesanan mereka telah tiba. "Pesanan kita sudah sampai!" serunya disertai tawa nan canggung.
Evan memendam pertanyaannya kembali. Ia memilih untuk bergabung dengan rekan-rekannya yang lain. Bertanya pun tidak akan ada gunanya. Jika saja, dokumen tentang Naya Vellin masih ada di kantor ini, itu akan memudahkan dirinya.
Baru beberapa suap mie masuk kedalam mulut mereka. Sebuah panggilan telepon masuk mengabarkan terdapat mayat di sebuah apartemen.
Mereka terdiam sejenak dan saling memandang satu sama lain. Dan dengan sigap, Evan dan Owen langsung berdiri dari kursi mereka dan mengambil semua perlengkapan yang dibutuhkan. Dan segera berangkat menuju TKP.
Sesampainya mereka disana, Evan dan Owen turun dari mobil dan melihat TKP sudah dipenuhi oleh penghuni apartemen yang berbagai macam ekspresi. Mereka berdua masuk kedalam sembari menunjukkan ID mereka.
Seorang wanita yang terduduk ketakutan dan seorang mayat yang tergeletak di ruang tamu. Ahli forensik mulai mengambil semua bukti yang ada di rumah ini. Mereka berdua diberikan sebuah safety shoes untuk menghindari kerusakan TKP.
Evan melihat-lihat kedalam, sedangkan Owen menanyai aparat kepolisian yang berdiri didepan pintu.
Evan melihat mayat yang tergeletak di lantai yang dingin itu. Meneliti keseluruhan tubuh mayat dari atas sampai bawah. Ia mengerutkan dahinya. Terdapat keanehan pada mayat ini. Tidak ada tanda-tanda kekerasan pada tubuhnya.
"Mayat ini tidak terdapat tanda kekerasan yang menyebabkan kematian dari luar, apakah ini berasal dari dalam?" Evan bergumam sendiri.
"Apa yang kamu gumamkan anak muda?" sahut salah seorang ahli forensik yang tengah menyelidiki mayat itu.
"Tidak."
"Mm, Tuan Ranmor," panggil Evan.
"Ada apa?"
"Apakah korban ini adalah korban dari pembunuhan?" tanya Evan.
"Entahlah. Kami tidak bisa memberikan jawaban apapun sebelum melakukan autopsi pada mayat ini," jawabnya.
Evan menganggukkan kepalanya menyetujui perkataan Tuan Ranmor itu. Ia berjalan menghampiri Owen.
"Ketua, apa anda menemukan sesuatu?" tanya Evan.
"Ya, sedikit."
Evan mengerutkan dahinya. Dia menatap Owen meminta penjelasan yang lebih jelas.
"Maksudku, tidak banyak informasi yang aku dapatkan saat ini. Aku baru saja mewawancarai wanita yang terduduk itu. Rupanya, dia adalah pelapor sekaligus istri dari korban."
Mendengar hal itu, Evan terkejut dan terdiam sejenak. Menatap sang istri dan korban secara bergantian.
"Singkirkan pemikiran itu, Evan," tegur Owen tegas.
"Istrinya baru kembali dari dinas luar negeri. Ia baru tiba di rumahnya sekitar pukul 23.54. Dan disaat ia memasuki rumahnya, ia melihat tubuh suaminya yang tergeletak kaku. Laporannya satu menit setelah dia sampai kesini. 23.55," jelas Owen.
"Apakah anda sudah memeriksa CCTV di kawasan apartemen ini?" tanya Evan.
"Itulah yang membuat kita kesulitan saat ini. CCTV di sekitar kawasan apartemen sedang dalam perbaikan malam ini. Dan seluruh CCTV dari pintu masuk hingga lantai teratas dimatikan. Jadi, tidak ada bukti CCTV," jelas Owen sembari menggaruk kepalanya mulai kebingungan.
"Silahkan melihat-lihat Pak detektif. Kami akan kembali ke rumah sakit, dan segera memberikan laporan dari hasil autopsi secepatnya. Mayat akan segera dibawa lima menit lagi," jelas salah satu rekan wanita Tuan Ranmor.
Evan menganggukkan kepalanya. Ia kembali mendekati korban. Ia kembali meneliti satu persatu. Hingga akhirnya dia menemukan sesuatu. Evan mengeluarkan ponselnya dan mengambil gambar seluruh tubuh korban satu persatu.
"Kami akan membawa mayat ini ke rumah sakit. Mohon kerja samanya."
Evan mundur beberapa langkah dan membiarkan pihak rumah sakit untuk bekerja.
"Mari kita kembali, ketua. Ada sesuatu yang ingin saya katakan kepada anda."
......To be continue ......