"Putuskan anak saya sekarang juga! Saya sudah menyiapkan sosok laki-laki yang lebih pantas buat dia daripada kamu yang hanya seorang montir."
"Maaf Pak, tapi anak anda cintanya cuma saya."
Satya Biantara, seorang pria yang hanya bekerja sebagai montir tiba-tiba malah di buat jatuh cinta oleh seorang gadis dari keluarga kaya, dia lah Adhara Nayanika.
"Mas Bian, kita kawin lari aja yuk!"
"Nggak ah capek, enak sambil tiduran."
"Mas Biaaaaannn!!"
Follow IG : Atha_Jenn22
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atha Jenn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Beberapa hari telah berlalu, Bian pun melewati terapinya dengan baik dan selalu di dampingi Bhumi, Bapak dan Ibu di Jogja tidak di beri tahu karena permintaan dari Bian. Dia tidak ingin orangtuanya khawatir dan menyusulnya ke Jakarta.
Dhara pun menepati kata-katanya, gadis itu sama sekali tidak menemui Bian untuk beberapa hari terakhir ini. Dhara lebih fokus ke kuliahnya, gadis yang biasanya ceria itu kini menjadi lebih murung dan pendiam. Aletta yang melihat sahabatnya berubah banyak itu pun merasa kasihan.
"Ra...Mas Bian, udah bisa jalan meskipun harus pakai tongkat," ucap Aletta, Dhara yang sedang mencatat sejenak menghentikan aktifitasnya.
"Hmmm," hanya itu tanggapan Dhara, setiap Aletta memberi tahu kabar terkini tentang Bian, tanggapan Dhara hanya 'hmm' tak ada kata atau pertanyaan lain yang keluar dari mulut Dhara.
"Ra...lu serius berakhir begitu saja hubungan kalian yang baru mulai kemarin?" tanya Aletta.
Dhara menarik napas lalu membuangnya kasar, Dhara langsung menatap Aletta dengan tatapan tidak suka.
"Ta, please. Gue nggak mau tahu apa-apa lagi tentang pria itu, jadi tolong ya Ta, cukup info dari lu tentang pria itu. Gue capek Ta, capek banget."
Setelah mengatakan itu, Dhara langsung berdiri dan hendak meninggalkan Aletta, saat mau melangkahkan kakinya Dhara tiba-tiba mematung, dia melihat sosok pria yang beberapa hari ini ingin ia hindari itu.
Ya, Bian nekat ingin menemui Dhara. Pria itu memohon-mohon pada Bhumi untuk mengantarnya. Bhumi yang tadinya kekeh tidak mau pun akhirnya luluh juga.
"Dhara..."
Bian menatap Dhara dengan tatapan penuh kerinduan, Dhara mengepalkan tangannya, Dhara berjalan ke arah Bian, Bian sendiri sudah tersenyum saat melihat Dhara, tapi siapa sangka Dhara hanya melewati Bian begitu saja tanpa ada menyapa atau apapun itu.
Dhara seolah-olah tak pernah mengenal sosok Bian. Bian menatap punggung Dhara yang menjauh. Bhumi yang melihat temannya di abaikan itu tidak terima, Bhumi mencekal tangan Dhara. Dhara langsung berhenti dan menatap Bhumi dengan tatapan datar.
"Lu nggak lihat Satya dengan susah payah kesini hanya untuk menemui li, dan lu dengan seenaknya pergi begitu saja tanpa sepatah kata." Bhumi sebisa mungkin menahan emosinya.
"Apa gue nyuruh dia datang kesini? Nggak kan. Lalu apa masalahnya? Kan bukan gue yang meminta."
"LU...'
"Udah Bhum, hak dia juga kalau tidak mau nemuin gue, salah gue juga sih. Ya udah pulang aja yuk Bhum," ajak Bian.
Sementara itu Arsen sedang berjalan mendekat ke arah Dhara.
"Udah kan sayang? Saatnya pulang kan?"
Dhara hanya mengangguk, wanita itu berjalan bersisian dengan Arsen.
"Eh iya, besok acara tunangan gue dengan Dhara, gue harap kalian mau datang ya, terutama lu." ucap Arsen, dis ingin menunjukkan kalau dirinya tetap yang akan jadi pemenangnya.
Dhara mengepalkan tangannya, dia benci harus melihat tatapan sedih di mata Bian.
"Kalau lu masih mau di sini, gue pulang duluan."
'Sabar dong sayang, aku kan mau nunjukin sama mantan pacar kamu yang pincang itu bahwa..."
Plaaakkk!! Dengan tangan gemetar Dhara menampar pipi Arsen dengan kencang.
"Sekali lagi mulutmu itu berbicara tanpa adanya filter, gue nggak akan segan merobek itu dengan tangan ku sendiri," ancam Dhara.
Arsen seketika terdiam, Bian yang melihat itu menyunggingkan sedikit bibirnya. Bian tahu se cuek-cueknya Dhara, tidak akan mudah membuat hatinya berpaling secepat itu.
Dhara lalu berjalan terlebih dahulu. Dhara ingin menyendiri sejenak untuk menata hatinya yng terasa sangat tidak nyaman ini. Dhara memilih menuju danau buatan yang terletak di kampus itu.
Tanpa ada orang yang tahu, Dhara menangis dalam diamnya, Dhara memukul dadanya yang terasa sesak itu. Sekalinya merasakan jatuh cinta tapi harus kembali di patahkan dengan permintaan gila sang Papa.
Dhara melakukan ini karena tak mau Bian di celakai oleh sang Papa. Dhara sakit dan sedih saat melihat Bian dengan kondisi seperti tadi. Ingin rasanya Dhara berlari dan memeluk BIan dengan erat, tapi apalah daya semuanya telah berlalu begitu saja.
Setelah puas meluapkan kesedihannya Dhara pun memilih pulang sendiri, ponselnya ia nonaktifkan sebab Dhara sedang tidak ingin di ganggu sama sekali.
Siapa sangka sampai di rumah Dhara sudah di sambut dengan tatapan tajam sang Papa. Dhara meyakini kalau Arsen sudah mengadu pada sang Papa.
"Dhara kesini kamu!" titah sang Papa.
Dengan langkah malas pun Dhara berjalan ke arah Papanya.
"Kenapa Pa? Arsen ngadu ke Papa kalau udah aku tampar?" tanya Dhara dengan suara yang begitu tenang.
"Siapa yang ngajarin kamu jadi kasar ini Dhara? Apa pacar kamu yang kemarin itu yang ngajarin kamu jadi kayak gini?" Tanya Dhanu dengan emosi yang ia tahan-tahan.
"Kenapa Papa harus bawa-bawa Mas Bian, Mas BIan nggak ada sangkut pautnya dengan sifatku yang jadi seperti ini. Asal Papa tahu, Dhara begini juga karena Papa."
Tanpa menjelaskan apa-apa lagi, Dhara langsung berlalu begitu saja. Dari belakang sang Mama membawakan sesuatu untuk diberikan pada Dhara.
"Sayang boleh Mama ikut masuk?" tanya Risa pada anak gadisnya yang ternyata telah mengunci kamarnya.
Ceklek, pintu pun terbuka menampilkan Dhara dengan kondisi yang begitu acak-acakan.
"Mama mau apa?"
"Apa kamu bakal tetep menerima pertunangan dengan Arsen sayang?"
Dhara terdiam sejenak, "Kalau aku nggak nerima, Dhara takut kalau Papa bakal ngulang mencelakai Mas Bian lagi Ma," jawab Dhara jujur, wanita itu takut sang Papa bakal nekat untuk kedua kali lagi.
"Mama yakin setelah ini Papa tidak akan berani menggangu kamu lagi."
"Mama punya rencana apa?"
"Ada, nanti pokoknya pas setelah selesai acara, kamu harus ikut bersama."
"Dhara nggak mau Ma kalau terlalu ekstrem," tolak Dhara, padahal wanita itu belum tahu rencana apa yang akan di lakukan sang Mama.
"Kamu tenang aja, ini juga ngasih pelajaran untuk Papa kamu agar tak seenaknya sendiri, dulu Kakak kamu dan sekarang gantian kamu. Mama rasanya sudah sampai berbusa untuk memberi tahu Papa kamu, tapi memang dasarnya jiwa kalian tuh sama."
"Dhara ngikut Mama aja lah. Enaknya gimana? " putus Dhara kemudian.
Sementara itu Bian dengan tatapan kosong langsung Merebahkan tubuhnya diatas sofa.
"Udahlah nggak usah lu renungi dalam-dalam. gue yakin kalau nanti lu bakal dapat yang kayak Dhara. Percayalah."
"Harusnya gue nggak nyerah Bhum, gue sama Dhara harusnya membutuhkan dukungan satu sama lain, demi merobohkan kerasnya hati dan pikiran sang Papa. Gue harus yakinin Papanya Dhara, kalau kita memang pantas bersama," ucap Bian dengan pikiran yang begitu penuh.
/Sob//Sob/