Quinevere King Neutron, putri Nathan Ace Neutron bersama dengan Clementine Elouise King, kini sudah tumbuh menjadi seorang gadis dengan kepribadian yang kuat. Tak hanya menjadi putri seorang mantan mafia, tapi ia juga menjadi cucu angkat dari mafia bernama Bone. Hidup yang lebih dari cukup, tak membuatnya sombong, justru ia hidup mandiri dengan menyembunyikan asal usulnya. Quin tak pernah takut apapun karena ia sudah banyak belajar dari pengalaman kedua orang tuanya. Ia tak ingin menjadi pribadi yang lemah, apalagi lemah hanya karena cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pansy Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERSIAPLAH, INI BARU AWAL
Anjloknya saham Perusahaan Keluarga Bush, membuat mereka pun mengakhiri acara resepsi pernikahan Elon dan Gisella lebih cepat dari waktu yang seharusnya. George pun langsung bergegas menuju ke perusahaan, Anya pulang ke mansion keluarga mereka, sementara Elon dan Gisella berada di dalam kamar hotel yang memang disiapkan untuk mereka berdua sebagai sepasang pengantin.
Kini, George dan asistennya telah berada di dalam ruang kerja mereka di Perusahaan Bush. Waktu sudah melewati tengah malam dan dari wajah mereka tampak kelelahan yang amat sangat.
“Apa yang sebenarnya terjadi, Bill?” tanya George.
“Saya juga tidak tahu, Tuan. Semua terjadi begitu tiba-tiba,” jawab Bill.
Memang tak ada angin, tak ada hujan, saham Perusahaan Keluarga Bush tiba-tiba saja anjlok drastis, padahal satu bulan sebelumnya, mereka baru saja mendapatkan investor, bahkan akan segera menjalankan proyek bersama.
“Panggil semua staf bagian keuangan dan juga staf IT. Saya ingin mereka berada di sini sekarang!” perintah George pada Bill. George menyalakan komputer yang ada di atas meja kerjanya.
“T-ta-tapi Tuan, sekarang sudah tengah malam. Mereka semua pasti sudah beristirahat.”
“Saya tidak mau tahu!! Minta mereka datang atau mereka harus siap dengan surat pemberhentian!” ancam George dengan raut kemarahan yang tercetak jelas di wajahnya.
“T-ta-tapi …,” Bill masih bingung dengan apa yang harus ia lakukan.
“Cepat! Atau kamu juga mau saya pecat hah!!”
Bill bergegas keluar dari ruangan. Ia melihat ke arah jam di pergelangan tangannya, kemudian menarik nafas panjang untuk menenangkan diri. Ia melihat ke arah pintu di belakangnya, di mana atasannya berada.
Apa yang harus aku lakukan? - batin Bill karena ia yakin tak akan ada yang menjawab panggilan telepon darinya.
Pada akhirnya, ia berlama-lama di luar ruangan. Ia akan beralasan kalau dirinya berusaha menghubungi para staf yang diperlukan atasannya itu. Bill menghela nafasnya beberapa kali, lalu setelah tiga puluh menit, ia pun kembali ke dalam ruangan.
“Kamu sudah menghubungi mereka semua?!” tanya George dengan suara keras dan mata yang gerus menatap ke arah layar komputer.
“Su-sudah, Tuan,” bohong Bill.
George pun akhirnya lebih tenang dan terus menatap layar komputer di hadapannya. Bill yang sebenarnya sudah lelah, karena bekerja dari pagi, padahal ini adalah hari liburnya, mencoba terus untuk tak terpejam. Hingga tubuhnya tersentak kaget dan jiwanya seakan ingin keluar dari raganya saat George menggebrak meja.
Brakkk
“Siallannn!!! Ada apa sebenarnya ini?!” teriak George, “mengapa masih saja terus turun!”
Mata George menatap nyalang ke arah Bill, “mana staf IT dan keuangan yang kamu hubungi? Apa mereka mau perusahaan ini hancur? Mereka akan kehilangan pekerjaan!!”
Deggggh
Sesaat terdiam, Bill baru tersadar bahwa apa yang ia telah lakukan, bisa saja membuatnya kehilangan pekerjaan. Di dalam pikirannya, terbayang cicilannya yang masih harus ia bayarkan, terutama mobil dan rumah. Namun, bentakan dan makian yang keluar dari mulut atasannya, membuatnya tak ingin membantu sama sekali.
“Brengggsekkkk!!” teriak George sekali lagi dengan suara kencang sambil menggebrak meja kerjanya, lalu menyapu beberapa barang di atas meja dengan kasar hingga berjatuhan di lantai.
***
“Apa itu benar?” Rea yang masih setia menonton resepsi pernikahan Elon dan Gisella melalui layar televisi, langsung mengambil ponselnya.
Dengan menggunakan aplikasi pencarian, ia mulai mencari berita terpanass malam ini. Matanya membulat dan mulutnya sedikit menganga, ternyata benar bahwa saham Perusahaan Bush turun dengan sangat cepat.
Tanpa Rea sadari, terbentuk lengkungan di wajahnya. Ia tersenyum menikmati apa yang terjadi pada Keluarga Bush. Ia pun pada akhirnya tertawa dengan rasa senang di dalam daddanya. Hal itu membuat Quin yang mengantuk dan sedang tidur di sofa pun akhirnya terbangun.
“Ada apa, Re? Apa yang kamu tertawakan?” tanya Quin dengan suara yang pelan.
Quin menyipitkan matanya dan berusaha melihat ke arah jam dinding untuk memastikan jam berapa sekarang.
Rea masih melihat ke arah ponsel dan bahkan ia terus saja tersenyum sambil membaca sebuah portal berita yang menampilkan wajah Keluarga Bush.
“Re!”
“Eh, Quin. Kamu bangun?” tanya Rea.
“Hmm … apa yang kamu tertawakan?” tanya Quin sekali lagi.
“Lihat ini,” Rea memberikan ponselnya pada Quin. Ia membiarkan Quin membacanya sendiri.
“Bagaimana bisa?” tanya Quin. Ia juga tak menyangka bahwa saham Perusahaan Bush bisa anjlok dalam satu malam saja, padahal perusahaan tersebut baru saja digadang-gadang sebagai salah satu perusahaan yang akan mengalami kemajuan pesat.
“Tuhan tidak tidur, Quin. Ternyata niat buruk Nyonya Bush padamu, dibayar kontan dengan menghancurkan perusahaan keluarganya,” kata Rea dengan tatapan bahagia.
Quin tampak diam dan berpikir. Ia bukan orang bodoh yang bisa percaya bahwa ada sesuatu yang kebetulan. Ia yakin ada sesuatu yang menyebabkan Perusahaan Bush mengalami hal ini, tapi ia belum tahu apa.
***
Sementara itu di tempat lain,
“Nikmati kehancuranmu, George Bush. Aku tak akan terus berdiam diri saat kamu menghancurkan keluargaku.”
Seorang pria dengan pakaian santai, memasuki ruang kerja atasannya. Baru saja ia ingin bicara, sebuah kalimat keluar dari bibir atasannya.
“Awasi terus gerak-geriknya dan beli semua saham miliknya yang ada di pasaran. Aku yakin para pemegang saham akan dengan mudah menjualnya pada kita sekarang.”
“Kamu yakin?”
“Aku yakin.”
“Baiklah kalau kamu yakin. Aku hanya tak ingin kamu bertindak gegabah.”
“Aku sudah menunggu ini selama bertahun-tahun, Steve. Aku tak akan menunggu lagi.”
“Aku tahu, Fox.”
Steve tahu bagaimana Fox melewati hidup setelah kepergian kedua orang tuanya yang begitu mendadak. Untung saja saat itu Fox masih memiliki Grandpa dan Grandma. Namun, kejadian buruk kembali terjadi, hingga Fox kembali kehilangan Grandpa-nya dalam sebuah kebakaran.
Steve menatap Fox sesaat sebelum ia keluar dari ruangan tersebut. Steve adalah satu-satunya sahabat yang berada di sisi Fox saat yang lain meninggalkannya.
Fox kembali menatap pemandangan kota di tengah malam itu. Mungkin sudah banyak orang yang terlelap, tapi tidak dengan dirinya. Ia harus memastikan bahwa Keluarga Bush mendapatkan kesakitan, melebihi yang dialami keluarganya. Ini baru awal, dan Fox akan memastikan setiap anggota Keluarga Bush mendapatkannya.
Bersiaplah, ini baru awal dan aku tak akan membiarkan kalian hidup dengan tenang. - batin Fox.
🌹🌹🌹