(INI KISAH ZAMAN DULU DIPADUKAN DENGAN ZAMAN SEKARANG YA)
"Emak sama Bapak sudah memutuskan jika kamu akan menikah satu bulan lagi dengan laki-laki pilihan Bapak kamu, Niah," Aku lantas kaget mendengar ucapan Emak yang tidak biasa ini.
"Menikah Mak?" Emak lantas menganggukkan kepalanya.
"Tapi umurku masih kecil Mak, mana mungkin aku menikah di umur segini. Dimana teman-temanku masih bermain dengan yang lainnya sedangkan aku harus menikah?" Ku tatap mata Emak dengan sendu. Jujur saja belum ada di dalam pikiranku untuk menikah apalagi d umur yang masih dikatakan baru remaja ini.
"Kamu itu sudah besar Niah, bahkan kamu saja sudah datang bulan. Makanya Bapak dan Emak memutuskan agar kamu menikah saja. Lagian kamu juga tidak sekolah, jadi tidak ada masalahnya jika kamu menikah sekarang. Menikah nanti pun tidak akan ada bedanya dengan sekarang karena, sama-sama menikah saja akhirnya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indah Yuliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 13
ISTRI 13 TAHUN
13
Mendengar ucapan ayahnya, Pajajar hanya bisa terdiam menganggukkan kepala. Walaupun dia sebenarnya ingin sekali menjawab, tapi rasanya tidak etis membantah orangtua saat acara seperti ini. Walaupun yang Hendro katakan ada benarnya. Dimata Pajajar, gadis itu terlihat seperti anak ingusan yang lugu.
"Iya yang Ayah katakan itu benar Nak, kamu jangan melihat dari usia saja. Banyak perempuan yang menikah diusia muda dan itu tidak menjadi penghambat dalam hubungan. Asal suaminya mau menuntun juga membimbingnya dengan baik." Rosiati menambahkan. Sedangkan Maimun dan Rijali menganggukkan kepalanya setuju dengan penjelasan calon besannya.
Jaka sebagai anak pertama hanya bisa menahan mulutnya agar tidak terlalu ikut campur dan banyak bicara, bagaimanapun dia tau pasti Ibu dan Ayahnya sudah memikirkan hal ini dengan matang sebelum bertindak.
Sedangkan Mulyo, dia tidak hentinya melihat pada Suniah dan Kasiah. Merasa iba dan juga aneh dengan orangtua dari gadis itu. Dipikiran Mulyo terbesit kemungkinan yang pasti tentang alasan gadis sekecil itu untuk menikah. Tentunya karena orangtua, lalu karena kemiskinan. Tetapi Mulyo tidak punya hak untuk menghakimi, atau menentang semua ini. Karena bukan dia yang akan dinikahkan, melainkan Mas Jaja.
Sedangkan Suniah merasa semakin tidak nyaman karena respon yang diberikan oleh calon suaminya terlihat sangat tidak terima. Seolah tidak menginginkan dirinya menjadi istri, dalam hal ini sejak awal Suniah sudah membatasi diri agar tidak terlalu berangan-angan tinggi. Namun ternyata walaupun sudah mempersiapkan diri disaat kenyataan itu datang tetap saja luka kecil tetap terasa pedih. Padahal tadi dia sempat senang karena calon suaminya ternyata begitu tampan.
Kasiah yang berada di samping kakaknya pun turut merasakan hal itu, mereka yang awalnya ceria saja. Kini terlihat sedikit tersudut.
"Suniah adalah anak penurut, dia juga pandai dalam pekerjaan rumah. Bapak yakin, Nak Pajajar, anak gadis Bapak ini bisa menjadi istri yang baik. Usia hanyalah angka, bukankah syarat untuk menikah adalah baligh berakal?" Rijali mencoba ikut menjelaskan. Yang di sambut anggukan kepala oleh keluarga Hendro.
"Kalau begitu, izinkan saya dan Suniah untuk berbicara sebentar Pak. Apa bisa?" Pajajar membuat semua mata yang berada di rumah itu melihat kearahnya. Suniah yang sudah tertunduk lesu pun ikut mendongakkan wajahnya.
"Hari sudah malam Pajajar, ini kampung loh
Tidak baik, walaupun kamu akan menjadi suaminya." tegur Hendro, dia tidak ingin membuat keluarga Rijali jadi bahan pembicaraan buruk di kampung.
"Betul apa yang Hendro katakan, tapi jika kamu mau kalian bisa mengobrol di halaman belakang." ujar Rijali lalu mengisyaratkan pada Suniah agar menunjukkan jalan ke belakang pada Pajajar.
"Jangan lakukan hal buruk Pajajar, Ayah tidak mau pernikahan ini batal. Mengerti!?" Bisik Hendro sebelum Pajajar berdiri dan akhirnya mengikuti langkah Suniah.
Lewat pintu belakang, Pajajar dan Suniah menghirup udara malam yang sejuk. Sambil berdiri berdampingan dengan jarak tiga langkah. Tidak ada yang bisa dilihat malam hari, hanya bisa melihat Suniah yang tingginya sedada Pajajar, disinari oleh lampu kuning temaram.
"Saya tidak bisa menolak perjodohan ini. Saya harap kamu mempersiapkan diri, Suniah. Karena nanti setelah menikah banyak hal yang harus kamu pelajari agar bisa menyeimbangi saya." Pajajar tau, tidak ada gunanya menanyakan kesiapan gadis ini untuk menikah. Karena sudah pasti belum, terlihat dari fisiknya.
Suniah menundukkan kepalanya, dia tidak berani menatap Pajajar. "Baik."
Suniah juga bingung harus memanggil Pajajar dengan sebutan apa, lantaran dirinya terlanjur merasa tidak enak hati. Setelah mengatakan hal itu, Pajajar langsung masuk ke dalam rumah kecil itu lagi, diikuti oleh Suniah dibelakangnya. Kembali ketempat duduk semula.
"Kamu tidak mengatakan hal buruk padanya bukan?" bisik Hendro pada anaknya itu.
Pajajar hanya menggelengkan kepalanya. "Tidak Ayah,"
TBC