NovelToon NovelToon
Dosa Dibalik Kebangkitan

Dosa Dibalik Kebangkitan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama / Kutukan / Fantasi Wanita / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:960
Nilai: 5
Nama Author: Wati Atmaja

Di sebuah negeri yang dilupakan waktu, seorang jenderal perang legendaris bernama Kaelan dikutuk untuk tidur abadi di bawah reruntuhan kerajaannya. Kutukan itu adalah hukuman atas dosa-dosa yang dilakukannya selama perang berdarah yang menghancurkan negeri tersebut. Hanya seorang gadis dengan hati yang murni dan jiwa yang tak ternoda yang dapat membangkitkannya, tetapi kebangkitannya membawa konsekuensi yang belum pernah terbayangkan.
Rhea, seorang gadis desa yang sederhana, hidup tenang di pinggiran hutan hingga ia menemukan sebuah gua misterius saat mencari obat-obatan herbal. Tanpa sengaja, ia membangunkan roh Kaelan dengan darahnya yang murni.
Di antara mereka terjalin hubungan kompleks—antara rasa takut, rasa bersalah, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan. Rhea harus memutuskan apakah ia akan membantu atau tidak.
"Dalam perjuangan antara dosa dan penebusan, mungkinkah cinta menjadi penyelamat atau justru penghancur segalanya?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wati Atmaja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gerbang yang Terbuka

Di tengah malam yang pekat, bulan purnama menggantung tinggi di langit, memancarkan cahaya pucat yang menyusup melalui celah-celah dedaunan lebat. Hutan itu sunyi, hanya terdengar desau angin yang lembut, seakan menjadi saksi bisu dari apa yang akan terjadi.

Di sebuah tempat terpencil jauh dari peradaban, kelompok orde Cahaya biru berkumpul dalam ritual rahasia.Mereka melakukan ritual untuk bertemu Kaelan. Lingkaran besar tergambar di tanah dengan campuran kapur putih dan darah hewan suci. Simbol-simbol kuno berkilauan aneh di bawah cahaya lilin yang bergetar tertiup angin malam. Udara dingin menggigit kulit, membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan daun-daun yang mulai membusuk.

Di dalam lingkaran itu, para Druid berdiri dengan pakaian serba putih, memegang cabang pohon ek adalah lambang kekuatan dan kebijaksanaan. Rambut mereka terurai, berkibar lembut tertiup angin. Di sekeliling lingkaran, sepuluh pendukung Kaelan, mengenakan jubah hitam dengan tudung yang menutupi wajah, berdiri dalam keheningan. Di tangan mereka tergenggam artefak kuno: pedang kecil, cawan berisi cairan merah, dan sebuah kitab tua yang usang.

Pemimpin mereka, seorang pria tua dengan janggut panjang abu-abu, berdiri di tengah lingkaran. Di tangannya terdapat tongkat kayu dengan ukiran simbol Kaelan di ujungnya. Suaranya bergetar namun penuh wibawa saat dia memulai ritual.

“Malam ini adalah malam yang telah diramalkan. Kaelan, jiwa agung yang direnggut dari kami, akan bangkit kembali. Portal ini akan menjadi jalan menuju istana Kaelan yang tersembunyi dari mata dunia. Bersiaplah, saudara-saudaraku. Kita memanggilnya dengan hati penuh keyakinan!”

Para pendukung mengangguk dengan tenang, meskipun beberapa di antaranya tampak ragu. Salah satu dari mereka, seorang pria muda dengan suara bergetar, memberanikan diri untuk berbicara.

“Apakah benar dia akan kembali? Kaelan... dia legenda. Bagaimana jika ini hanya cerita belaka?”

Pemimpin itu menatap tajam, matanya menyala dengan kemarahan. “Diam! Kaelan adalah harapan kita. Jiwa agungnya akan membimbing kita menuju keadilan dan kemenangan. Jika kau ragu, kau tak layak berada di sini.”

Pria muda itu tertunduk, tidak lagi berani membantah. Yang lain mengangguk penuh keyakinan.

“Kita semua percaya, Pemimpin. Mulailah ritual. Kaelan menunggu panggilan kita,” salah seorang anggota berkata dengan mantap.

Pemimpin itu mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi, simbol Kaelan bersinar di bawah cahaya lilin. “Bagus. Semua bersiap. Berdiri di tempatmu dan ulangi mantranya. Kita harus menyatukan kekuatan kita!”

Lantunan mantra dalam bahasa kuno mulai terdengar. Suara mereka berpadu, menciptakan harmoni yang menggema di seluruh hutan. Kata-kata itu seakan membelah keheningan malam, membawa getaran yang terasa hingga ke tulang. Angin bertiup semakin kencang, menggoyangkan pepohonan di sekitarnya.

Di tengah lingkaran, tanah mulai bergetar. Retakan kecil muncul, memancarkan cahaya biru yang semakin terang. Api lilin menari-nari liar, seolah tersentak oleh kekuatan yang sedang dibangkitkan. Perlahan, sebuah pusaran cahaya terbentuk di tengah lingkaran. Portal itu berwarna biru kehijauan, berputar seperti pusaran air yang tiada henti.

“Itu… itu portalnya! Istana Kaelan berada di baliknya, bukan?” salah satu anggota berbisik dengan nada kagum bercampur ketakutan.

Pemimpin itu tersenyum penuh kemenangan. “Benar. Istana Kaelan menunggu kita. Hanya mereka yang setia yang akan melangkah melaluinya. Bersiaplah, perjalanan ini berbahaya, tapi Kaelan menunggu di ujung sana!”

Anggota lain menunduk hormat ke arah portal. “Demi Kaelan, demi takdir, kami akan melangkah.”

Satu per satu mereka mendekati pusaran bercahaya, langkah mereka mantap meski ketakutan mengintai di hati. Dengan keyakinan penuh, mereka melangkah memasuki portal, meninggalkan dunia ini menuju takdir besar yang telah lama diramalkan.

Namun, di balik kabut portal itu, sesuatu yang jauh lebih besar dari apa yang mereka bayangkan menanti. Keajaiban, bahaya, dan kebenaran yang selama ini tersembunyi akan segera terungkap.

Cahaya portal perlahan memudar ketika langkah terakhir dari kelompok itu mencapai sisi lain. Mereka mendapati diri berada di sebuah halaman luas yang dipenuhi puing-puing dan rumput liar. Di hadapan mereka berdiri sebuah istana yang megah namun terlantar, bayangannya menjulang gelap di bawah langit berbintang.

Menara-menara tinggi yang dahulu mungkin mengagumkan kini ditutupi lumut, dan dinding-dinding marmernya terlihat retak dan kusam. Gerbang besi besar yang menganga berderit pelan, seolah menyambut kedatangan mereka dengan rasa waspada. Angin malam membawa aroma debu dan dedaunan busuk, mengisyaratkan tempat ini telah lama ditinggalkan.

Pemimpin ritual berhenti sejenak, menatap istana dengan mata penuh harap. "Inilah istana Kaelan. Rumah bagi jiwa agung yang telah lama hilang dari dunia kita," ujarnya dengan suara bergetar.

Para pendukung melangkah perlahan ke halaman, melewati patung-patung batu yang retak dan terbelah. Patung-patung itu, yang dulunya mungkin gagah, kini tampak seperti bayangan dari kejayaan masa lalu. Di antara mereka, seorang pria muda berbicara dengan ragu.

“Tempat ini... apakah Kaelan benar-benar ada di sini? Terlihat seperti telah lama ditinggalkan.” kata salah satu pengikut.

Pemimpin itu menoleh tajam. “Hati-hati dengan ucapanmu. Tempat ini adalah saksi kejayaan Kaelan. Meskipun ia tampak terabaikan, kekuatannya tetap hidup di dalamnya. Ayo, kita masuk.”

Mereka melewati pintu gerbang utama yang besar dan berat, menyingkap interior istana yang gelap. Dinding-dindingnya dihiasi lukisan usang, menampilkan sosok Kaelan dalam berbagai momen heroik. Namun, lukisan itu terkelupas, dan debu menutupi hampir setiap sudut ruangan. Lantainya, yang terbuat dari marmer hitam, memantulkan cahaya samar dari obor yang mereka bawa.

Mereka menyusuri lorong panjang, gema langkah kaki mereka menjadi satu-satunya suara di tempat itu. Sesekali, angin malam yang masuk melalui celah-celah dinding membuat tirai usang berkibar pelan. Semua terasa sunyi, namun ada rasa kehadiran yang membuat jantung mereka berdetak lebih cepat.

Di ujung lorong, mereka menemukan pintu kayu besar yang terlihat masih kokoh, berbeda dengan kondisi istana yang lain. Lambang Kaelan terukir di permukaannya, memancarkan aura yang misterius.

“Di sini,” bisik pemimpin ritual.

“Kaelan menunggu kita di balik pintu ini.” kata pemimpin ritual dengan penuh semangat.

Dengan penuh keyakinan, dia mendorong pintu itu. Engselnya berderit keras, membuka pemandangan yang tidak mereka duga.

Ruangan itu adalah kamar tidur luas dengan langit-langit tinggi yang dihiasi ukiran rumit. Meski megah, ruangan itu tampak suram, dengan perabotan yang berlapis debu dan kain tirai yang robek. Debu itu tidak terlalu tebal, seperti sudah di bersihkan sebagian. Di tengah ruangan, terdapat sebuah tempat tidur besar berkanopi, dan di atasnya duduk seorang pria.

Pemimpin ritual membungkuk dalam-dalam. “Kaelan! Kami telah memanggilmu, jiwa agung. Kami datang untuk membawamu kembali ke dunia, untuk memimpin kami menuju kemenangan.”

1
seftiningseh@gmail.com
menurut aku episode satu di novel ini sangat bagus aku tarik baru baca sedikit menurut aku pribadi novel ini memiliki sedikit nuansa fantasi
semangat terus yaa berkarya
oh iya jangan lupa dukung karya aku di novel istri kecil tuan mafia yaa makasih
Wati Atmaja: terima kasih ya komentarnya.Aku makin semangat.
total 1 replies
Subaru Sumeragi
Begitu terobsesi sama cerita ini, sampai lahap ngelusin buku dari layar!
Wati Atmaja: makasih kaka. tambah semangat nulis cerita ya
total 1 replies
naruto🍓
Penulis berhasil menghadirkan dunia yang hidup dan nyata.
Wati Atmaja: terima kasih atas komentarnya /Heart/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!