Tampan, kaya, pintar, karismatik mendarah daging pada diri Lumi. Kehidupan Lumi begitu sempurna yang membuat orang-orang iri pada kehidupannya.
Hingga suatu hari Lumi mengalami kecelakaan yang membuat hidupnya berada ditengah garis sial atau beruntung?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mesta Suntana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10 - Penerimaan yang tidak mudah
" Namanya Lana Persephone, Dia akan menjadi asisten pribadi Tuan di rumah ini. " Rangkul ke dua tangan Bu Sri pada pundak Lana.
Lana hanya berdiri tegap menghadap Lumi. Terlihat jelas Lumi sedikit bingung. Kerutan tipis di dahinya menandakan Dia tidak senang. Matanya masih menatap Lana tanpa ekspresi. Lumi berdiri dan segera meninggalkan mereka berdua. Bu Sri merasa kecewa pada sikap Lumi.
" Sebentar Lana, saya akan membicarakan ini dengan Tuan. " Bu Sri dengan cepat menghampiri Lumi yang pergi begitu saja.
Lana menghembuskan nafas pelan.
"Sepertinya ini akan sulit. "
......................
" Bekerja? " Lana terkejut dengan tawaran Bu Sri.
" Bekerja apa? apa yang bisa saya isi di rumah ini? " tanya Lana kembali.
" Kamu akan Ibu pekerjakan sebagai asisten pribadi Tuan, tapi untuk di rumah saja. "
" Asisten lama Tuan sudah meninggal sejak lama, dan kami belum menemukan penggantinya. " Wajah Bu Sri sedikit sedih.
" Ibu sudah tua tidak mampu mengatur pekerjaan rumah dan keperluan Tuan sekarang. " Lanjutnya.
" Ibu harap kamu mau menerima pekerjaan ini, mungkin akan sulit tapi sepertinya kamu cocok dalam hal ini. Kamu bisa tinggal di rumah ini selama bekerja, makanan pun sudah tersedia dan pekerjaan ini tidak begitu terlalu mengganggu kuliah mu. " Bujuk Bu Sri.
Lana sedikit ragu, tapi dengan cepat tangan Bu Sri memegang erat tangan Lana.
" Gajinya juga cukup besar, dan cukup memenuhi kehidupan mu Nak. " Bu Sri mencoba meyakinkan.
Mata Lana yang layu akan keraguan, kini mulai segar mata itu begitu terbuka.
" Saya mau. " Bu Sri tersenyum dan mengelus pundak Lana.
" Kalau begitu besok kau segera berkemas, karena besok adalah hari pertama mu bekerja. "
......................
" Lumi ayo kita bicarakan hal ini "
" Bukankah hal ini tidak perlu di bicarakan lagi. " Ucap Lumi dingin.
Bu Sri kini berada di belakang Lumi. Lumi hanya terdiam menghadap jendela. Mereka kini sedang berbincang di ruang pribadi atau kerja Lumi. Tubuhnya yang tinggi dan kokoh itu membuat Bu Sri kesulitan mendekati Lumi. Tubuh tinggi itu memberi efek bayangan gelap di ruangan yang remang cahaya itu.
" Ayo Lumi Bu Sri tidak bisa mengurus semua ini sendiri, dan bukalah sedikit pintu pada hatimu nak " Bu Sri mencoba membujuk Lumi dengan nadanya yang begitu mengkhawatirkan Lumi.
" Aku tidak butuh itu, biarkan aku mengurus diriku sendiri. " Suara Lumi yang deep begitu membuat hati Bu Sri berdenyut nyeri. Tolakan itu terdengar begitu dalam dan memiliki alasan di dalamnya. Itulah Bu Sri tidak ingin Lumi berdiri sendiri.
" Bu Sri tidak bisa melakukan hal itu, membiarkan Tuan berdiri sendiri dalam kegelapan. Itu tidak bisa saya lakukan. " Bu Sri bertekad pada apa yang Dia ucapkan.
" Harus ada yang selalu menemanimu ketika kau sudah dari tempat gelap itu. Setidaknya ada tempat terang untukmu sekedar menghilangkan rasa penat. " Pungkas Bu Sri.
Lumi kini mulai membalikkan badannya. Dia melihat Bu Sri yang sudah mulai menua. Wanita dihadapannya ini hanya tulus mengkhawatirkannya.
" Kau tahu aku tidak akan bisa menerimanya begitu saja. " Tangan Lumi yang besar merangkul pundak Bu Sri dengan hati-hati.
Bu Sri membelai lembut tangan Lumi yang berada di pundaknya. Senyum simpul terulas pada wajah Bu Sri. Bu Sri pun pergi meninggalkan Lumi.
Lumi kini mulai terduduk di kursi mejanya. Cahaya lampu kantor menyoroti sebagian dokumen yang tergeletak di mejanya. Secara kasar Lumi mengambil kertas itu. Identitas si pekerja baru. Mata Lumi yang dingin menatap kosong kertas itu.
" Lana Persephone. 11 Januari 2000, Mahasiswa jurusan Seni." Lumi melempar kertas itu kembali ke mejanya. Hening memenuhi ruangan, Lumi mencoba untuk berpikir tidak rumit.
Foto Lana dalam dokumen itu membuat Lumi kembali tertegun. Sudut bibir Lumi mulai naik. Seringai Lumi terlihat begitu menyimpan sebuah masalah.
" Anak manis, ayo kita lihat berapa lama kau bisa bertahan. "