Cinta yang habis di orang lama itu, nyatanya bukan karna belum move on, tapi karna dia punya ruang tersendiri.
-anonim-
Kisah cinta pertama yang harus berakhir bukan karena tidak lagi saling mencintai.
"Aku terdiam menutup mataku, berpikir apa yang akan kukatakan. Akhhh Malika... kenapa ini begitu sulit? Tuhan tau betapa keras usahaku untuk melupakanmu, tapi sepertinya kini hanya dinding yang ada di hadapanku. Dulu ada satu titik, kita yakin pada kata selamanya, saat kamu meninggalkanku, rasanya aku menjadi seperti zombie. Aku yakin aku telah melewatinya tapi melihatmu kembali dihadapanku, kenapa aku jadi menggila seperti ini?."
Full of love,
From author 🤎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Aku baru keluar kamar setelah lewat jam makan siang.
"Ka kamu baru bangun, tadi aku ketuk kamarmu, kamu ga jawab", ucap kak Aryo.
"Iya kak".
"Malika kamu kenapa? Kamu menangis karena Bima lagi?".
"Lagi?", tanyaku.
"Ya aku hanya pura-pura tidak tau kalau hubunganmu sedang bermasalah. Udahlah Ka putus aja, aku sudah mulai tidak menyukainya semenjak tanganmu terluka".
"Aku putus kemarin kak".
Kak Aryo memelukku.
"Hei ayo kita obati lukamu. Kamu mau apa Ka? Makan enak? Atau kamu mau karaokean? Pokoknya kakak siap menemani kamu".
"Dengan mata sembab begini? Malu aku kak".
"Isshhh... tinggal pakai bedak juga ga ada yang tau, adikku cantik gini, ketutup semua sama cantiknya", canda kak Aryo sambil memegang bahuku.
Aku menggeleng gelengkan kepalaku sambil tersenyum.
"Aku lagi mau sendiri dulu kak, aku masuk kamar lagi ya".
"Loh kamu belum makan siang loh Ka".
"Sebentar lagi kak aku belum lapar, aku masuk dulu ya kak", aku meninggalkan kak Aryo dan berlalu ke kamar.
Beberapa jam kemudian, kak Aryo mengetuk kamarku.
"Ka ini Sheila datang bawa kue tiramisu yang kamu bilang enak waktu itu loh Ka".
Aku keluar kamar dan menyapa kak Sheila.
"Kak Sheila terima kasih ya kak".
"Hei semua akan berlalu Ka", kak Sheila memelukku.
"Iya kak terima kasih".
"Kamu mau makan apa Ka? Kita lagi mau pesan makan nih", tanya kak Aryo.
"Aku makan kue kak Sheila juga udah kenyang kak", tolakku.
"Kamu harus makan meski hanya sesendok Malika", kak Aryo berkata tegas padaku.
Kak Sheila merangkul bahuku, "Mau yang berkuah atau kering Ka?", tanyanya.
"Aku ikut aja kak", jawabku.
"Eh kak, kok kalian berdua pesan makan, kakak jadi ada di rumah gara-gara aku ya?", tanyaku pada kak Sheila lalu menengok pada kak Aryo.
"Kalau gak, siapa yang mau paksa kamu makan", jawab kak Aryo.
"Ya ampun kak Aryo nih", lalu aku berjalan mendekat ke arah kak Aryo.
"Kak aku janji aku akan makan, aku kasih bukti foto deh nanti, sana kak, ajak kak Sheila jalan aja sana".
"Sok ngurus orang, ngurus diri sendiri aja susah, dasar anak kecil".
"Sok tua, cuma beda setahun aja sok tua", balasku tidak mau kalah.
Kak Sheila tertawa kecil mendengar kami.
"Kak urus pacarnya nih", ucapku sambil menunjuk kak Aryo.
"Sheila selalu mengurusku kok, iya kan sayang", kak Aryo lalu mendekat ke arah kak Sheila dan mencium pipinya.
Aku tersenyum melihatnya.
Malam itu akhirnya kak Aryo menghabiskan waktunya dengan kak Sheila di apartemen dan aku hanya bersama mereka saat makan malam, kemudian masuk lagi ke kamarku.
Aku menenggelamkan diriku dengan pekerjaan di hari-hari berikutnya. Kak Bima masih sering menghubungiku, meminta bertemu dan kembali bersamanya. Namun aku selalu menolaknya.
Ia bahkan pernah menungguku di depan lobby apartemen selama 2 hari berturut-turut, kami berbicara sebentar di lobby, lalu aku memintanya untuk pulang.
Suatu pagi aku merasa tidak enak badan, tapi aku tetap memaksakan diri pergi ke kantor. Menjelang makan siang, kepalaku semakin berat, aku berusaha bertahan hingga jam pulang kantor. Saat jam pulang aku merasakan badanku menggigil, aku tau aku demam. Aku memanggil taksi dan memintanya membawaku ke rumah sakit terdekat. Dokter menyatakan aku kena demam berdarah dan harus rawat inap. Dengan bantuan suster yang mendorongku di kursi roda, aku mengurus beberapa administrasi. Setibanya di kamar rawat inap, aku menulis pesan untuk kak Aryo.
"Kak, aku sekarang ada di rumah sakit, aku demam berdarah, dokter mengharuskanku untuk rawat inap segera kak. Kamarku di 871".
Tidak lama kak Aryo membalas pesanku.
"Kakak segera kesana".
Saat kak Aryo datang, aku telah berganti baju dengan baju rumah sakit, suster juga sudah memasang infus padaku, dan aku sedang berusaha untuk makan bubur yang disediakan oleh rumah sakit.
"Ka, dokter bilang apa? Kamu ngerasa apa sekarang?", kakak memeriksa suhu tubuhku dengan memegang dahiku.
"Aku cuma DB aja kak, kepalaku sakit, badan rasanya ga enak banget".
Sambil menjawab pertanyaan kak Aryo, aku berusaha makan, namun hanya bisa menelan 1/4 dari 1 porsi bubur.
"Ka, kamu ga mau makan lagi?".
Aku menggelengkan kepalaku, "Aku mau tidur kak".
"Kamu mau kakak bawakan apa dari rumah?".
"Ga usah kak".
"Ya sudah tidur sana, kakak malam ini tidur disini kok".
"Ga usah kak".
"Ada sofa Malika", kak Aryo menunjuk sofa panjang dekat jendela.
Aku tidak memiliki energi untuk berdebat dan segera memejamkan mataku. Sebelum benar-benar tertidur, samar kudengar kak Aryo menelepon papa dan mama.
......................
POV Carlo.
Malika? Tunggu... apa itu Malika? Aku baru saja menjenguk temanku yang dirawat di rumah sakit ini. Aku berpapasan dengannya saat aku hendak keluar rumah sakit melalui pintu samping dekat IGD. Malika dibawa oleh suster menggunakan kursi roda menuju lift khusus pasien, matanya sedang terpejam. Aku segera bergegas membalikkan badanku ingin memastikan itu adalah Malika, sepertinya ia benar Malika.
Jika Malika dibawa dengan kursi roda, kemungkinan besar ia akan dibawa ke kamar rawat inap. Aku kembali ke atas menuju lantai rawat inap, namun karena sudah lewat jam besuk, aku tidak diperbolehkan masuk lagi, aku hanya bisa memastikan bahwa ada pasien yang bernama Malika dilantai ini.
"Apa pasien bernama Malika sendiri atau ada keluarga yang menjaganya sus?", tanyaku pada suster jaga disana.
"Saat ini sedang sendiri kak, mungkin nanti ada kerabat yang datang", jawab suster.
Andai suster jaga itu adalah suster jaga yang berbeda saat aku bertanya tentang temanku, maka aku akan berbohong bahwa aku adalah kerabat Malika.
Aku menunggu di ruang tunggu dekat lift, pasti ada orang yang akan datang menjenguk Malika, aku hanya ingin bertanya tentang keadaannya, aku sungguh tidak tenang saat ini. Sambil menunggu, aku mengirimkan pesan pada Malika, namun hanya centang 1.
Setelah beberapa saat menunggu, aku mendengar seseorang menyebut nama Malika sebelum pintu kaca koridor menutup, kemudian aku tidak bisa mendengar lagi pembicaraan mereka. Baik... aku akan menunggu orang itu, tidak perduli jika dia pacarnya Malika, aku hanya akan bertanya tentang keadaan Malika.
Setelah beberapa jam menunggu, akhirnya orang itu keluar menuju lift.
"Kak maaf kak, apa kakak pacar atau kerabatnya Malika?".
"Kamu siapa?".
"Aku Carlo kak, teman Malika, aku tadi tidak sengaja melihatnya masuk ruang rawat inap, aku hanya ingin tau keadaannya kak".
"Carlo? Tetangga dan teman SMU Malika?".
"Iya kak".
"Aku Aryo, kakak Malika".
Kak Aryo adalah orang yang sama yang membuatku patah hati bertahun tahun lalu saat aku tidak sengaja melihat Malika di bandara. Bodoh sekali aku waktu itu.
"Kamu dari tadi menunggu disini?".
"Iya kak".
"Saat ini Malika sedang tidur, dia terkena demam berdarah. Aku akan mengizinkanmu untuk masuk dan melihat Malika, dengan 1 syarat, apa bisa kamu menungguku sampai aku kembali kesini? Aku harus pulang dulu sebentar, dan akan segera kembali, rumahku sangat dekat kok. Lalu aku ingin berbicara denganmu".
"Baik kak, aku berjanji akan menunggu kakak. Terima kasih banyak kak".
Kak Aryo meminta izin kepada suster dan membawaku masuk ke kamar Malika.
Malika tampak lebih kurus dari saat terakhir aku melihatnya, aku mengelus tangannya pelan, dan duduk sambil menatap Malika. Pikiranku dipenuhi dengan berbagai pertanyaan dan anganku tentang Malika.
Waktu rasanya berlalu sangat cepat, atau memang kak Aryo yang cepat kembali ke rumah sakit, entahlah, tapi aku rasanya belum lama di kamar ini.
"Carlo ayo ikut aku", aku menatap Malika sebentar sebelum aku mengikuti kak Aryo duduk diruang tunggu lobby.
"Aku tau cerita kalian, aku tau kamu mantannya Malika", kak Aryo membuka pembicaraannya, dan aku hanya mengangguk entah harus menjawab apa.
"Kamu menunggu lama disini hanya untuk tau kabar Malika? Apa kamu masih mencintainya?".
Aku bingung harus menjawab apa, Malika saja tidak tau perasaanku, kini orang lain yang menebaknya.
"Aku tau Malika memiliki pacar, aku hanya ingin tau keadaannya saja, aku tidak akan mengganggu hubungannya saat ini kak".
"Hmmm... dia baru putus".
Kak Aryo tampaknya membaca pikiranku yang kaget mendengar berita ini.
"Carlo sebenarnya aku tidak ingin mencampuri urusanmu dengan Malika, namun karena Malika sedang sakit, aku ingin meminta pengertianmu".
Aku mengangguk lagi, mendengarkan setiap perkataan kak Aryo.
"Hubungan Malika dan mantannya masih sedikit rumit meskipun sudah putus. Saat ini aku ingin menjaga kesehatan fisik dan mental Malika. Jika boleh aku meminta, kamu jangan menjenguknya lagi, aku yakin Malika akan berkata yang sama kalau kamu bertanya padanya saat ini. Hanya itu yang kuminta, selebihnya keputusan berada di Malika".
"Ya aku mengerti kak".
"Aku juga menginginkan yang terbaik untuk Malika. Sebenarnya dulu aku pernah melihat kakak bersama Malika, aku sempat mengira kakak adalah pacarnya Malika. Apa kakak...", namun aku belum menyelesaikan pertanyaanku, ia sudah memotongku.
Sebenarnya aku ingin bertanya, ia tau darimana tentangku, apa Malika menceritakan mengenai hubungan kami dulu, tapi kata-kata yang keluar dari mulutku membuatnya salah mengerti.
"Carlo aku memang baru mengenal Malika beberapa tahun dan aku menyayanginya seperti saudara kandung. Aku selalu kesepian di rumah dan selalu menginginkan adik perempuan, jadi mudah bagi kami untuk cepat akrab".
"Maaf kak, jika kata-kataku salah. Maksudku, dulu Malika orang yang sedikit tertutup, tapi kakak sepertinya tau banyak mengenai hubunganku dengan Malika, apa Malika suka bercerita tentangku?".
"Ya, itulah Malika. Tidak, ia hanya bercerita garis besarnya saja. Hmmm... Malika akan sangat marah padaku jika ia tau, sudahlah entah kenapa aku merasa mengenalmu melalui Malika. Malika membuat buku tentangmu, aku memperoleh gambaran detailnya dari situ".
"Buku?".
"Maaf aku tidak bisa memberitahumu lebih lanjut lagi", ucap kak Aryo.
Tidak banyak pembicaraan kami setelah itu, ia memintaku pulang dan aku menurutinya.
Aku dan Malika dalam sebuah buku? Lalu mengenai kenyataan bahwa ia putus, semua itu sedikit banyak membuatku sedikit tersenyum malam itu.