Pengganti Adik Ku

Sesampainya di kantor Lea di sibukkan dengan beberapa pekerjaan,badannya yang lemas dan wajahnya yang pucat tak membuatnya jadi alasan untuk tidak berkerja.

"Kamu hamil ? " Tanya teman Lea, karna melihat Lea begitu pucat dan lemas.

"Hamil ? "Lea tertegun.

"Bagaimana aku bisa hamil, suami ku saja belum pernah menyentuhku. " Batin Lea tak berharap banyak mempunyai anak, apalagi pernikahannya dengan Arta bisa di sebut hanya sebatas perjanjian.

Ayah Arta hanya tidak mau anaknya itu mempunyai status bujang lapuk, padahal wanita di luar sana mengantri hanya untuk di nikahi oleh Arta. Memang Arta nya saja yang tidak ingin menikah.

Arta yang kini sedang sibuk menemui klien asal jepang membuatnya sejenak melupakan kedekatan Atala dan juga Lea.

"Apa dia sudah makan ? " Lea memikirkan perut suaminya saat jam istirahat tiba.

Sebuah benda pipih ia raih, alih-alih ingin menghubungi Arta ia urungkan. Karna ia takut menganggu aktivitas Arta terlebih takut merusak mood Arta.

"Ayolah Lea, jaga hati mu. Ingat pernikahan ini hanya sementara. " Lea mengingatkan dirinya sendiri. " Ah mungkin ini bukan hanya karna ada hati, melainkan naluri ku saja sebagai seorang istri. "

Sementara di tempat lain, Arta pun sejenak memikirkan kesehatan Lea saat meeting nya sudah selesai, Arta membayangkan wajah pucat Lea saat dirinya pamit untuk pergi bekerja.

"Perusahaan apa itu ? Memperkerjakan paksa staffnya yang masih sakit. " Gumam kesal Arta mengingat dia pun salah satu CEO di perusahaan yang di berikan oleh Ayahnya.

Arta dan juga Atala di hadiahi perusahaan yang berbeda namun nilai standar nya sama-sama tinggi. Tapi tetap saja mereka bertengkar.

Dalam perjalanan pulang, Lea mengehentikan sejenak kendaraan roda empatnya di salah satu swalayan. Tanpa Lea sadar seseorang sedang mengikutinya.

Lea memberi perlengkapan dirinya, tapi kini juga ia membeli apa yang di butuhkan Arta ia membeli keperluan Arta tanpa bertanya terlebih dahulu.

"Berapa mba totalnya? " Tanya Lea saat hendak membayar semua belanjaan.

"Pakai ini saja bayarnya." Tiba-tiba sosok gagah dan tampan menyelinap masuk di antara antrian pengunjung yang hendak membayar ke kasir.

Sebuah black cards di sodorkan oleh Arta ke kasir itu, ya ... sosok yang mengikuti Lea adalah Arta.

"Mas ? "

Arta tak menoleh ke arah Lea, Saat semua sudah terbayarkan Arta membawa semua belanjaan Lea tanpa tertinggal satupun.

"Uhukk ... uhukk ! " Lea merasa perih dan serak di tenggorokannya.

Begitulah Lea, sekali sakit pasti merembet.

"Sudah ku bilang jangan bekerja, ini pegang lah kartu ini jika memang kamu memaksa bekerja untuk memenuhi keperluan kamu. Berhenti lah bekerja, gunakan kartu ini untuk keperluanmu. " Ujar Arta yang tidak ada lembut-lembut nya sama sekali.

Lea tersenyum dengan gaya konyolnya, " Benarkah Mas menyuruhku berhenti bekerja hanya karna khawatir mendengar ku batuk ? So sweet, ingat loh pernikahan kita tinggal beberapa bulan saja. Jangan sampai Mas lupa akan perjanjian itu. "

Tanpa Arta sadar Lea mengatakan itu langsung menciptakan sayatan di hatinya.

"Saya tidak khawatir hanya saja Saya tidak enak dan tidak mau berhutang jasa padamu, semua keperluan saya kamu yang mengerjakan. Ya itung-itung membayar tenaga kamu saja. " Ujar ringan Arta, yang membalas ke candaan

Lea dengan ketegasan.

"Seperti pembantu saja Mas aku ini. " Timpal Lea.

"TERSERAH, Ayo kita pulang. " Ajak ketus Arta.

"Mas pulang saja duluan, aku ada janji dengan seseorang. " Jawab Lea ingin melihat respon Arta.

Arta mengehentikan langkahnya, "Jangan-jangan dia janjian dengan Atala ! " Batin Arta.

"Jangan macam-macam ya kamu, selama perjanjian itu berlaku. Kamu tidak boleh jalan dengan siapapun. " Perintah Arta.

"Tuh kan cemburu ... Hahahaha. " Goda Lea menggelayunkan tangannya di lengan Arta.

Arta sangat suka dengan tingkah konyol Lea, namun ia mengekspresikan nya dengan suara decakan saja.