9
Pernikahan adalah cita-cita semua orang, termasuk Dokter Zonya. Namun apakah pernikahan masih akan menjadi cita-cita saat pernikahan itu sendiri terjadi karena sebuah permintaan. Ya, Dokter Zonya terpaksa menikah dengan laki-laki yang merupakan mantan Kakak Iparnya atas permintaan keluarganya, hanya agar keponakannya tidak kekurangan kasih sayang seorang Ibu. Alasan lain keluarganya memintanya untuk menggantikan posisi sang Kakak adalah karena tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang asing, selain keluarga.
Lalu bagaimana kehidupan Dokter Zonya selanjutnya. Ia yang sebelumnya belum pernah menikah dan memiliki anak, justru dituntut untuk mengurus seorang bayi yang merupakan keponakannya sendiri. Akankah Dokter Zonya sanggup mengasuh keponakannya tersebut dan hidup bersama mantan Kakak Iparnya yang kini malah berganti status menjadi suaminya? Ikuti kisahnya
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Zonya menegakkan tubuhnya. Membuat belitan tangan laki-laki itu terlepas. Setelah itu, laki-laki bernama Amir itu mengambil buah jambu yang tadi coba dijangkau Zonya dan langsung memberikannya pada Zonya
"Terima kasih" Zonya menerima buah jambunya dengan tersenyum
"Ini rumah sakit milikmu 'kan?" tanya Amir
"Milik keluargaku lebih tepatnya"
"Ya, itu maksudku"
Amir melihat Zonya yang berjalan menjauhinya, lalu mencuci buah jambu tadi di wastafel terdekat. Setelah itu Zonya kembali mendekat pada Amir dan duduk di kursi panjang yang tersedia. Amir yang melihat Zonya duduk akhirnya ikut mendudukkan diri di samping Zonya
"Lama tidak bertemu Zoe, bagaimana kabarmu?" tanya Amir
"Aku baik" Zonya menggigit jambu ditangannya dan mengunyahnya pelan "Ngomong-ngomong terima kasih atas bantuanmu tadi" ucap Zonya canggung
"Sama-sama"
"Oh iya, kenapa kau di sini, Apa ada saudaramu yang di rawat di sini?" tanya Zonya
"Hm, ibu dari anakku koma"
Deg
Ibu dari anak? Apakah itu artinya Amir telah menikah? Kenapa rasanya sakit saat mendengar laki-laki yang sudah lama ia idamkan ternyata sudah memiliki keluarga. Tapi tunggu, kenapa kalimat yang Amir utarakan justru terdengar janggal bagi Zonya. Namun ia tidak berani untuk bertanya lebih jauh
"Lalu, bagaimana dengan anakmu?" tanya Zonya lagi
"Dia sudah menghadap sang pencipta"
Zonya menatap Amir dengan kebingungan untuk kedua kalinya. Ya, setiap kalimat yang laki-laki itu ucapkan seakan tidak bisa Zonya cerna dengan baik. Karena kalimat-kalimat yang keluar itu terdengar begitu membingungkan untuk Zonya
"Aku menghamili pacarku. Setelah itu aku meninggalkannya. Hingga akhirnya ia melahirkan seorang diri dan bayinya hanya bertahan dua hari lalu meninggal. Setelah itu, Ibu dari bayiku stres dan akhirnya mengalami koma setelah percobaan bunuh dirinya gagal" ucap Amir
"Jadi Amir belum menikah?" batin Zonya. Sesaat kemudian ia menggelengkan kepalanya saat otaknya terlanjur berpikir jauh "Maaf..." ucap Zonya akhirnya
Amir tersenyum simpul "Tidak apa-apa. Aku kebetulan butuh teman bercerita untuk mengurangi beban di dadaku. Tapi selama beberapa waktu ini aku tidak bisa menemui siapapun untuk bercerita"
"Sudah berapa lama pacarmu koma?" tanya Zonya akhirnya
"Salsa, namanya Salsa. Dia koma sudah hampir tiga bulan dan belum menunjukkan tanda akan sadar"
Zonya mengusap bahu Amir. Ia tahu bahwa laki-laki itu sedang rapuh sekarang. Bahkan wajah laki-laki itu terlihat begitu sendu. Walaupun dibalik rapuhnya seorang Amir, masih ada dirinya yang merasa jauh lebih rapuh dan sedih. Ya, semuanya seakan menjadi satu dan membelenggu tubuhnya. Dimana ia terikat untuk hidup bersama Sean, sedangkan hatinya justru berlabuh pada Amir, yang ternyata justru mencintai wanita lain
"Semoga Salsa segera sadar" hibur Zonya
"Semoga saja" angguk Amir
Selama beberapa saat, Amir bercerita banyak hal pada Zonya. Laki-laki itu benar-benar menceritakan segalanya. Bahkan sesekali matanya juga tampak berkaca-kaca saat menceritakan hal-hal menyedihkan tentang kehidupannya, pacarnya dan anak yang bahkan belum sempat ia bahagiakan
Amir menghela napas kasar. Berusaha menegarkan hati dengan segala kejadian yang menimpanya "Lalu bagaimana denganmu, apakah kau sudah menikah?" tanya Amir
"Sudah"
"Selamat atas pernikahanmu"
Zonya menatap tangan Amir yang ingin berjabatan untuk mengucapkan selamat padanya. Ia langsung menyambut uluran tangan Amir dan tersenyum. Seakan senyumnya menunjukkan keadaan dirinya yang baik-baik saja
Amir melihat jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul sembilan "Ini waktu kunjungan Dokter ke rungan Salsa, aku izin pergi dulu"
"Silahkan" ucap Zonya
Zonya memandang punggung tegap Amir yang mulai berjalan menjauh. Tidak ia duga jika ia akan bertemu dengan teman lama sekaligus laki-laki yang sampai saat ini masih tersimpan di hatinya itu. Ya, ia dan Amir pernah bertemu pada sebuah pameran lukisan dan akhirnya menjadi dekat. Bahkan kedekatan itu sendiri menimbulkan suatu rasa yang berbeda di hati Zonya.
Namun mengingat dirinya seorang wanita, ia memilih menyimpan perasaannya dan menunggu hingga Amir yang mengungkapkan lebih dulu. Tapi sayang sekali, hingga detik ini, Amir terlihat biasa saja saat bersamanya. Hal itu tentu membuat Zonya sadar bahwa Amir sama sekali tidak memiliki ketertarikan yang sama dengannya
*
Setelah melewati siang yang diisi dengan tangisan Naina. Kini malam hari 'pun kembali diisi dengan rewelnya Naina. Sedari tadi, Mbok Ijah dan Naina berganti-gantian menggendong Naina, tapi bayi itu masih saja meraung keras. Tidak lama, pintu terbuka, menampilkan Nyonya Sinta yang masuk bersama Sean
"Astaga... Kalian ini bisa tidak sih sekali saja becus dalam menjaga cucuku? Kalian tahu, bayi menangis di malam hari itu bukan hal yang baik. Jadi cepat tenangkan dia" omel Nyonya Sinta
"Ma... Mama sudah berjanji untuk menjenguk saja. Ingat janji Mama" peringat Sean
"Tapi Sean, lihat cucu Mama..."
"Ma! Mama yang memaksa ke sini dan berjanji untuk tidak berkata hal buruk apapun" kecam Sean, membuat Nyonya Sinta memasang raut wajah tak suka pada putranya
"Nai, Sayang... Jangan menangis terus Nak, ada apa hm?" ucap Zonya
"Biar Mbok coba tenangkan Nya"
Mendengar permintaan Mbok Ijah, akhirnya Zonya memberikan Naina kedalam gendongan wanita itu. Mbok Ijah membawa Naina duduk di sofa. Ia coba memahami pergerakan Naina. Setelah beberapa saat, ia seperti menangkap maksud Naina yang terus menangis dengan mencakar kaki gembulnya. Mbok Ijah mencoba menggaruk pelan kaki Naina, beberapa saat setelahnya, Naina benar-benar menghentikan tangisnya
"Sepertinya Non Nai merasa gatal di kakinya, Nya" ucap Mbok Ijah
"Bagaimana Mbok tahu?"
"Mbok tadi melihat Non Nai mencakar kakinya, Nya" jelas Mbok Ijah
"Merawat bayi saja tidak bisa, bagaimana mau merawat suami? Penampilan kumuh dan kucel begitu, yang ada Sean akan berpaling ke wanita lain nanti" ucap Nyonya Sinta
"Ma!"
"His.. sudahlah, Mama mau pulang" Nyonya Sinta langsung melangkah keluar dengan pongah
Zonya hanya menatap datar pada mantan mertua Kakaknya yang saatnya kini sudah menjadi mertuanya sendiri. Ia tidak habis pikir bagaimana Tuhan bisa membiarkan wanita sepertinya untuk hidup, padahal wanita tua itu adalah jenis setan nyata yang pernah Zonya lihat. Zonya menggelengkan kepala saat melihat tingkah pongah mertuanya itu. Ia lantas melirik Naina yang sudah tenang dalam pelukan Mbok Ijah. Namun ketenangan itu hanya berlaku untuk beberapa saat. Karena setelah itu, dada Naina kempang-kempis karena sesak
"Mbok... Naina sesak" ucap Zonya, menyadarkan Mbok Ijah yang tengah fokus menggaruk kaki Naina
Zonya begitu panik saat melihat Naina yang kesusahan bernapas. Sedangkan Sean yang lebih dulu sadar, langsung menekan tombol darurat. Membuat Dokter Stephani, selaku Dokter yng menangani Naina langsung berlari dan memasuki ruang rawat Naina
"Naina sesak napas Dok, tolong lakukan sesuatu" ucap Zonya panik
"Langsung baringkan bayi di ranjang sekarang Dok" pinta Dokter Stephani
Mbok Ijah langsung merebahkan Naina di ranjang. Setelah itu ia sedikit menjauh, memberi ruang pada Dokter Stephani dan Zonya untuk memasangkan nebulizer di hidung Naina, untuk membantu pernapasannya. Beberapa saat setelah pemasangan, akhirnya Naina sudah mulai bernapas normal