Judul: Bunga yang Layu di Hati Sahabat
Sasa dan Caca adalah sahabat karib sejak SMA. Mereka selalu bersama, berbagi impian, tawa, dan bahkan tangis. Sasa, yang dikenal lembut dan penuh kasih, melanjutkan hidupnya dengan menikahi Arman setelah menyelesaikan kuliah nya, pria yang selama ini menjadi cinta sejatinya. Sementara itu, Caca, yang masih berjuang menemukan cinta sejati, sering merasa kesepian di tengah gemerlap kehidupannya yang tampak sempurna dari luar.
Namun, retakan mulai muncul dalam hubungan persahabatan mereka ketika Caca diam-diam menjalin hubungan terlarang dengan Arman. Perselingkuhan ini dimulai dari pertemuan yang tak disengaja dan berkembang menjadi ikatan penuh godaan yang sulit dipadamkan. Di sisi lain, Sasa merasa ada sesuatu yang berubah, tetapi ia tak pernah membayangkan bahwa sahabat yang paling dipercayainya adalah duri dalam rumah tangganya.
Ketika rahasia itu terungkap, Sasa harus menghadapi penghianatan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon icha14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
titik bahagia
Pagi itu, sinar matahari menembus tirai kamar mereka, memancarkan kehangatan lembut ke seluruh ruangan. Sasa terbangun lebih dulu, merasakan tubuhnya yang mulai lelah meski baru memasuki minggu-minggu awal kehamilan. Di sebelahnya, Arman masih terlelap dengan napas teratur. Ia tersenyum kecil, lalu menatap wajah suaminya yang terlihat lebih damai dari biasanya.
"Mas Arman pasti capek banget akhir-akhir ini," gumam Sasa pelan sambil membelai lembut rambutnya.
Namun, sebelum Sasa bisa bangkit dari tempat tidur, Arman tiba-tiba membuka matanya. "Pagi, Sa. Kok bangun duluan? Harusnya kamu istirahat lebih banyak," katanya dengan nada lembut, membuat Sasa tertawa kecil.
"Mas juga kan perlu istirahat. Lagian aku nggak apa-apa, cuma mau ke dapur sebentar."
"Tunggu, hari ini kan kita mau ke dokter kandungan," ujar Arman sambil meregangkan tubuh. Ia mendekat ke ponsel di meja samping tempat tidur dan memeriksa notifikasi.
Pagi tadi, tepat pukul enam, Arman sudah mendaftar online untuk pemeriksaan pertama Sasa di rumah sakit. Setelah melihat konfirmasi jadwal, ia merasa lega karena semuanya berjalan sesuai rencana.
“Jadwal kita jam sepuluh pagi. Mas udah ambil cuti hari ini, jadi nggak perlu buru-buru,” jelas Arman sambil tersenyum.
Sasa terdiam sejenak, memandangi wajah suaminya. Ada rasa syukur yang luar biasa di hatinya melihat bagaimana Arman begitu peduli. Ia tahu, kehamilan ini bukan hanya kebahagiaan untuknya, tapi juga untuk Arman yang selama ini begitu sabar menunggu.
---
Pukul 09.30 - Perjalanan ke Rumah Sakit
Setelah sarapan sederhana bersama, Arman memastikan Sasa sudah siap dengan pakaian yang nyaman. Mereka pun berangkat ke rumah sakit menggunakan mobil kecil mereka. Sepanjang perjalanan, Sasa memandangi jendela, menikmati pemandangan jalan yang mulai ramai dengan aktivitas pagi.
"Mas, aku deg-degan," kata Sasa tiba-tiba.
Arman meliriknya sekilas sambil tetap fokus menyetir. "Kenapa? Deg-degan kenapa, Sa?"
"Nggak tahu. Mungkin karena ini pertama kalinya kita ke dokter kandungan. Aku takut kalau ada sesuatu yang salah," jawabnya pelan, suaranya hampir berbisik.
Arman menepuk lembut tangan Sasa yang ada di pangkuannya. "Sa, nggak usah khawatir. Kita berdua ada di sini buat saling mendukung. Apa pun yang terjadi, aku selalu di samping kamu."
Perkataan itu menenangkan hati Sasa. Ia mengangguk kecil dan tersenyum. “Makasih, Mas.”
---
Di Klinik Kandungan
Setibanya di rumah sakit, mereka langsung menuju klinik kandungan yang terletak di lantai dua. Ruangan itu dipenuhi pasangan lain yang juga menunggu giliran. Sasa duduk sambil memegang nomor antrean mereka, sedangkan Arman sibuk memperhatikan nama-nama pasien yang terpampang di layar elektronik.
"Nomor kita sebentar lagi, Sa," kata Arman, mencoba mengurangi kecemasan di wajah istrinya.
Beberapa menit kemudian, nama Sasa dipanggil. Mereka masuk ke dalam ruangan dokter dengan hati yang berdebar.
Dokter kandungan yang akan memeriksa mereka adalah seorang wanita paruh baya bernama Dr. Kartini. Dengan senyum ramah, ia menyambut mereka. "Selamat pagi. Jadi, ini pertama kalinya ya, Bu Sasa dan Pak Arman?" tanyanya dengan nada hangat.
"Iya, Dok. Ini kehamilan pertama saya," jawab Sasa.
"Baik, mari kita mulai pemeriksaannya. Bu Sasa, silakan berbaring di sini."
Sasa berbaring di atas ranjang yang telah disiapkan, sementara Arman berdiri di sampingnya, menggenggam tangannya erat. Dokter mulai mempersiapkan alat USG dan mengoleskan gel dingin di perut Sasa.
"Tenang saja, ya. Ini mungkin terasa sedikit aneh, tapi tidak akan sakit," ujar Dr. Kartini sambil tersenyum.
Ketika alat USG mulai bergerak di atas perut Sasa, layar monitor di sebelah mereka menampilkan gambar-gambar hitam putih. Arman menatap layar itu dengan penasaran, mencoba mencari sesuatu yang spesial.
"Ini dia," kata Dr. Kartini, menunjuk ke layar. "Ini adalah kantong kehamilan, dan di dalamnya..."
Ia memperbesar gambar pada layar, menunjukkan dua titik kecil yang berdekatan.
"Selamat, Bu Sasa dan Pak Arman. Anda sedang mengandung bayi kembar."
Arman membeku. Matanya membesar, lalu beralih ke wajah Sasa yang juga terkejut. "Kembar, Dok?" ulangnya, seolah ingin memastikan ia tidak salah dengar.
Dr. Kartini mengangguk sambil tersenyum. "Iya, kembar. Usia kehamilan saat ini sekitar lima minggu. Masih sangat awal, tapi semuanya terlihat normal dan sehat."
Arman menutup mulutnya dengan tangan, mencoba menahan emosi yang tiba-tiba meluap. Ia menunduk sedikit, lalu mencium kening Sasa dengan lembut. "Alhamdulillah... Terima kasih, Ya Allah," bisiknya dengan suara bergetar.
Sasa tak mampu berkata-kata. Ia hanya memandang layar itu dengan mata berkaca-kaca, membayangkan dua titik kecil yang kelak akan menjadi bayi mungil mereka.
Dr. Kartini melanjutkan penjelasannya tentang apa yang harus dilakukan selama trimester pertama, termasuk menjaga pola makan, menghindari aktivitas berat, dan mengonsumsi vitamin yang telah diresepkan.
---
Pulang dengan Kebahagiaan yang Membuncah
Dalam perjalanan pulang, suasana di dalam mobil begitu berbeda. Arman tampak lebih bersemangat, terus bercerita tentang rencana-rencana yang ingin ia lakukan untuk menyambut bayi kembar mereka.
"Sa, kita harus mulai cari nama dari sekarang. Kalau kembar, mungkin satu laki-laki, satu perempuan. Gimana menurut kamu?" tanyanya penuh semangat.
Sasa tertawa kecil melihat antusiasme suaminya. "Mas, masih lama, lho. Tapi iya, boleh kita pikirkan dari sekarang."
"Terus, warna kamar gimana? Kamu mau warna pastel, atau kita pilih tema netral dulu?"
"Mas, sabar, dong. Kan kita baru lima minggu. Masalah warna kamar masih bisa dibahas nanti," jawab Sasa sambil tersenyum lebar.
Namun, di balik senyum itu, ia merasa lega karena melihat Arman begitu bahagia. Ia tahu bahwa kehadiran bayi kembar ini akan menjadi anugerah terbesar dalam hidup mereka.
---
Malam yang Tenang
Setelah makan malam bersama, Sasa dan Arman duduk di ruang tamu, membicarakan kembali hasil pemeriksaan tadi.
"Mas, aku masih nggak percaya kalau kita dapat anugerah kembar. Rasanya seperti mimpi," kata Sasa sambil menyandarkan kepala di bahu suaminya.
"Ini bukan mimpi, Sa. Ini adalah jawaban dari semua doa kita," jawab Arman dengan penuh keyakinan.
Mereka menghabiskan malam itu dengan saling menguatkan satu sama lain, bersyukur atas kebahagiaan yang kini menjadi milik mereka. Dalam hati, Arman berjanji akan melakukan segala hal untuk melindungi keluarganya, sementara Sasa bertekad untuk menjalani kehamilan ini dengan penuh rasa syukur.