Dia meninggal tapi menghantui istri ku.
Ku genggam tangan Dias yang terasa dingin dan Bergetar. Wajahnya pucat pasi dengan keringat membasahi anak rambut di wajahnya. Mulutnya terbuka menahan sakit yang luar biasa, sekalinya menarik nafas darah mengucur dari luka mengangga di bagian ulu hati.
"Bertahanlah Dias." ucapku.
Dia menggeleng, menarik nafas yang tersengal-sengal, lalu berkata dengan susah payah. "Eva."
Tubuhnya yang menegang kini melemas seiring dengan hembusan nafas terakhir.
Aku tercekat memandangi wajah sahabat ku dengan rasa yang berkecamuk hebat.
Mengapa Dias menyebut nama istriku diakhir nafasnya?
Apa hubungannya kematian Dias dengan istriku, Eva?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali ke hutan.
"Mau tak mau, kita akan ke tempat awal kalian bertaruh nyawa." ajak Kiyai Rasyid, dengan persiapan yang matang dia dan Seno memutuskan untuk pergi ke hutan, meskipun jarak yang mereka tempuh lumayan jauh.
Keduanya berangkat di malam hari, agar sampai sebelum subuh dan memilih turun di ujung kampung, sehingga langsung berjalan kaki masuk ke hutan yang sudah gundul.
"Bukankah kau bisa melihat mereka?" tanya Kiyai Rasyid, menunjuk banyak sekali sosok menyeramkan berdiri di balik pohon yang mulai mengering. Mereka menatap keduanya dengan bola mata hampir terlepas, darah mengalir di wajah mereka yang menghitam gosong. pakaian mereka compang-camping berdarah-darah, bahkan sebagian dari mereka menyerupai korban yang terbunuh dengan perut robek, leher hampir putus, juga kaki tangan yang berdarah.
Seno mengusap wajahnya berkali-kali mengindari pemandangan menyeramkan itu, tapi tetap terlihat ketika membuka mata. "Kemarin tidak ada Kiyai?" kata Seno.
"Ada, mereka bersembunyi di antara pepohonan yang memiliki energi menenangkan bagi mereka. Tapi sekarang mereka tak memiliki tempat. Di tambah lagi banyak penghuni baru yang tidak bisa pergi dari sini, mereka sedang merasa terganggu." kata Kiyai.
"Bukankah mereka sudah di makamkan?" tanya Seno.
"Ya, tentu mereka sudah dimakamkan. Orang yang sudah mati tidak akan bisa kembali ke dunia ini." jawab Kiyai Rasyid.
"Lalu mereka?" tunjuk Seno, menunjuk salah seorang yang mati karena di habisi olehnya dan Gerry ketika itu. Mereka menuju tempat Zalli terakhir kali.
"Kau percaya mereka adalah orang yang sama?" tanya Kiyai Rasyid. Lalu tersenyum sambil berdiri tegak, menarik nafas sejenak setelah hampir satu jam berjalan. "Mereka itu Jin."
Seno menatap Kiyai dengan bibir terbuka, kembali memikirkan ketika terakhir mereka bersama Dias.
"Kiyai! Kami bersama seseorang yang sudah meninggal ketika pergi malam itu." kata Seno.
"Dan kalian meminta bantuannya?" kata Kiyai.
Seno mengusap wajahnya kasar, Mengapa dia percaya dengan sosok hantu. "Tapi dia punya janji untuk menjaga istriku." kata Seno.
"Dan jin lah yang memanfaatkan janjinya." kata kiyai.
Seno terdiam, mengikuti langkah Kiyai yang berjalan lebih dulu. "Lalu bagaimana dengan istriku." kata Seno.
"Kita akan mencarinya. Tapi kita harus menemukan Zalli terlebih dahulu. Dia terluka parah, takut tak tertolong." kata kiyai.
Seno mengangguk, meskipun sangat ingin menemukan Eva terlebih dulu, namun dia tak bisa egois. Zalli hampir mati juga karena dirinya. Masih ingat betul ketika itu, tubuhnya penuh luka menganga, hanya saja bagian perut dan dada memang tidak. Kemungkinan hidup masih ada namun lukanya terlalu banyak.
"Disini Kiyai." kata Seno, menghentikan langkah mereka. Tampak sosok mbok Yem pula menoleh dengan sorot tajam. Seno bergidik ngeri hingga keringat mengucur di wajahnya.
"Assalamualaikum, mbok." kata Kiyai, tak mendapatkan jawaban, tapi sosok perempuan tua itu menatapnya.
"Siapa yang membawa anakku?" tanya Kiyai, namun sosok mbok Yem itu tetap diam pada posisinya, enggan membuka mulutnya yang berlumuran darah.
"Ayo, kita turun ke bawah." ajak Kiyai, enggan lama-lama di sana. Seno pun segera berlari kecil di samping Kiyai.
"Dia di bawa seorang perempuan."
Tiba-tiba sosok mbok Yem bicara, meskipun terdengar seram tapi Kiyai dan Seno cukup lega mendengarnya.
"Terimakasih Mbok." kata Kiyai, dan Seno malah berbalik.
"Kemana Mbok?"
"Ayo!" ajak kiyai, tidak ingin mendengar jawaban sosok mbok Yem lagi. "Bisa panjang urusan mu, jika terlalu banyak bertanya." kata Kiyai.
Seno mengangguk, terus mengikuti jejak sang kiyai menuju tebing pinggiran sungai, Seno jadi merindukan Eva.
"Kau ingin ikut atau menunggu di sini?" kata Kiyai.
"Ikut." jawab Seno.
Mereka memasuki hulu sungai yang ternyata bercabang. Pohon besar nan rimbun tak tersentuh api itu menaungi mata air yang jernih.
Rerumputan menghijau di pinggiran batu besar nan lebar, bisa di pakai untuk tidur dua orang. Bagian atasnya bersih tanpa ada sehelai daun kering pun jatuh mengotorinya. Aneh, Seno bergumam di dalam hati.
"Assalamualaikum." kiyai mengucap salam kembali.
Tak lama kemudian, batu yang nampak halus itu terbelah menjadi dua bagian, lalu muncullah celah seperti pintu bawah tanah.
Kiyai berdiri tegap memandangi celah yang semakin terbuka lebar itu, hingga beberapa detik kemudian seorang wanita tua tanpa kaki keluar, berjalan mengunakan dua tangannya, terlihat kesusahan.
"Ada apa?" tanya perempuan berambut gimbal itu menatap tajam kepada Seno dan juga Kiyai Rasyid.
"Kami datang menjemput anakku. Saudaranya yang kemarin terluka parah." kata Kiyai.
"Hemh!" wanita itu melotot tajam kepada Seno. "Kau meninggalkannya, demi menyelamatkan anakmu?" Dia terkekeh.
"Aku tidak punya pilihan, melawan pun tak akan menang." jawab Seno berusaha tenang, meskipun kakinya gemetar.
"Manusia, tidak ada yang setia. Jangankan teman, tuhan saja kalian lupakan." sinisnya lagi, kini berbalik memunggungi keduanya.
"Nyai, izinkan kami masuk, menjemput anakku." kata Kiyai.
Tapi perempuan itu malah terbahak-bahak, naik ke atas batu dengan pongahnya. "Dia tidak ingin pulang. Sudah tidak ada yang menginginkan dia lagi bukan?"
"Aku menginginkannya, dan akan membawanya." Kata Kiyai Rasyid.
"Tidak!" sanggah perempuan tanpa kaki itu.
"Bukankah kau sudah berjanji untuk tidak menganggu manusia? Mengapa kau tidak mengizinkan aku membawanya?"
"Karena aku tidak mengganggu, tapi menolong!" ucapnya lantang.
"Itu bukan menolong Nyai, tapi mengambil!" tegas Kiyai pula.
Dia kembali tertawa senang, lalu menunjuk Seno tepat di wajahnya. "Lebih baik selamatkan istrimu, lupakan dia!" kata wanita itu, membuat Seno terkejut.
"Setelah aku menjemput anakku!" kata kiyai, dia menghentakkan kakinya diambang batu yang terbelah itu, kemudian muncullah dua orang gadis muda mengaduh kesakitan terbentur dinding.
"Kurang ajar!" wanita tanpa kaki itu berputar mengayunkan badannya, menopang bobot tubuhnya dengan dua tangan, ia pun menyerang Kiyai Rasyid.
Perkelahian sengit pun terjadi, kiyai berusaha menghindari hantaman hantaman tubuh melayang perempuan jin tersebut, sesekali menendang lalu memukul. Keduanya tampak seimbang.
"Dia juga tampan." ucap gadis muda yang tadi mengaduh kesakitan, kini bangun dan mendekati Seno.
"Aku saja, kau sudah punya dia." saudaranya yang memiliki wajah sama itu mendorong mundur wanita yang di duga saudara kembarnya.
"Tidak, untuk kau saja."
"Kau ini! Dia milikku! Kita tidak akan berbagi." kata si kembar berambut gimbal, bertaring panjang. Sedangkan saudarinya bertaring pendek tapi cakarnya panjang.
"Kalau begitu kita bertaruh, siapa yang kuat dia dapat!" ajak si taring pendek.
"Grrrhhh!" si taring panjang menggeram setuju, dan perkelahian sesama wanita itu terjadi.
"Ya Allah, astaghfirullah. Mengerikan sekali." gumam Seno, ingin membantu tapi tak punya ilmu, ingin pergi tapi tidak ingin meninggalkan Kiyai.
Sementara itu Kiyai Rasyid masih terus menggempur perempuan tanpa kaki itu, sesekali pukulannya mengenai, tapi perempuan itu juga sangat pandai dan lincah meskipun hanya mengandalkan dua tangan saja.
"Bugh!"
Aaagghh! Suara pekikan wanita tanpa kaki itu terdengar melengking.
"Ibuu!!!" dua wanita yang sedang merebutkan Seno itu juga terkejut.
"Lawan laki-laki tua itu!" bentak sang ibu, sambil memegangi dadanya, mulutnya memuntahkan darah hitam.
Mereka saling pandang, lalu mengangguk bersamaan.
"Setelah ini, kita akan mendapatkannya!" kedua wanita muda itu tertawa terbahak-bahak sebelum menyerang Kiyai Rasyid.
Yg diacak acak rumh ..yg berantakan hati...gini amat yak jd dewasa...punya banyak kartu ATM tp gak ada saldonya,malam susah tidur ,pagi susah bngun /Facepalm//Facepalm/
/Joyful//Joyful//Joyful//Joyful/
nanti bosa sah negara
masa iya mati berjamaah kan g lucu lah pemeran utama kok mati nya berjamaah
ayo lah arya kasih balik lah si eva jgn oula kau tahan di alam mu kasihan klo di hati mu aq pun ogah kau kan jin.. wkwkwkwkkkk🤣🤣🤣🤣🤣🏃♀️
tp siapa n3nek itu yahhh mau nolong eva
wuihhh keren deh petualangan nua masuk demensi lain