Anaya tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam waktu satu kali duapuluh empat jam. Dia yang hanya seorang anak yatim dan menjadi tulang punggung keluarganya, tiba-tiba di saat dirinya tengah tertidur lelap dikejutkan oleh panggilan telepon dari seorang yang tidak dikenal dan mengajaknya menikah.
Terkejut, bingung dan tidak percaya itu sudah jelas, bahkan ia menganggapnya sebagai lelucon. Namun setelah diberikan pengertian akhirnya dia pun menerima.
Dan Anaya seperti bermimpi setelah tahu siapa pria yang menikahinya. Apalagi mahar yang diberikan padanya cukup fantastis baginya. Dia menganggap dirinya bagai ketiban durian runtuh.
Bagaimana kehidupan Anaya dan suaminya setelah menikah? Apakah akan ada cinta di antara mereka, mengingat keduanya menikah secara mendadak.
Kepo.. ? Yuk ikuti kisah mereka...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
°
°
°
Hujan lebat melanda ibukota tadi malam. Menyisakan jalanan basah, dan berlobang yang berubah menjadi genangan air. Pagi ini disambut dengan gerimis disertai angin kencang membawa udara dingin mengiringi langkah kaki Risna.
Sambil menahan payung, gadis itu terburu-buru menuju halte. Meski genangan air menghambat langkahnya, namun tidak menghentikan semangatnya. Tak lama kemudian suara klakson busway memecah kesunyian, siap mengantar penumpang ke tempat tujuan.
Beberapa menit kemudian, Risna turun di lokasi pemberhentian busway Sudirman. Dengan berjalan tergesa ia membawa langkahnya menuju kantor Bagaskara Group.
Hari ini Risna telah memantapkan hati untuk tidak memperpanjang kontrak kerjanya. Dia ingin berhenti bekerja di perusahaan itu, yang selama tiga tahun menjadi tempatnya mencari nafkah. Dia ingin kembali ke kampung dan mengubur dalam-dalam kisah masa lalunya di kota penuh kenangan itu.
Semalam di dalam keheningan, yang hanya terdengar suara rintik hujan, Risna telah memikirkan segalanya. Dia tidak ingin terkurung di kota yang mengingatkannya pada penyesalan berkepanjangan. Ia memang menyesali keputusannya, kenapa begitu bodohnya mudah terhasut oleh orang lain.
Kini tak ada lagi yang tersisa, Akmal telah menjadi milik orang lain, dia ingin melupakannya dan membuangnya jauh-jauh dari hatinya. Masih teringat jelas dalam ingatannya bagaimana seorang Akmal begitu melindungi Anaya yang telah menjadi istrinya, kenyataan yang tak bisa ia abaikan begitu saja.
Tanpa keraguan, Risna mendatangi ruangan HRD. "Permisi, Bu," sapa Risna sopan.
Staf HRD menyambutnya dengan ramah, dan mempersilakan Risna duduk. Kemudian menyodorkan map berwarna coklat pada Risna.
"Maaf, Bu. Tapi saya tidak ingin memperpanjang kontrak kerja saya." Risna berkata dengan sopan.
Staf itu menatap Risna terkejut. "Loh, kenapa? Sayang sekali, padahal kinerja kamu sangat bagus. Dan untuk bisa bekerja di sini sangatlah susah. Jadi, tolong dipikirkan ulang."
"Saya sudah yakin dan mantap dengan keputusan saya, Bu," sahut Risna.
"Baiklah, kalau itu sudah menjadi keputusanmu. Dan masa kerjamu akan berakhir sesuai dengan tanggal yang tertera pada surat perjanjian kontrak," ucap Staf HDR.
Risna meninggalkan ruangan setelah berjabat tangan. Dia masuk kembali ke ruangannya dan bekerja seperti biasa.
°
Cahaya pagi yang lembut menembus dedaunan, menciptakan tarian bayangan yang indah pada kaca jendela. Tirai tipis yang bergoyang mengiringi tiupan angin, membuat kesan yang damai dan tenang. Di dalam kamar, sepasang insan terbaring dalam kehangatan masih terlelap dalam mimpi, tanpa menyadari bahwa malam telah berlalu, berganti pagi yang cerah dan penuh harapan.
"Uuhhh... jam berapa ini?" Anaya membulatkan matanya seketika, saat melihat jam di ponselnya.
"Mas... Bangun, Mas! Kita kesiangan, cepat bangun!" Anaya berseru seraya mengoyangkan tubuh suaminya yang polos di balik selimut. Lalu memunguti baju mereka yang berserakan di lantai.
"Masih ngantuk." Akmal memejamkan matanya kembali seolah tak peduli.
"Mas Akmal...! Bangun, nggak! Ini sudah siang!" Anaya berteriak sambil berkacak pinggang, dan setelah memastikan suaminya bangun iapun menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Akmal yang masih mengantuk pun dengan segera menyusul istrinya masuk ke kamar mandi.
Dua puluh menit kemudian keduanya keluar dari kamar mandi dan terlihat segar. Anaya segera memilihkan baju yang akan dipakai suaminya beserta perlengkapan lainnya. Ia bahkan membantu memakaikan pomade di rambut sang suami kemudian menyisirnya dengan style ala opa-opa korea.
Akmal hanya diam dan manut, istrinya berbuat apa saja, termasuk memakaikannya sunscreen di wajahnya. "Dah, selesai. Suamiku sudah tampan sekarang." Anaya memberikan kecupan singkat di kening.
Akmal tersenyum, perasaannya membuncah tak terhingga mendapatkan perhatian yang diberikan oleh sang istri. Sehingga dia langsung mendekap tubuh mungil itu dan memeluknya dengan erat. "Terimakasih... I love you, Anaya. My little wife."
Akmal membisikkan kata keramat itu tepat di telinga kanan Anaya, membuatnya terpaku dan pikirannya tiba-tiba kosong. Tubuhnya terasa lemas bagai tak bertulang. Airmata menggenang di pelupuk matanya. "Benarkah tadi yang kudengar? Benarkah... benarkah..." Anaya terisak dipelukan suaminya. Ia tergugu bukan karena sedih, tapi dia merasa bahagia. Inikah rasanya dicintai?
Anaya merasa dirinya berharga, beberapa bulan setelah penyatuan mereka, dia seperti ratu di istananya. Selalu dilayani dan sangat diperhatikan oleh suaminya.
Anaya tak pernah lelah untuk selalu bersyukur, dan berjanji dalam hatinya akan memberikan segenap cinta untuk sang suami.
"Kenapa menangis? Kamu tidak suka aku mengungkapkan perasaanku padamu, heum?" tanya Akmal lembut.
"Bukan itu, aku bahkan menantikannya. Siapa yang tidak suka? Suami dadakanku ini sudah tampan, mapan dan ternyata seorang miliarder yang asetnya di mana-mana. Dan aku sangat bahagia menjadi istrinya."
"Jadi, kamu cinta sama aku karena aku kaya, begitu?"
"Bukan itu. Kan awalnya aku juga tidak tahu kalau calon suamiku itu Mas Akmal. Sudah gitu maksa pula. Apalagi Bunda sampai mohon-mohon, aku kan jadi kasihan. Ya sudah, niatkan Bismillah Lillahi ta'ala."
"Terimakasih, ya. Bunda sampai tak berhenti bersyukur karena kamu mau menjadi menantunya."
"Benarkah?
"Heum, begitu Adzana menyarankan aku untuk menikahi kamu, Bunda langsung setuju."
"Kalau, Mas Akmal langsung setuju nggak?"
"Tidak. Tapi aku juga tidak menolak. Aku sampai harus istikharah dulu untuk meminta petunjuk, karena aku tidak ingin salah pilih lagi. Sampai akhirnya aku merasa mantap menjatuhkan pilihanku padamu."
Akmal menatap Anaya dengan penuh cinta, dan Anaya membalasnya dengan tersenyum manis, membuat hati Akmal berdebar kencang. Dalam kamar yang dipenuhi cahaya lembut, membuat keduanya terjebak dalam pusaran cinta. Tatapan mereka seperti dua jiwa yang bersatu, menguatkan hati dalam ikatan cinta yang tak terpisahkan. Suasana kamar yang dipenuhi aroma romansa, seolah dunia hanya milik berdua. Suara AC yang berdengung lembut bagai lagu cinta yang mengalun merdu, membuat pagi itu semakin syahdu, seakan alam sekitar terasa jauh dan tidak nyata.
Anaya terbangun pada realita, "Gawat, Mas. Ini sudah terlambat, kita!"
Akmal tertawa, mengacak pucuk kepala istrinya. "Tidak apa-apa, siapkan alasan yang tepat."
Keduanya terburu-buru berangkat ke kantor. Anaya bingung harus memberi alasan apa pada atasannya nanti. "Mas, menurutmu apa alasan yang tepat?"
"Bilang aja mobilnya kehabisan bahan bakar di jalan, dan jauh dari pom bensin atau pemukiman warga."
"Oh, gitu. Boleh juga. Memangnya dulu Mas Akmal suka bilang begitu, kalau terlambat ke kantor?"
"Enggak. Aku bisa datang ke kantor kapan saja."
"Diiih, sombong! Mentang-mentang bosnya." Anaya memukul pelan pundak sang suami.
"Kapan saja itu maksudnya, aku kan harus menjemput Arbi dulu ke rumahnya. Kalau Adzana lagi repot, aku bantu mereka juga. Kecuali kalau ada rapat yang tidak mengharuskan Arbi hadir, pasti datang tepat waktu ke kantor."
Akmal berhenti di depan kantor ZE.A Beauty. Setelah pamit pada suaminya Anaya pun turun. "Hati-hati ya, Mas."
"Semangat." Akmal mengepalkan tangan ke udara sambil tersenyum.
Anaya kemudian buru-buru membawa langkahnya mencapai kantor. Dan dengan langkah hati-hati, Anaya memasuki ruangannya.
"Anayaaaa....!!!"
°
°
°
°
°
Saat ada masalahnya pun nggak berlarut-larut dan terselesaikan dengan baik.
Bahagia-bahagia Anaya dan Akmal, meski ada orang-orang yang berusaha memisahkan kalian.
Semangat untuk Ibu juga. Semangat nulisnya dan sukses selalu💪💪🥰❤️❤️❤️