Bagaimana jika orang yang kamu cintai meninggalkan dirimu untuk selamanya?
Lalu dicintai oleh seseorang yang juga mengharapkan dirinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya dia bersedia dinikahi oleh pria bernama Fairuz yang dengan menemani dan menerima dirinya yang tak bisa melupakan almarhum suaminya.
Tapi, seseorang yang baru saja hadir dalam keluarga almarhum suaminya itu malah merusak segalanya.
Hanya karena Adrian begitu mirip dengan almarhum suaminya itu dia jadi bimbang.
Dan yang paling tak di duga, pria itu berusaha untuk membatalkan pernikahan Hana dengan segala macam cara.
"Maaf, pernikahan ini di batalkan saja."
Jangan lupa baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
"Kak. Kenapa rasanya ada yang mengganjal di dalam sini." Rosa menunjuk dadanya sendiri, tidur menelentang sambil menatap langit-langit kamarnya.
"Tidurlah, esok kau nak pegi klinik tu kan? Semoga adik diterima bekerja di sana. Agar tidak berjauhan dengan bapak dan ibu." ucap Hana, memunggungi Rosa.
Tapi Ros malah semakin penasaran, menatap punggung sang kakak ipar lalu kembali bicara. "Apakah kak Hana akan kembali ke Malaysia?"
Hana bergeming, menutup matanya sedemikian rapat, membiarkan Ros berpikir, lalu kemudian lelah sendiri dan tertidur.
Hana kembali membuka matanya setelah beberapa saat, menoleh sang adik yang sudah mendengkur halus. Kemudian merubah posisinya memandangi langit-langit, lalu berpindah kepada foto pernikahan ia dan Rayan.
Malam yang sepi terasa semakin menghujam hati, ketika kerinduan kembali menguasi. Hana meraih bingkai berukuran kecil itu, memandanginya dari dekat, lalu mengusap-usapnya perlahan seolah sedang membicarakan segala keresahan yang sulit diungkapkan.
"Abang tak rindu Hana ke? Dah lame Abang tak pernah datang ke dalam mimpi Hana." dia berkata lirih, seperti berbisik tapi membangunkan Ros yang berada di belakangnya.
Gadis itu mengamati tanpa bergerak, membiarkan sang kakak ipar menumpahkan segala kerinduan dan kegelisahan yang menggantung di dalam hati.
"Sebenarnye, Hana tak nak berkahwin dengan siapapun. Hana nak menjadi bidadari Abang di surga nanti. Tapi... Ibu nak Hana menjalani hidup yang lebih baik, normal seperti yang lainnye.
Bolehkah Hana berbakti kepada ibu?
Apakah Hana boleh bertemu dengan Abang di surga nanti?
Hana tak nak berpisah dengan Abang." Air matanya turun deras membasahi bingkai Tersebut.
Ros mendesah berat, menutup mulutnya sangat rapat agar tidak ikut menangis melihat sang kakak ipar sedemikian, menyimpan perasaannya sendirian.
Malam pun semakin larut, memendam segala kehidupan di balik kegelapan. Menyimpan segala rahasia yang tertutup. Membiarkan Hana menangis dalam senyap hingga puas dan terlelap kelelahan, perih itu masih saja hadir dan menikam dalam diam.
*
*
*
Rosa pergi menuju klinik yang katanya hari ini resmi di buka serentak dengan penerimaan pegawai Baru. Rosa begitu bersemangat, harap-harap bisa di terima.
Klinik yang sangat luas, bangunannya ada tiga, termasuk UGD dan rawat inap. Klinik yang cukup besar melampaui puskesmas di kecamatan tersebut. Meskipun proses pembangunannya belum sepenuhnya selesai, namun sudah bisa beroperasi.
Seorang laki-laki muda membawa beberapa berkas di tangannya, melihat wajah-wajah pelamar yang tegang, tapi bersemangat.
Sesi wawancara pun berlangsung, sebagian loker sudah terisi kecuali keuangan dan cleaning service.
Rosa sangat bersyukur dirinya langsung di terima karena dia hanya satu-satunya yang lulusan farmasi dengan nilai yang lumayan pula.
"Kalian sudah bisa mulai bekerja hari ini, atau kalau memang hari belum siap besok pun tidak apa-apa." begitulah pria muda itu menyampaikan.
Kebetulan sebagian sudah siap, namun sebagian lagi meminta besok pagi.
"Hari ini kalian mengenal tempat bekerja saja dulu. Mengingat Klinik ini juga baru. Belum ada pasien." ucapnya.
Rosa mengangguk, tapi kemudian bertanya. "Apakah anda dokter di sini?"
Namun pria itu tersenyum lalu menggeleng.
"Bukan, nanti dokternya akan datang sebentar lagi. Dia masih bertugas di rumah sakit kota." jawab pria itu.
Rosa pun mulai sibuk di ruangan paling, ia mulai menata beberapa jenis obat-obatan berdasarkan apa yang paling sering di pakai, harga dan lain sebagainya. Dia tampak paling sibuk diantara yang lain.
"Rosa, kamu dipanggil dokter ke ruangannya." ucap seorang gadis yang merupakan seorang perawat.
Rosa mengangguk, tugasnya digantikan gadis tersebut.
Rosa mengetuk pintu ruangan dokter tersebut.
"Masuk."
Rosa pun memutar handle pintu lalu masuk ke dalamnya.
"Dokter memang_" Tak jadi berkata-kata. Alangkah terkejutnya ia melihat Adrian duduk di sana.
"Duduk." titahnya, tidak memperdulikan ekspresi Rosa. Rosa pun menurut.
"Lulusan farmasi dengan nilai yang bagus." ucap dokter tersebut, memindai semua data Rosa.
"Apakah di sini tidak ada yang berminat dengan loker bagian keuangan?" tanya dokter Adrian kepada Rosa.
"Tidak tau Dok. Sebenarnya ada, tapi dia tidak berminat." kata Rosa. Dokter Adrian pun mengernyit heran.
"Siapa?" tanya Adrian.
"Kakak saya Dok." jawabnya, harap-harap dokter tersebut mengingat akan Hana.
"Oh." dokter hanya ber-oh saja, Rosa jadi kecewa. Benar kata Hana, Jika sikap baiknya ketika itu hanyalah profesional saja, bukan karena ada sesuatu padanya.
"Kalau begitu, kamu sekaligus mencakup bagian keuangan. Kamu pasti bisa." ucapnya seperti sebuah perintah.
"Hah!" Rosa menjadi bingung.
"Bisa?" tanya dokter tersebut, berbeda ketika Hana menjadi pasiennya, dia terlihat lembut. tapi sekarang tidak.
"Kalau bisa nanti gajimu akan diakumulasi." ucap pria itu sangat yakin.
"Ya." jawab Rosa. Sedikit aneh, tapi sudahlah. Jika sudah menyangkut dengan uang, maka Rosa akan menyetujuinya.
"Dimana rumahmu?" tanya dokter Adrian, padahal Ros sudah ingin berpamitan.
"Oh, rumah saya ada di ujung sana, tidak terlalu jauh." jawab Ros, dia tersenyum aneh, tentu saat ini otaknya kembali memikirkan sesuatu.
Sementara Adrian hanya mengangguk-angguk.
Rosa berjalan kembali menuju mejanya. "Apa ini jawaban dari doa kak Hana ya?" dia bergumam di dalam hati. Memikirkan dokter Adrian yang tiba-tiba ada di sini.
"Apa jangan-jangan...?" Ros menggeleng. Berbagai macam pemikiran mengerubungi kepalanya dengan beribu dugaan.
Sementara di dalam ruangan tersebut, dokter Adrian masih termenung setelah sempat memandangi sosok Rosa hingga menghilang di balik pintu.
Berkali-kali ia menarik nafas, lalu kemudian beranjak dari duduknya. Ia berjalan keluar klinik miliknya sendirian.
Suasana kampung yang masih cukup asri, hampir setiap rumah memiliki pekarangan yang di tanami dengan buah-buahan dan bunga.
Adrian melangkahkan kakinya perlahan, tak peduli terik yang menyengat kulit wajahnya. Hingga berhenti ketika ada seseorang yang keluar dari rumah dengan langkah terburu-buru.
Adrian memasang masker yang melingkar di lehernya, berdiri di bawah pohon mangga yang menjuntai ke jalanan milik Mak Romlah itu, namun tak terlihat lantaran posisinya masih di samping.
"Kak Hana, mau kemana?" tanya Abang Jay. Pria bertubuh kerdil itu sedang duduk di teras rumahnya.
"Nak pergi kedai. Hana dah lambat ni." jawab Hana, ia pun berlalu sambil menenteng tas dan ponsel di tangannya.
Dia begitu tergesa-gesa sehingga tak menghiraukan apapun selain isi tasnya yang terus ia geledah seolah banyak hal yang penting di dalam sana.
Angin sedikit bertiup mengangkat debu jalanan, gaun Hana pun ikut berayun seiring dengan langkahnya. Membuat dirinya begitu indah dipandang dari belakang sekalipun.
"Hana!" suara seseorang membuat langkahnya berhenti.
"Mas Fairuz." ucapnya.
"Assalamualaikum Hana." pria itu menyapa dengan salam dan senyum yang manis.
"Wa'alaikum salam Mas." jawab Hana pun dengan senyum diwajahnya.
Dari jauh mereka tampak berbincang sejenak, lalu kemudian Hana melanjutkan jalannya, meninggalkan Fairuz yang memandanginya dari belakang. Dia tersenyum-senyum tipis, entah sedang membayangkan apa, tapi sosok di belakangnya tahu apa yang di pikirkan pria dewasa yang sudah ingin berumah tangga.
"Apakah dia pacarmu?"
Fairuz pun terkejut, menoleh siapa yang bertanya tiba-tiba.
💞💞💞💞
#quoteoftheday..