Laura adalah seorang wanita karir yang menjomblo selama 28 tahun. Laura sungguh lelah dengan kehidupannya yang membosankan. Hingga suatu ketika saat dia sedang lembur, badai menerpa kotanya dan dia harus tewas karena tersengat listrik komputer.
Laura fikir itu adalah mimpi. Namun, ini kenyataan. Jiwanya terlempar pada novel romasa dewasa yang sedang bomming di kantornya. Dia menyadarinya, setelah melihat Antagonis mesum yang merupakan Pangeran Iblis dari novel itu.
"Sialan.... apa yang harus ku lakukan???"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chichi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HUNTER BUATAN
Di dalam kamar mandi, bocah itu melihat kedua telapak tangannya sendiri. Telapak anak kecil yang pucat dan bertekstur seperti saat kedinginan. "Aku masih belum bisa menggunakan sihirku. Kembali ke wujud asliku, masih sangat berbahaya untuk sekarang. Aku ragu jika gadis itu bisa membantuku"
"Sungguh kondisi yang sial. Aku kenal dengan wajah Iblis itu. Iblis yang kehilangan rumahnya, Iblis yang banyak membunuh sesamanya dan banyak membunuh Manusia. Ku harap, dia tidak mengenaliku" Bocah itu mengambil handuknya dan segera keluar dari kamar mandi.
Di kamar itu, dia melihat Adler dan Edith yang tengah adu pembicaraan. "Kau pelit sekali. Carikan baju untuknya di luar sana. Apa kau tidak khawatir jika aku keluar dan bagaimana jika aku diculik?" Edith penuh dengan drama.
Adler mengelengkan kepalanya. "Aku tidak bisa keluar dengan kondisi seperti ini. Aku masih belum pulih total. Biarkan saja dia tidak pakai baju hingga nanti Pagi" Adler sengaja mengatakannya.
Bibir Edith sudah manyun. "Adler aku membencimu" Ucapnya.
"Aku membencimu juga" Jawab Adler kepada Edith.
"Sial! Kalau begitu tidur saja sana! Jangan cari aku kalau aku tidak kembali" Ucap Edith berjalan ke arah pintu. Namun, itulah Adler. Dia meraih tangan Edith. "Jangan marah. Aku akan meminjamkan pakaian yang ku gunakan. Selagi menunggu Kemeja bocah itu kering, lebih baik tidur dulu. Jam segini, tidak ada toko yang buka" Jelas Adler dengan halus.
Edith baru ingat jika ini masih dini hari. Dia meringis. "Okay. Pinjam bajumu!" Edith berjalan ke arah pakaian Adler dijemur. Di sana, Adler menatap bocah bermata perak itu. Bocah itu mengalihkan pandangannya. Dan segera mengenakan Kemeja milik Adler yang besar padanya.
Edith mengeringkan rambut putih bocah itu dan Adler terus memandangi bocah itu. Bocah itu menundukkan pandangannya karena risiko dengan tatapan Adler.
"Jadi, apa kamu memang albino?" Tanya Edith saat mengeringkan rambut bocah itu.
Bocah itu terkekeh kecil. "Tidak. Ini karena obat-obatan" Jawabnya.
Edith terkejut mendengarnya. Dia mengosok rambut setengah kering bocah itu yang sangat halus. "Ah, apa kamu kabur karena masa pengobatanmu? Kalau boleh tau, kamu sakit apa sampai seperti itu?" Edith merasa iba melihatnya.
Dia menyisir lembut rambut halus bocah itu.
"Aku tidak sedang sakit. Kau tau tentang Hunter yang bertugas sebagai Exorcist?" Tanya bocah itu. Dia sangat berhati-hati dengan ucapannya. Sesekali, dia melirik ke arah Adler yang masih menatapnya.
"Ya aku tau"
"Hunter tidak selalu awakening secara alami. Karena serangan roh Iblis di berbagai benua dan kurangnya Hunter, banyak pemerintahan yang mulai melakukan eksperimen demi memenuhi kekurangan Hunter. Eksperimen itu, menciptakan banyak Hunter dengan kelas A, tapi tidak banyak juga yang kelas S"
Edith mengingat, dia pernah membaca bagian itu di novel sebelum chapter terakhir yang dia baca. "Bukankah, ini terlalu cepat untuk muncul?" Batin Edith.
Adler memang pernah mendengar rumor tentang Hunter ciptaan itu. "Hunter buatan, lebih berbahaya dari monster yang ada di atas Iblis" Ucap Adler.
"Itu benar. Meski banyak dari mereka yang berhasil menjadi Hunter kelas A, mereka menjadi Manusia yang cacat. Manusia yang kehilangan akal pikir mereka, Manusia yang kehilangan sifat kemanusiaan mereka, Manusia yang kehilangan jati dirinya...."
Adler melihat ke arah bocah itu, "Bagaimana denganmu? Kau berasal dari mereka bukan?" Adler menyela.
Ucapan Adler benar. Bocah itu mengangguk. "Aku adalah produk yang gagal. Aku tidak tergolong kelas A atau S. Sistem, mengkonfirmasi jika kelasku Error, berada di tingkat yang tidak terdeteksi" Ucap bocah itu.
Edith hanyut dalam pikirannya sendiri. Dia belum pernah membaca bagian ini. Edith menatap bocah itu. "Apa dia karakter yang belum keluar?"
Adler mengangguk tipis, "Apa Hunter buatan membutuhkan seorang Healer?" Tanya Adler.
Bocah itu merasa obrolan Adler keluar dari konteks. "Kau kira, aku ini apa? Iblis sepertimu saja butuh Healer. Apa lagi aku?!" Jawab bocah itu dengan lantang.
Kening Adler langsung berkerut. Dia meraih tangan Edith. "Dia milikku" Ucap Adler memeluk lengan Edith.
Mulut Edith terbuka. Dia terkejut dengan tingkah Adler yang kambuh. "Hah?! Jangan mengklaimku!" Ucap Edith mendorong dagu Adler.
Bocah itu tertawa, "Haha, Kau saja belum mengimpritnya, sudah sok-sok an jadi miliknya" Bocah itu mengangkat kedua bahunya, dia tertawa remeh karena ucapan Adler.
Adler terdiam. Karena ucapan bocah itu benar. "Ya Nona, daripada dengannya. Lebih baik menjalin hubungan dengan sesama Manusia. Iblis sepertinya, tidak baik untukmu" Ucap Bocah itu menatap Edith.
Edith bergidik. Dia memasang wajah kaku. "Aku bukan pedofil" Jawab Edith dengan datar sambil memeluk dirinya sendiri.
Bocah itu lupa jika masih dalam bentuk anak-anak. Dia menghela napas panjang sambil membelakangkan rambutnya. "Pedofil? Haah, kau menganggapku seperti anak-anak?" Bocah itu menatap Edith tidak percaya.
Edith menunjukkan senyumannya. "Ya, oleh karena itu, sekarang saatnya tidur. Besok, Kakak akan carikan baju untukmu" Ucap Edith meraih tangan bocah itu dan mengendongnya.
Senyum kemenangan, terpampang jelas di wajah bocah itu. Adler menghela napas dan meraih tangan Edith. Dia mengenggamnya dan sedikit menariknya. Edith, menoleh perlahan ke arah Adler.
"Bagaimana denganku? Apa aku tidak butuh tidur?" Tanya Adler.
Edith melihat ranjang itu. Ranjang itu ukurannya cukup untuk mereka bertiga. "Kalau kau mau tidur, ya tidur saja" Ucap Edith.
Adler kembali berdiri dan mengambil bocah itu dari tangan Edith. "UAKH! LEPASKAN AKU!" Teriak bocah itu berusaha menahan tubuhnya agar tidak dekat dengan Adler, dengan cara menahan kakinya di dada Adler.
Adler menunjukkan seringaiannya. Seringainnya tampak menyeramkan. "Adek, karena kau laki-laki, tidur saja dengan Om" Ucap Adler melemparkan bocah itu di kasur.
Bocah itu menutupi kemejanya yang hampir membuka bagian pahanya. "Sial! Aku tidak mau tidur di sebelah Iblis sepertimu!!!! SRUK!" Adler meringis dan melempar selimut kepada bocah itu. Lalu mengulung selimut tebal itu pada tubuh kecil bocah itu.
"UAAAARRGGGHHHH!" Bocah itu mengeliat seperti ulat kepanasan saat tubuhnya terbalut selimut seperti kepompong.
Adler terkekeh seperti Iblis. Dia mendekap bocah itu seperti guling. "Bukankah, tidur denganku lebih menyenangkan? Sejak dulu, aku ingin memiliki seorang adik laki-laki" Ucap Adler sambil menutup matanya.
Bocah bermata perak itu melirik ke arah Edith. Edith tersenyum tipis padanya. "Se...la...mat... ti...dur..." Lirih Edith dengan terbata.
Bocah itu melirik ke arah Adler. "UAAAKKKK!!!" Dia kembali meliuk-liuk didekapan Adler.
Edith mencuci kemeja yang bocah itu kenakan sebelumnya. Edith cukup kaget karena kain kemeja itu lebih halus dari kain yang biasanya dia cuci di Kerajaan Benerick. Meski kemeja itu lusuh dan sangat kotor, kemeja itu masih bagus setelah di cuci bersih.
Edith menjemur kemeja milik bocah itu di belakang pintu kamar mandi. Keluar dari kamar mandi, Edith melihat ke arah bocah itu. Adler masih memeluknya, dan bocah itu masih terjaga.
"Sialan, Aku akan mengutuk Iblis ini" Ucap bocah itu.