NovelToon NovelToon
Menikahi Tunangan Impoten

Menikahi Tunangan Impoten

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Beda Dunia / Cinta Seiring Waktu / Pelakor jahat
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: rose.rossie

Nayla, seorang gadis sederhana dengan mimpi besar, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis setelah menerima lamaran dari Arga, seorang pria tampan dan sukses namun dikelilingi rumor miring—katanya, ia impoten. Di tengah desakan keluarganya untuk menerima lamaran itu demi masa depan yang lebih baik, Nayla terjebak dalam pernikahan yang dipenuhi misteri dan tanda tanya.

Awalnya, Nayla merasa takut dan canggung. Bagaimana mungkin ia menjalani hidup dengan pria yang dikabarkan tak mampu menjadi suami seutuhnya? Namun, Arga ternyata berbeda dari bayangannya. Di balik sikap dinginnya, ia menyimpan luka masa lalu yang perlahan terbuka di hadapan Nayla.

Saat cinta mulai tumbuh di antara mereka, Nayla menyadari bahwa rumor hanyalah sebagian kecil dari kebenaran. Tetapi, ketika masa lalu Arga kembali menghantui mereka dalam wujud seseorang yang membawa rahasia besar, Nayla dihadapkan pada pilihan sulit, bertahan di pernikahan ini atau meninggalkan sang suami.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rose.rossie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Ruang itu penuh dengan keheningan yang mengusik. Arga berdiri seperti patung, memandang Nayla dengan mata yang tajam, seolah bisa membaca setiap keraguan yang bergejolak dalam pikirannya. Ponsel di tangannya bergetar lagi, nyaris membuatnya melepaskannya. Pesan-pesan dari nomor asing itu seperti jarum yang menusuk keinginannya untuk tetap berada di sisi Arga. Namun, foto di tangan satunya lebih berat dari sekadar getaran itu—sebuah fragmen dari kisah yang tak pernah ia dengar.

“Kau masih di sini, Nayla,” suara Arga memecah kesunyian, rendah dan dingin. “Jawab aku. Apa yang kau sembunyikan?”

Nayla menggenggam foto itu lebih erat, seolah bisa melindungi dirinya dengan benda kecil itu. "Haruskah aku tanya balik, Arga? Apa yang kau sembunyikan dariku?"

Wajah Arga berubah sekilas, sebuah bayangan emosi melintas di balik ekspresinya yang biasanya datar. “Aku sudah bilang, masa laluku bukan urusanmu. Kau tahu itu sejak awal kita menikah.”

“Bukan urusanku?” Nayla tertawa kecil, terdengar getir. “Aku adalah istrimu. Bagaimana bisa kau mengatakan sesuatu seperti itu?”

Arga mengalihkan pandangannya, tetapi tidak menjawab. Dalam diamnya, Nayla melihat sesuatu yang jarang muncul: keraguan.

“Kau mau aku percaya padamu,” Nayla melanjutkan, berusaha mengumpulkan keberanian, “tapi kau menutup begitu banyak hal. Wanita ini…” Ia mengangkat foto di tangannya. “Siapa dia? Kenapa fotonya ada di sini?”

Arga menarik napas panjang, seolah sedang menimbang apakah harus menjawab atau tidak. “Dia adalah bagian dari hidupku yang tidak ingin kuingat,” akhirnya ia berkata. “Dia pergi, Nayla. Itu sudah cukup untukmu.”

“Pergi? Itu saja penjelasanmu?” Nayla melangkah mendekat, menantang. “Pergi ke mana? Kenapa dia meninggalkanmu? Dan kenapa kau masih menyimpan fotonya jika dia tidak penting?”

Mata Arga menyala sesaat, penuh kemarahan, tetapi ia segera menguasai dirinya. “Kau tidak akan mengerti.”

“Cobalah menjadi aku. Apa aku senang tanpa tahu apapun tentangmu.”

Arga terdiam. Akhirnya, ia berjalan ke arah jendela, menatap keluar, membelakangi Nayla. “Namanya Dinda,” katanya pelan. “Kami bertunangan tujuh tahun lalu. Dia adalah seseorang yang aku pikir akan menghabiskan sisa hidupnya bersamaku.”

Nayla terpaku, tak menyangka akan mendengar pengakuan seperti itu. “Lalu kenapa dia meninggalkanmu?”

Arga tertawa kecil, getir. “Karena aku tidak cukup baik untuknya. Itu alasannya. Aku tidak cukup sempurna di matanya.”

“Tidak cukup baik? Apa maksudmu?” Nayla mendekat, mencoba melihat ekspresi suaminya, tetapi ia tetap memalingkan wajah.

“Dinda adalah tipe wanita yang tahu persis apa yang dia inginkan,” Arga menjelaskan dengan nada pahit. “Saat aku mulai kehilangan pijakan, saat karierku runtuh karena pengkhianatan orang-orang yang aku percayai… dia memutuskan untuk pergi. Katanya, dia tidak bisa bersama seseorang yang dianggap gagal.”

Nayla mencoba mencerna kata-kata itu. Ia tidak pernah tahu bahwa Arga pernah jatuh, pernah kehilangan. Selama ini, ia selalu melihat pria itu sebagai sosok yang sempurna—dingin, berwibawa, dan tidak bisa disentuh.

“Tapi sekarang kau berhasil,” Nayla berkata pelan. “Kau membangun semuanya kembali. Dia salah menilaimu.”

Arga menoleh, dan mata mereka bertemu. Ada kesedihan mendalam di sana, sesuatu yang membuat dada Nayla terasa sesak. “Mungkin,” jawab Arga. “Tapi itu tidak menghapus apa yang dia lakukan, dan itu tidak mengubah fakta bahwa aku… tidak bisa mempercayai siapa pun lagi.”

Kalimat itu seperti pukulan. Nayla mundur selangkah, seolah-olah ruang di antara mereka menjadi jurang yang tak terjembatani. “Jadi, aku juga bagian dari itu? Seseorang yang tidak kau percayai?”

“Kau berbeda,” jawab Arga tanpa ragu, tetapi suaranya rendah, hampir seperti bisikan. “Aku mencoba, Nayla. Tapi itu tidak mudah bagiku.”

Nayla ingin membantah, tetapi ponselnya kembali bergetar, seolah menuntut perhatiannya. Ia melirik layar, lalu kembali menatap Arga. “Kalau begitu, beri aku alasan untuk percaya padamu.”

Arga tidak menjawab. Ia hanya menatapnya dalam-dalam, seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-kata itu terjebak di tenggorokannya.

Nayla mengalihkan pandangannya, menggenggam ponselnya erat. Ia merasa terperangkap di antara dua dunia—satu dunia yang penuh dengan misteri yang disembunyikan Arga, dan dunia lain yang terus memanggilnya untuk mencari jawaban di tempat lain.

Malam semakin gelap ketika Nayla akhirnya mengambil keputusan. Ia menatap Arga sekali lagi, lalu berkata, “Aku butuh waktu.”

“Waktu untuk apa?” tanya Arga, suaranya penuh kecurigaan.

“Untuk memahami semuanya,” jawab Nayla. Ia tidak berbohong, tetapi tidak juga berkata jujur. Dengan hati-hati, ia menyelipkan ponselnya ke dalam saku dan berjalan menuju pintu.

Arga hanya berdiri di sana, memandangnya pergi. Tetapi ketika Nayla mencapai pintu, ia berkata dengan suara yang membuat bulu kuduknya berdiri, “Jika kau pergi malam ini, Nayla… jangan harap aku akan membiarkanmu kembali.”

Nayla berhenti di ambang pintu, hatinya berdegup kencang. Ia tahu, apa pun langkah yang diambilnya malam ini, tidak akan ada jalan untuk kembali ke kehidupan lamanya.

Nayla berdiri di ambang pintu, perasaan bersalah dan ketegangan bercampur menjadi satu. Kata-kata Arga tadi menggema di kepalanya. Jika dia pergi malam ini, apa yang akan terjadi? Tapi jika dia tetap tinggal, misteri ini akan terus menghantuinya. Ponsel di sakunya terasa seperti bara yang membakar, memanggil-manggil untuk dibuka dan dijawab.

"Kenapa diam?" Arga bertanya lagi, suaranya tenang namun penuh tekanan.

"Aku hanya butuh udara," jawab Nayla pelan, tanpa menoleh. "Kita bisa membicarakan ini nanti."

Arga tidak menanggapi. Suasana di belakangnya begitu sunyi sehingga Nayla tidak tahu apakah dia masih berdiri di sana atau tidak. Namun, setiap langkah yang dia ambil menuju pintu terasa seperti pelanggaran yang mengkhianati pernikahannya.

Di luar, udara malam menyentuh wajahnya. Tangannya merogoh ponsel di saku. Jari-jarinya dengan gemetar membuka pesan terakhir dari nomor tak dikenal itu. Sekarang atau tidak sama sekali, pesan itu berkata.

Nayla memandangi layar, memikirkan arti dari pilihan yang ada di hadapannya. Ia melirik kembali ke arah pintu rumah, lalu melangkah menjauh.

 

Langkah Nayla terasa berat, seolah setiap langkahnya membawa beban dari rahasia yang semakin dalam. Ia menaiki taksi yang telah ia pesan melalui aplikasi, menyebutkan alamat yang dituju. Sepanjang perjalanan, pikirannya melayang ke Arga. Matanya yang dingin, ketegangan di bahunya, dan nada suaranya yang menyiratkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar marah.

Apa yang kau sembunyikan dariku, Arga? pikir Nayla.

"Sudah sampai, Bu," kata sopir taksi, menghentikan mobil di depan bangunan tua yang terlihat lusuh. Papan nama di pintu depan sudah pudar, namun masih bisa terbaca samar-samar: Surya & Rekan.

Jantung Nayla berdegup lebih cepat. Ini bukan tempat yang meyakinkan. Namun, nomor asing itu memintanya datang ke sini. Apa yang menantinya di balik pintu itu?

Dia melangkah keluar dari mobil dengan ragu. Sesaat, dia ingin kembali masuk ke taksi dan melupakan semuanya. Tapi dorongan untuk tahu lebih kuat. Dengan napas yang tertahan, Nayla mendorong pintu berat itu.

Di dalam, ruangan itu remang-remang. Meja-meja kayu tua berjajar, dengan tumpukan map yang tampak usang. Seorang pria tua duduk di meja depan, memandang Nayla dengan tatapan penuh arti.

“Anda Nayla?” tanyanya dengan suara rendah.

Nayla mengangguk pelan. “Ya. Saya Nayla.”

Pria itu berdiri, mengeluarkan amplop cokelat dari laci mejanya, dan menyodorkannya kepada Nayla. “Ini untuk Anda. Dari seseorang yang ingin Anda tahu kebenarannya.”

Tangan Nayla gemetar saat mengambil amplop itu. “Siapa yang mengirim ini?” tanyanya, namun pria itu hanya tersenyum samar tanpa menjawab.

Dengan cepat, Nayla membuka amplop itu. Di dalamnya ada beberapa lembar dokumen dan sebuah foto lain—foto Arga, tetapi bukan seperti yang pernah ia lihat sebelumnya. Dalam foto itu, Arga tampak lebih muda, bersama seorang wanita yang berbeda dari foto pertama. Wanita itu memeluk Arga dengan mesra, namun wajahnya tak bisa ia kenali dengan jelas.

Namun, bukan itu yang membuat napas Nayla tercekat. Di salah satu dokumen itu, ia melihat nama "Dinda Raharja"—nama mantan tunangan Arga. Tepat di bawahnya, ada catatan transaksi yang mencurigakan. Jumlah uang yang besar berpindah dari satu rekening ke rekening lain, dengan keterangan: Pencairan Asuransi Jiwa.

Pikiran Nayla berputar. Apa hubungan semua ini? Kenapa ada asuransi jiwa atas nama wanita itu? Dan kenapa Arga terlibat?

Saat ia hendak bertanya lebih jauh kepada pria tua itu, suara langkah kaki terdengar dari arah belakang ruangan. Sosok yang mendekat membuat tubuh Nayla membeku. Sosok yang sangat ia kenali.

Arga.

"Jadi, kau tetap memutuskan untuk datang, Nayla," katanya dengan nada rendah yang dingin. Matanya tajam, seperti pisau yang siap menusuk.

Nayla mundur selangkah, amplop di tangannya terasa seperti batu. "Arga... kenapa kau di sini?" tanyanya dengan suara bergetar.

1
Mumtaz Zaky
emang cerita horor gituh??
roserossie: nggak kak, biar tegang pembacanya 😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!