NovelToon NovelToon
Melukis Cinta Bukan Mengukir Benci

Melukis Cinta Bukan Mengukir Benci

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Pengantin Pengganti / Cinta Paksa / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:969
Nilai: 5
Nama Author: Rieyukha

Memiliki kehidupan yang nyaris sempurna, Marsha memiliki segudang prestasi, ia juga terampil dalam seni lukis dan percintaan yang bahagia bersama Reno─sepupunya sendiri. Mereka telah membangun rencana masa depan yang apik, namun siapa yang akan menyangka takdir tidak selalu mengikuti semua rencana.
Marsha tiba-tiba harus menggantikan Maya─kakaknya yang kabur karena menolak menikahi Alan─pria pilihan orang tuanya berdasarkan perjanjian bisnis. Masa depan perusahaan orang tuanya yang diambang kebangkrutan sebagai konsekuensinya.
Bagai simalakama, terpaksa Marsha menyetujuinya. Statusnya sebagai pelajar tidak menunda pernikahan sesuai rencana diawal. Alan adalah pria dewasa dengan usia yang terpaut jauh dengannya ditambah lagi ia juga seorang guru di sekolahnya membuat kehidupannya semakin rumit.
Menjalani hari-hari penuh pertengkaran membuat Marsha lelah. Haruskah ia berhenti mengukir benci pada Alan? Atau tetap melukis cinta pada Reno yang ia sendiri tidak tahu dimana ujung kepastiannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rieyukha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

WANGI YANG DIRINDUKAN

Esok paginya sekitar jam sembilan Marsha sudah siap-siap pergi kerumah Reno, Nadia mengingatkan tidak boleh keluar rumah, tidak boleh memberi tahu Sarah atau siapapun yang tidak berhubungan dengan pernikahannya. Keberadaanya tidak boleh diketahui teman-temannya sampai ia kembali masuk sekolah. Marsha hanya ber ‘oke’ sepanjang nasehat dan peringatan yang dikeluarkan untuknya, ia tidak mempedulikan semua itu yang penting sekarang ia hanya ingin bertemu dengan Reno.

Sesampainya Marsha di rumah Reno, Hana menyambut kaget kedatangannya yang tiba-tiba tanpa kabar itu. “Loh kok nggak kabari Tante dulu,” protes Hana,

“Kalau ada kabar bukan surprise namanya, Tan.” Marsha hanya menjawab dingin, sebenarnya dia masih kesal dengan Hana.

Hana manggut-manggut mengerti tujuan kedatangan Marsha, “Reno udah berangkat dari tadi, Sha. Tadi cuma mampir sebentar.” ucap Hana sambil berjalan mengajak keponakannya untuk masuk kedalam rumah.

Marsha mengernyit, mampir? “Hmm nggak apa-apa, Tan. Tapi nanti kak Reno balik kan, makan malam dirumah?”

"Um harusnya sih iya.” ucap Hana ragu sambil membukakan pintu kamar tamu untuk Marsha.

Marsha bergeming, “Kok harusnya?” celetuknya heran.

Hana berjalan menyeret koper kecil Marsha memasuki kamar tamu untuknya. “Dua hari ini kakakmu itu nginap dirumahnya yang baru di Villa Bella, katanya kantor kan lebih dekat dari sana mungkin selanjutnya akan tinggal disana.” terang Hana.

Marsha masih diam dengan pikirannya. Villa Bella adalah salah satu hunian mewah dipinggiran kota─tidak terlalu pinggir juga sih, lumayan jauh dari pusat kota dan rumahnya. Konsep perumahannya memang seperti villa, berbukit dan banyak pepohonan rindang, yang membedakan hanya jaraknya tidak seperti villa semestinya. Mungkin bisa dibilang villa dalam kota. Tapi pertanyaannya kenapa Reno memilih pindah tinggal disana? Hanya karena kantor lebih dekat? Kenapa bukan dari dulu saja, jelas dia sedang menghindari Marsha.

“Ngapain diam aja disitu, sini masuk.” titah Hana. Marsha mengikuti perintah Hana dalam diamnya, ia duduk di tepi ranjang tatapannya menerawang, menerka dan menebak apa yang sedang direncanakan Reno.

“Jadi tadi pagi tuh Reno cuma mampir ganti dan ambil beberapa pakaiannya, rumah disana kan belum settle jadi masih bakal bolak-balik lah, Sha.”

Marsha hanya menghela napas pelan, kalau Reno pindah dan tinggal di Villa Bella itu berarti semakin jauh dan susah untuk Marsha jika ingin menemui Reno kedepannya. Satu-satunya cara adalah saat ia pulang sekolah, karena sekolahnya tidak terlalu jauh dari Villa Bella.

Marsha mengigit bibir bawahnya, alisnya berkerut berpikir keras. Kalau menunggu kembali mulai sekolah itu berarti ia sudah menikah dengan Alan, apa masih bisa ia bebas pergi menemui Reno? Bisa aja sih sebenarnya kalau memang Marsha memaksa, tapi apa tidak akan jadi masalah sama Om-om tua itu. Kalau tidak boleh bagaimana, haruskah Marsha nekat dan jika ketahuan bagaimana? Apa status saudara ini saja di manfaatkan. Kepala Marsha tiba-tiba pusing memikirkannya.

‘Lagian apa perlunya minta izin sama dia!’ ketus Marsha dalam hatinya. ‘Heh! Kenapa jadi mikir udah nikah sama dia, harusnya aku mikir gimana caranya nggak nikah sama dia, ck!’

“Kamu boleh berapa hari disini?” pertanyaan Hana membuyarkan monolog dalam pikirannya yang memusingkan.

“Kok Tante tahu ada batas?”

“Iyalah, pekan depan pernikahan kamu ngapain refreshing lama-lama disini.” Hana tergelak, “Gimana Sha, udah ada rasa-rasa belum setelah ketemu?” goda Hana penasaran.

Godaan Hana membuat Marsha sadar dan matanya nyalang. Rasa bencinya pada Alan yang sok tahu itu seketika kembali, bayang-bayang saat berdua menghabiskan waktu dengan diam apanya yang akan memunculkan rasa-rasa? Benci iya kali! Batin Marsha kesal.

“Rasa sesak iya ada Tan,” jawab Marsha ogah-ogahan.

Hana tertawa mendengar jawaban dan raut kesal Marsha. Ia memaklumi, Marsha pasti masih tidak terima dan butuh waktu untuk saling menerima─pikirnya, tapi sebenarnya ia sama sekali tidak butuh waktu, ia hanya butuh kebebasan dalam memilih. Namun kembali lagi pada konsep dasar yang menyakitkan, bisa apa Marsha selain terpaksa.

“Tapi Alan ganteng lho, Sha. Kalau Tante jadi kamu pasti udah jatuh cinta pada pandangan pertama.” Hana masih saja mencoba menggoda Marsha. Marsha menoleh pada Hana malas dan tidak percaya.

“Tante serius mau ngebahas dia?”

Hana jadi kebingungan sendiri. “Kenapa?”

“Tante tahu Marsha nggak suka perjodohan ini, bisa nggak jangan di bahas. Hati Marsha masih sakit Tan, kalau nggak waras udah b*nuh diri dari kemarin-kemarin.”

“Marsha,” Hana memeluk keponakannya itu, “Jangan ngomong gitu ah, nggak baik.”

Hana mengelus punggung Marsha lembut, ia melihat Marsha hanya diam, tidak ada air mata seperti beberapa hari lalu. Ia menghela napas pelan, sesakit itu hingga air mata pun enggan untuk menangisinya lagi. “Tapi serius Sha, Alan ganteng.” bisik Hana mencoba kembali menggodanya, sebenarnya ia hanya ingin mencairkan suasana saja.

“Ganteng juga kak Reno.” celetuk Marsha seraya melepaskan pelukan Hana.

“Ya iyalah.” tawa Hana pecah melihat reaksi Marsha, syukurlah ia tidak marah seperti beberapa hari lalu.

“Tuh kan,” sela Marsha puas kalau Reno tetap paling ganteng menurutnya dan itu jelas sudah di akui Tantenya barusan.

“Karena Reno kakak kamu, anak Tante, ya pasti kita bilang paling ganteng dong. Nggak ada yang lebih ganteng dari anak Tante.” aku Hana sombong lalu ia tertawa. Marsha hanya menghela napas pasrah mendengar alibi Hana. Pokoknya Reno, tetap Reno titik.

Malamnya Marsha sudah membuatkan nasi goreng kesukaan Reno untuk makan malamnya, mungkin makan malam kedua hari ini karena waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam lewat. Marsha melirik jam di pergelangan tangannya dan tanda-tanda kepulangan Reno juga belum tampak. Ia menghela napas pasrah.

“Sha, telepon aja, nggak usah di surprise-in. Nanti malah pulang ke Villa Bella.” Hana menghampiri Marsha sebelum benar-benar pergi tidur. Ia khawatir keponakannya ini kecewa kalau Reno benar-benar tidak pulang hari ini.

“Kalau jam sepuluh belum balik juga, kemungkinan dia balik ke Villa Bella itu. Kamu istirahat aja, biar besok pagi dia disuruh kesini.” ujar Hana lagi

“Oke Tan,” Marsha mencoba menutupi kekecewaannya dengan pura-pura membereskan meja makan dan membelakanginya Tantenya itu, sedetik kemudian ia terpikir sesuatu. “Kalau kak Reno nggak pulang, Marsha boleh tidur dikamar kak Reno Tan?”

“Ngapain Sha, baunya dia ih. Kamu nggak masalah?”

“Nggak apa-apa Tan, kak Reno wangi kok.”

Hana tergelak, mengingat kedekatan Marsha dan anaknya sudah pasti Marsha akan membela Reno. Saking naturalnya dimata Hana ia tidak ada curiga sedikitpun terhadap kedekatan Marsha dengan Reno. Mereka punya rasa yang sama Hana, mereka saling mencintai jauh sebelum perjodohan yang terjadi kini membuat mereka terluka. Seandainya Hana tahu.

“Ya udah kamu langsung ke atas aja istirahat, kemungkinan dia memang nggak pulang kesini deh Sha.” ucap Hana lirih dan ia pun pergi kembali ke kamarnya. Marsha bergeming menatap punggung Hana hingga hilang dibalik pintu.

Dengan langkah yang berat dan kecewa yang dalam Marsha pergi ke kamar Reno yang berada di lantai dua. Marsha membuka pintu kamar itu dengan perlahan, wangi yang dirindukan beberapa hari ini seketika menyeruak dalam penciuman Marsha. Ia memejamkan matanya sesaat, menikmati wangi Reno yang tertinggal di setiap tarikan napasnya. Marsha Rindu, rindu akan kebersamaannya bersama Reno.

Marsha menyusuri setiap sudut kamar Reno, langkahnya terhenti ketika ia melihat lukisannya berada di atas nakas Reno. Lukisan pertamanya diatas kanvas saat ia berusia tujuh atau delapan tahun.

Lukisan itu sudah luar biasa untuk seumuran tujuh atau delapan tahun, namun kini ketika Marsha melihatnya lagi ia mulai mengomentari setiap kekurangan lukisannya sendiri. Marsha sangat ingat ia sengaja melukisnya dan menghadiahkannya untuk Reno sebagai hadiah. Marsha sudah merasa nyaman dan senang disamping Reno kala itu karena perhatian Reno yang juga selalu tercurah untuknya, tapi Marsha belum bisa mengartikan perasaan apa yang ia rasakan saat itu. Namanya juga masih bocil, hanya tahu suka dan tidak atau biasa aja. Tidak ngeh bagaimana mengungkapkan suatu kenyamanan. Pokoknya suka aja. Marsha suka Reno, hanya itu yang ada dipikirkannya.

Merasa cukup dengan melihat-lihat, Marsha memutuskan untuk tidur, urusannya dengan Reno mungkin besok pagi saja akan ia selesaikan.

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!